Pages

Selasa, 07 Juni 2011

Aforisma Status Update [Part 8]

aku tak tahu mentari bersinar atau redup. setahuku malam belum berani mencengkeramkan gelapnya. di bekas rumah mungil yang sekarang sudah rubuh, engkau tiba-tiba muncul mengusir rinduku, memeluk resahku, mencium dengan segala kasihmu. lalu kau lenyap tak mau kutahan. membawa semuanya selain rindu yang akhirnya kembali setelah kau pergi.
di matamu kulihat sepasang kumbang bercengkrama. kucengkram maut, lima pasang kembang hati berduka.
kemari kubalut luka-laramu. kususun kembali kalbumu yang kusut-remuk. kuhisap cintamu yang berdarah-nanah. kutambal nganganya yang sudah parah. hingga diriku habis lenyap tak bersisa.
di ufuk pengetahuan mataku menantang matahari. dalam pejam congkak menghujamkan tongkat dalam-dalam. kalbu berteriak-teriak hingga serak. kupingkupingkupingku kau kemana? akal senjaku ternoda tempelan tahi, yang mungkin tercampur telur termakan siang tadi. dalam sungkur cemas-asaku kutempur.
kukecup kuncupmu kembang kematian. aromamu semerbak menyeruak ke seluruh penjuru penciuman. warna-warni mahkotamu menipu mata-mata penikmat keindahan. aku menghirup kau menyerutup. mengendus aromamu membangkitkan bulu roma. hingga akhirnya si pencium ini sadar hidungnya memar. tak ada kata lain selain modyar...
dimana ada surga disanalah letak keindahan. dimana ada keindahan disanalah letak kenikmatan. dimana ada kenikmatan disitulah tempat kenyamanan. dimana ada kenyamanan disana pasti kebahagiaan bersemayam.
jika wajahmu adalah keindahan, memandangmu sebuah kenikmatan, bersamamu terasa nyaman, bahagia pasti tak terelakkan.
jadi dimana letak surga sekarang???
setiap detak jarum jam menarikan detik-detik rindu. setiap angka-angka digital muncul silih berganti mewiridkan dendang asmara. aku melihat mereka menghentak-hentakkan kakinya di atas kalbu. memancarkan gelombang cinta di setiap debar jantungku. mengalirkan namamu ke seluruh pembuluh darah. oh sedang apakah engkau kekasih?
+ sayang buatkan aku perahu agar kita dapat berlayar memadu asmara di bawah cahaya temaram rembulan.
- maaf sayang, aku tak mau seperti sangkuriang. biarlah aku yang menjadi perahumu. berlayarlah diatasnya mendayung bintang memancing rembulan.
zarathustra berteriak malam-malam, kau tak dengar. halaman putih kosong tanpa coretan. dentuman musik menggetarkan ujung kertas yang kau pegang dalam lelap. apa yang kau tahu tentang cinta? manusia terlalu lemah menerima cinta. bawa cinta manusiamu itu [hanya] ke dalam mimpi. hilangkan rasa, damai kan menghambur memenuhimu. ah, dia tidak tahu zarathustra sudah mati.
satu puji dua puja. maaf berhamburan tak terhitung mohon ampun. satu dua tiga lupa. tiga, tiga, tiga, hitungannya tak bertambah-tambah. ia hanya ingat yang terucap. kau yang menghitung. tujuh, sepuluh, tujuh ratus, tak terhingga. apa kau juga lupa?? tidak. kau tidak lupa, hanya melupakan. tiap alpa tiap dosa. tak apa.
kuukir penanda di setiap hembus angin. angin berontak menjadi pertanda, menjadi pembaca. aku bukan pembaca. aku bukan pembaca. aku bukan pembaca. aku tanda tanpa makna. aku makna tak bertanda. bacalah. bacalah tanda. bacalah makna. bacalah dirimu. baca. ab[a]dikan ia jadi teks semesta.
sebenarnya kembang tak butuh kelopak untuk bercinta. namun ia harus memilikinya, agar dapat menarik hati sang kumbang untuk bersedia mempertemukan pangeran benang sari dan sang putri putik menyatu.
alkisah setelah bumi dan langit lama terpisah, langit mencurahkan hujan sebagai bahasa kerinduan. setiap tetes rinainya menyampaikan salam kangen langit atas bumi. bumi membalas melambaikan tangan pepohonan. meniupkan nafas kehidupan.
--------------------------------------
+ sayang, hatiku hujan. kau?
- akulah hujan itu sayang.
sang malam berbisik kepadaku:
+ "maaf sayang, aku tak bisa membuat syair untukmu."
kujawab mantab:
- "sayang ketahuilah, aku tak butuh syair-syair lagi, karena bagiku kau adalah syair semesta yang paling indah."
:: si gila ::
ya Allah selamatkan setiap ikatan sematkan cintamu pada simpulnya. amien...
jangan mencoba meringkus kata dalam satu makna dan pula sebaliknya jangan memperkosa makna agar muncul ke permukaan. biarlah kata menjelajah makna-makna. biarlah makna yang menyingkapkan dirinya sendiri.

Aforisma Status Update [Part 7]

menyapa pagi yang sering membuatku meninggal[kan] tanya tentang mimpi dan kenangan yang kini hanya bisa benar-benar kukenang. sekarang kau tak [bisa] lagi membangunkanku untuk menyapa pagi.
terbata hamba mengeja katamu, glagepan hamba menadah grojokan ilmumu, tolong dikte hamba perlahan, tolong suap[i] hamba selukmatan-selukmatan. agar kalammu [habis] hamba telan, agar ilmumu [lengkap] hamba cercap.
tolong jangan sapih hamba dari ilmumu, jangan puas[a]kan hamba dari rahmatmu, hamba hilang arah dalam gersang, begitu banyak penthil-penthil setan yang menipu untuk hamba hisap, tolong hadapkan mulut hamba hanya tertuju ke susumu gusti, agar lenyap segala dahaga ini.
peluk hati ini hingga remuk, cium bibir kalbunya menembus lubb sukmanya, agar benih cintamu tertanam tumbuh menuai buah yang terbiaskan dalam setiap gerak badan. "menthili" cinta
bahkan untuk melompat anda harus mengambil ancang-ancang kebawah dahulu
untuk menendang bola dengan keras seorang pemain juga harus menarik kakinya mundur ke belakang terlebih dahulu.
yang saya sukai dari rumus permainan rubik yang diajarkan kepada saya adalah bagian finishingnya (magic way) dimana keteraturan berpadu dengan ketak-teraturan (chaos) membangun satu tujuan. dalam kehidupan tak jarang banyak rencana-rencana yang berbenturan dengan ketidak-pastian membentuk satu takdir yang telah ditentukan.
Malam memintaku mendaras namamu/ saat kueja, gemintang merasi parasmu/ rembulan mewarnainya dengan binar cahya/ sebelum akhirnya semua luruh ketika langit tak kuasa menahan rindu/ juga aku.
pagi buta mereka serentak menjejakkan kaki di mukaku/ tersungkur tak berdaya kesombongan hamba/ meski kosong, penuh hakikat/ isi tanpa berbuat/ mereka mengayuh asa/ aku terkapar durhaka/ merapal hampa.
yang saya sukai dari game plants vs zombie adalah tidak sekedar eksplorasi strategi+fighting+story, tetapi didalamnya juga ada insepsi pesan untuk lebih mencintai tumbuhan. salam go green
teks itu topeng. ia adalah wahana sang artis mencitrakan diri. disadari atau tidak, topeng itu terberi daya untuk mencipta topeng bagi dirinya sendiri. akhirnya pembaca punya persepsi yang berbeda-beda terhadapnya. jika semua adalah TEKS maka semuanya adalah TOPENG. dan ARTIS yang baik adalah dia yang pandai bermain TOPENG.
imaginasi kita terbatasi oleh imaginasi orang lain. hal itulah yang membuat dunia ini menjadi kongkrit dan nyata. [ternyata yang kita sebut nyata itu hasil kompromi antar imaginasi].
gusti, tangan kami buntung/ begitu berat beban kekhalifahanmu/ gusti, kami budheg/ ayat-ayatmu terlalu lirih berdalih/ gusti, kami picek/ iblismu yang eksotis telah menculek mata kami/ gusti, hati kami bodhol/ dunimu yang lezat kami untal bulat-bulat/ gusti, kami tersesat
Penyair kecewa kepada siang yang tak lagi memberinya ruang merangkai kata sayang. Malam juga tak menjanjikan tenang. Mata terlalu buram untuk mematahari. Muka terlalu pucat untuk mempurnama. Ah, selama pagi masih di timur, barat selalu setia menyambut senja, bayi belum menguban, binatang belum bisa adzan, kiamat tidak akan datang.
Jabat tangan. Mentahbiskan sesumbar, rasa lebih besar, kebanggaan, kenikmatan seksual atau tradisi feodal? Bukan. Ia meraba jejak, merasa tilas, mentransfer rasa juga pengetahuan. Aku memang tak menyentuh tangan itu. Tapi tangan itu benar-benar telah mencengkram hati juga sukmaku.
Aku hampir mencapai kesimpulan waktu itu tergerak oleh materi. Saat itu waktu menjadi meruang maka muncul teori relativitas Einstein. Kalau kita bergerak banyak dalam waktu yang meruang itu kita akan merasa waktu akan menjadi lebih cepat daripada ketika berdiam diri. Tapi ternyata ada premis lain dimana orang merasa belum berbuat apa-apa tapi waktu telah memenggalnya. Inilah salah satu hal yang membuatku gagal mencapai kesimpulan.
Kau bukan angin yang mengaduk mendung jadi hujan. Kau bukan coek yang menumbuk bumbu hingga halus. Mungkin kau ini blender yang mengaduk-aduk pikiran dan mengejuz hatiku
Aku tak pandai berenang, menyibak air mengayuhkan tangan. Kau bilang "bagaimana bisa kau nikmati surga padahal disana banyak kolam-kolam? Akan kuminta Tuhan agar mengeluarkanmu dari neraka untuk mengajariku berenang.
Kuminta kau untuk tetap tinggal. Bersama menanak nasi memasak lauk. melahap santap bersimbah peluh. Lalu tidur saling peluk. Tapi katamu "aku punya rumah tempat pulang, kutunggu datangmu di rumah keabadian."
If you don't see how luxurious a castle, it doesn't mean you're blind. You really have not eye when you close your eyes toward poor man
Memisuh itu butuh keberanian. Setidaknya keberanian mempertaruhkan wajah, keberanian terhadap apa yang kita pisuhi. Orang yang tak bisa misuh itu tidak selalu berarti dia sabar. Terkadang ia adalah seorang penakut. Maka dari itu saya teriakkan “gusti hamba ini benar-benar djancoookk...!!!!

Senin, 28 Maret 2011

Wajah [Perempuan] Malam

Malam meremang menjemput pagi

Bulan menyabit awan bagai rerumputan

Mesin-mesin lelah mendaras rutinitas

Dingin menyekap tubuh-tubuh setengah telanjang

Beralaskan tikar di atas trotoar dan emperan

Yang bersembunyi di balik selimut-selimut kumal

Meringkuk merapat ke dinding-dinding bangunan



Di satu bilik vila megah

Lentera memanggang laron-laron sesat

Si sundal membuang sandalnya lalu bergoyang sambal

Belasan, puluhan kertas-kertas berwarna kesumba

Berhamburan setelah membentur selakangnya

Lama ia mengerang dusta

Lalu ia jumputi tiap kertas-kertas kesumba yang terserak

tak peduli hasil jadah pezinah negara

ia selipkan kertas-kertas kesumba

diantara dada-dada pepayanya

agar dapat memeram bara duka di dalamnya



rumah tempat ia kembali mengelus buah hati

membagi kertas-kertas kesumba menjadi tiga

pertama untuk menyumbat perut keluarga

kedua untuk mereka yang lebih merana

ketiga bekal menghadap ke rumah-Nya



kembali air mata menyusup lembah pipi

ia langitkan pengakuan dosa dan doa

ia tanggalkan segala busana ruh dan badan

ia telanjang bulat di hadapan Tuhan.





27032011/22041432:1800

Balada Bangun Tidur


pagi buta seorang janda menanak keringat jadi nasi

menumbuk tulang hingga kram

demi tole semata wayang

buah cintanya dengan suami mendiang



tole bangun lee...

srengenge akan menyeringai

jika melihatmu masih memeluk bantal seperti sundal

bergegaslah meraup muka dan sembahyang

tuhan menantimu tersungkur bersyukur



tole, pergilah mengeja kalam

agar kau paham sasmita semesta alam

menyusu penthil-penthil tuhan

agar tercerap olehmu saripati kehidupan



siang menggarang hingga senja menjemput malam

oh si janda masih saja menanak keringat jadi nasi

menumbuk tulang hingga kram

demi anak lanang semata wayang



ia tolak pinangan setiap laki-laki

kilahnya bahteraku masih kuat berlayar hingga ke tepi

cintanya pada suami sehidup semati



Tole bangun lee...

srengenge akan menyeringai

jika melihatmu masih memeluk bantal seperti sundal

bergegaslah meraup muka dan sembahyang

tuhan menantimu tersungkur bersyukur



tole, pergilah menjemput rizki

otot-ototmu telah membesar

otakmu telah penuh pengetahuan

tole, kau sudah bujang

saatnya mencari sangu mengayuh kehidupan



rambut si janda telah menguban

ayu jelitanya sudah memudar

masih saja ia menanak keringat jadi nasi

menumbuk tulang hingga kram

demi anak lanang semata wayang



tole bangun lee...

srengenge akan menyeringai

jika melihatmu masih memeluk bantal seperti sundal

bergegaslah meraup muka dan sembahyang

tuhan menantimu tersungkur bersyukur



tole, usia emakmu sudah senja

sudah lelah menghirup nafas

kasihan bapakmu menunggu sampai pulas

kini gilaranmu bangunkan anakmu

setiap pagi sebelum srengenge menyeringai

sebelum hayat lepas dari badan



tole bangunlah lee..

srengenge telah benar-benar menyeringai

bumi lama telah musnah

kini berganti bumi yang bertanah perak

memanggang kaki-kaki yang berpijak

bangunlah mari meneduh bersama di padang mahsyar

tuhan menanti kita tersungkur bersyukur



25032011/20041432:1505

Senin, 07 Februari 2011

Tafsir Surat Al-Mursalat (ayat 46-50)

كُلُواْ وَتَمَتّعُواْ قَلِيلاً إِنّكُمْ مّجْرِمُونَ * وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لّلْمُكَذّبِينَ * وَإذَا قِيلَ لَهُمُ ارْكَعُواْ لاَ يَرْكَعُونَ * وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لّلْمُكَذّبِينَ * فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ *

46. (Dikatakan kepada orang-orang kafir): "Makanlah dan bersenang-senanglah kamu (di dunia dalam waktu) yang pendek; sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang berdosa."
47. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.
48. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Rukuklah, niscaya mereka tidak mau ruku'
49. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.
50. Maka kepada perkataan apakah sesudah Al Quran ini mereka akan beriman?

(كُلُواْ وَتَمَتّعُواْ قَلِيلاً إِنّكُمْ مّجْرِمُونَ)
Makan dan bersenang-senanglah, tapi sedikit saja. Menurut Zamakhsyari dalam ayat ini Allah bermaksud menghina para pendusta itu. Amr (perintah) dalam ayat ini bukan berfaedah tahdid (menggertak). Perintah ini lebih cocok berfaedah tahsiir dan takhsiir (celaan, ejekan/ penghinaan). Karena perintah tersebut jatuh setelah Allah memamerkan keadaan orang-orang muttaqiin yang berlimpah nikmat. Karena mereka merasa terhina tak satupun dari para pendusta itu yang melaksanakan perintah tersebut.
Bisa juga kalimat ayat ini menjadi kalam isti’naf (kalimat baru) yang terpisah dari khithob (tujuan pembicaraan/ kata ganti orang kedua) sebelumnya. Menurut yang menganut madzhab ini seperti Abu Hayyan dan Jalauddin al-Mahalli, khitob kallimat ditujukan kepada para pendusta di dunia. Jika demikian maka faedah amr dalam ayat ini boleh sebagai tahdid (gertakan) untuk para pendusta di alam dunia. Jika pada pendapat yang pertama tidak berlaku faedah tahdid adalah karena khitob-nya kepada para pendusta di akhirat dimana faedah tahdid ini tidak cocok untuk susunan dan tujuan kalimatnya. Makan dan bersenang-senanglah sebentar saja di dunia, setelah itu rasakanlah adzab yang pedih selama-lamanya di akhirat. Maka kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.

(وَإذَا قِيلَ لَهُمُ ارْكَعُواْ لاَ يَرْكَعُونَ)
Ketika mereka diperintah untuk ruku’, tunduk, merendahkan diri di hadapan Allah ‘azza wa jalla --dengan menerima kebenaran wahyu-Nya, mengikuti agama-Nya, dan meninggalkan kesombongan dan kecongkakan-- mereka tak mau. Mereka bersikukuh untuk tetap sombong dan congkak.
Wahbah Zuhaili menerangkan dalam tafsirnya bahwa dalam ilmu balaghah, ayat ini termasuk majaz mursal. Yang disebutkan secara sharih (jelas) rukuk tapi yang dimaksud adalah shalat. Ayat ini termasuk contoh dari ithlaqi al-juz wa iradati al-kull (menyebutkan suatu bagian dari apa yang sebenarnya dimaksudkan).
Muqatil mengatakan ayat ini turun berkenaan dengan kaum Tsaqif. Mereka berkata kepada Rasulullah SAW “kami meninggalkan shalat, kami tidak (mau) jungkir balik --jengkang-jengking- bhs jawa-- (rukuk sujud - sujud rukuk), karena itu hanya menjadi bahan umpatan dan olok-olok bagi kami.” Maka Rasul bersabda “tidak ada kebaikan dalam (menjalankan) agama yang di dalamnya tidak ada rukuk dan sujud. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud dan Thabrani.
Menurut Ibnu Abbas sebagaimana yang dikutip al-Alusi dalam tafsir al-Munir, perintah itu ditujukan pula pada para pendusta di hari kiamat. Amr-nya berfaedah lil wujuub (keharusan). Mereka disuruh harus rukuk dan sujud, namun mereka tak mampu karena sebelumnya mereka tak pernah melakukan sujud dan rukuk sewaktu di dunia. Maka kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Mendustakan dan tak mau tunduk ketika diperintahkan untuk tunduk.

(فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ)
Para mufassir sepakat bahwa maksud lafadz “حَدِيثٍ” disini adalah al-qur’an. Penggunaan lafadz ba’da (setelah), menurut al-Alusi menunjukkan keterpautan tingkatan al-qur’an atas kitab-kitab lainnya. Tidak ada perkataan atau berita yang lebih berhak dipercayai mengalahkan al-qur’an. Kata yu’minun (beriman/ percaya) juga ditafsiri yushaddiquun (membenarkan). Surat ini ditutup dengan ayat yang mengungkapkan ekspresi keheranan atas para pendusta itu. Bisa-bisanya mereka tak mempercayai (membenarkan) al-qur’an yang benar-benar telah terbukti kebenaran hujjah-nya. Kalau tidak kepada al-qur’an kepada perkataan (berita) apa lagi sesudahnya yang akan mereka percayai dan benarkan?

Tafsir ijmali
Pada kelompok terakhir dari rangkaian ayat-ayat dalam surat al-mursalat ini Allah seakan-akan membiarkan para pendusta sejenak bersenang-senang sebentar di alam dunia. Namun setelah itu Dia akan menyiksa mereka selama-lamanya di akhirat. Karena ketika diperintahkan untuk tunduk dengan menerima kebenaran wahyu, mereka enggan dan sombong. Maka kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Kemudian surat ini ditutup dengan ayat yang mengekspresikan keheranan atas pendustaan mereka terhadap (berita-berita) al-qur’an yang sudah terbukti kebenarannya. Lalu kepada perkataan (berita) apalagi setelah al-qur’an yang akan mereka percayai?

WaLlahu a’lam…

Tafsir Surat Al-Mursalat (ayat 41-45)

إِنّ الْمُتّقِينَ فِي ظِلاَلٍ وَعُيُونٍ * وَفَوَاكِهَ مِمّا يَشْتَهُونَ * كُلُواْ وَاشْرَبُواْ هَنِيـَئاً بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ * إِنّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ * وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لّلْمُكَذّبِينَ *

41. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam naungan (yang teduh) dan (di sekitar) mata-mata air.
42. Dan (mendapat) buah-buahan dari (macam-macam) yang mereka ingini.
43. (Dikatakan kepada mereka): "Makan dan minumlah kamu dengan enak karena apa yang telah kamu kerjakan."
44. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
45. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.


(إِنّ الْمُتّقِينَ فِي ظِلاَلٍ وَعُيُونٍ)
Al-Alusi memasukkan orang-orang mu’min yang maksiat ke dalam golongan muttaqin. Alasannya karena posisi ayat ini dimaksudkan sebagai perbandingan terhadap orang-orang yang mendustakan. Lafadz “ظِلاَلٍ” (naungan/ bayangan) digunakan untuk menyebut tempat dimana sinar matahari tak bisa sampai kepadanya. Maka maknanya lebih umum daripada “الفيء” (gelap) yang hanya digunakan untuk menyebut tempat dimana matahari tak terlihat. Menurut al-Tsa’labi dan Jalaluddin al-Mahalli, penggunaan kata zhilaal adalah untuk menggambarkan betapa lebatnya pepohonan-pepohonan yang menaungi orang-orang yang bertakwa sehingga mereka terhindar dari panas.
(إِنّ الْمُتّقِينَ فِي ظِلاَلٍ وَعُيُونٍ * وَفَوَاكِهَ مِمّا يَشْتَهُونَ *) susunan ayat-ayat tersebut dalam ilmu balaghah disebut saja’ murasha’, yakni kesesuaian bunyi akhir dari dua atau lebih kalimat yang terpisah. Kata “يَشْتَهُونَ” menunjukkan bahwa disana orang yang bertakwa mendapatkan apa saja yang mereka inginkan, tidak seperti kenikmatan di dunia yang hanya bisa diperoleh dari apa yang biasa ditemukan.

(كُلُواْ وَاشْرَبُواْ هَنِيـَئاً بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ)
Mereka dipersilahkan makan dari pepohonan dan buah-buahan, juga minum dari mata air yang mengalir di sekitar pepohonan tersebut. Kenikmatan ini adalah balasan atas keimanan dan amal-amal shalih lainnya yang mereka kerjakan sewaktu di dunia.

(إِنّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ)
Penggunaan kata muhsinin bermaksud untuk memuji orang-orang yang bertakwa (muttaqiin) atas kebaikan mereka. Seperti itulah Allah akan membalas amal perbuatan orang-orang-orang yang bertakwa. Allah tak akan menyia-nyiakan amal perbuatan mereka.

Ibnu “Arabi juga memberi tafsir sufistik atas keompok ayat ini sebagai pembanding terhadap rangkaian ayat sebelumnya. Dia menuturkan “sesungguhnya orang muttaqiin --mereka yang bersih (membersihkan diri) dari sifat-sifat nafsu dan segala bentuk konsekuensi amal (pahala-dosa, pen.), mereka yang terlepas dan terbebas dari semua itu-- berada di dalam naungan sifat-sifat ilahiyah. Mereka juga berada pada sumber pengetahuan (‘ulum), kemakrifatan (ma’arif), hikmah (hikam), dan hakikat (haqa’iq). Semua itu mereka dapatkan dari hasil tajalli (pengejawantahan) sifat-sifat Tuhan dalam diri mereka. Maka disediakan bagi mereka juga buah-buah mahabbah (percintaan) dan mudrikaat (ekstase dalam pengalaman spiritual) berdasarkan keinginan dan kehendak mereka kapanpun mereka mau. Mereka dipersilahkan menyantap buah-buah itu dan mereguk semua mata air (sumber) tersebut. Santap dan reguklah dengan senikmat-nikmatnya sebagai balasan atas amal-amal suci dan riyadhah kalbu yang kalian lakukan. Seperti itulah Allah membalas muhsinin (orang-orang yang berihsan) yang menyembah Allah dalam maqam musyahadah (penyaksian) terhadap sifat-sifat dan dzat-Nya. (mengingat (sabda Nabi) ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan kau melihat/ menyaksikan-Nya).”

Tafsir ijmali
Dalam ayat ini Allah memamerkan keadaan orang-orang bertakwa di hari kiamat. Mereka terhindar dari panasnya api neraka dan disediakan makanan dan minuman apapun yang mereka inginkan. Kenikmatan-kenikmatan tersebut adalah balasan dari Allah atas amal-amal shalih mereka ketika di dunia. Dengan demikian semakin tersiksalah batin dan mental kaum kafir melihat perlakuan Allah terhadap mereka. Maka kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Mendustakan apa yang telah Allah kabarkan ini.

Tafsir Al-Mursalat (ayat 35-40)

هَـَذَا يَوْمُ لاَ يَنطِقُونَ * وَلاَ يُؤْذَنُ لَهُمْ فَيَعْتَذِرُونَ * وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لّلْمُكَذّبِينَ * هَـَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ جَمَعْنَاكُمْ وَالأوّلِينَ * فَإِن كَانَ لَكمُ كَيْدٌ فَكِيدُونِ * وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لّلْمُكَذّبِينَ *


35. Ini adalah hari, yang mereka tidak dapat berbicara (pada hari itu),
36. dan tidak diizinkan kepada mereka minta uzur sehingga mereka (dapat) minta uzur.
37. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.
38. Ini adalah hari keputusan; (pada hari ini) Kami mengumpulkan kamu dan orang-orang terdahulu.
39. Jika kamu mempunyai tipu daya, maka lakukanlah tipu dayamu itu terhadap-Ku.
40. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.


(هَـَذَا يَوْمُ لاَ يَنطِقُونَ)
Pada hari itu mereka tidak bisa berbicara apapun. Mereka terdiam melihat dahsyatnya hari kiamat. Dengan menarik Al-Thabari mengajukan pertanyaan dengan menghadapkan ayat lain dari al-qur’an yang seolah paradoks dengan ayat ini, “lalu bagaimana dengan ayat al-qur’an yang menerangkan bahwa penghuni neraka berkata (رَبّنا أخْرِجْنا مِنْها) “Tuhan keluarkanlah kami darinya (neraka)” dan ucapan mereka (رَبّنا أَمَتّنا اثْنَتَينِ وأحْيَيْتَنا اثْنَتَين) “Tuhan matikanlah kami dua kali dan hidupkan kami dua kali”? Maka jawabnya adalah bahwa mereka tidak bisa berbicara hanya pada saat-saat tertentu saja, tidak selama-lamanya. Bisa juga dimaknai Allah menjadikan pembicaraan mereka itu sama seperti mereka tak berbicara. Karena pembicaraan mereka tak lagi didengar dan bermanfaat sebagaimana dituturkan oleh Zamakhsyari dan al-Alusi.

(وَلاَ يُؤْذَنُ لَهُمْ فَيَعْتَذِرُونَ)
Mengenai lafadz “وَلاَ يُؤْذَنُ” (mereka tak diizinkan), al-Alusi mengutip dua pendapat. Pertama, mereka tak diizinkan berkata-kata sama sekali. Kedua, mereka tak diizinkan beralasan (mengajukan ‘udzur). Sedangkan pada lafadz (فَيَعْتَذِرُونَ) para ulama sepakat menjadikannya ‘athaf dari lafadz (وَلاَ يُؤْذَنُ). Maka maknannya menjadi mereka tidak diizinkan (berbicara/ beralasan/udzur) dan mereka tak dapat untuk mengajukan alasan atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Bahkan para ulama melarang membacanya nashab sebagai tarkib jawab. Hal ini bermaksud agar kalam itu berfaidah tidak adanya pengajuan udzur/ alasan secara mutlak. Artinya mereka memang tidak punya alasan atas dosa-dosa mereka dan (sehingga) mereka tak dapat mengajukan alasan. Hal ini juga untuk menghindari anggapan bahwa mereka tidak mengajukan udzur/ alasan adalah karena tidak adanya izin kepada mereka. Sehingga tidak ada asumsi bahwa mereka sebenarnya punya udzur atas dosa-dosa mereka, tetapi karena tidak diizinkan mereka tidak dapat mengajukan udzurnya tersebut.

(هَـَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ جَمَعْنَاكُمْ وَالأوّلِينَ)
Hari ini adalah hari pemisahan. Pemisahan antara orang-orang yang beruntung dan orang-orang yang celaka. Ada pula yang mengatakan pemisahan antara para Nabi dan umatnya. Allah mengumpulkan manusia menjadi satu dari umat yang terdahulu sampai umat akhir zaman dalam padang mahsyar.

(فَإِن كَانَ لَكمُ كَيْدٌ فَكِيدُونِ)
Dalam ayat ini Allah menantang orang-orang kafir. Mengingat berita tentang hari kiamat yang mereka dustakan sudah mereka dengar sejak di dunia, maka apabila mereka mempunyai tipu daya yang telah mereka persiapkan agar selamat dari siksaan pada hari ini lakukanlah sekarang juga. Ayat tersebut juga dapat berfaedah taqri’ (gertakan), tahqir (ejekan), takhjiil ( ), ta’jiiz (menunjukkan kelemahan dan ketidak berdayaan), taubikh (mempertanyakan kembali kesombongan mereka ketika di dunia).

Tafsir ijmali
Kelompok ayat ini menggambarkan keadaan orang-orang kafir pada saat mereka melihat dan menghadapi siksaan pada hari kiamat. Mereka terdiam tak bisa berkata sama sekali akibat dahsyatnya keadaan hari kiamat dan siksaan yang akan mereka terima. Mereka tak bisa beralasan lagi atas dosa-dosa yang mereka perbuat. Pada hari itu juga Allah mengumpulkan semua umat manusia dari zaman terdahulu sampai umat akhir zaman. Mereka dipisahklan berdasarkan yang beruntung dan celaka. Kemudian Allah menantang orang kafir untuk melaksanakan tipu daya bila mereka sudah punya tipu daya agar selamat dari siksaan tersebut. Maka kecelakaan besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Mendustakan berita ini.

Tafsir Surat Al-Mursalat (ayat 29-34)

انطَلِقُوَاْ إِلَىَ مَا كُنتُمْ بِهِ تُكَذّبُونَ * انطَلِقُوَاْ إِلَىَ ظِلّ ذِي ثَلاَثِ شُعَبٍ * لاّ ظَلِيلٍ وَلاَ يُغْنِي مِنَ اللّهَبِ * إِنّهَا تَرْمِي بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِ * كَأَنّهُ جِمَالَةٌ صُفْرٌ * وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لّلْمُكَذّبِينَ *

29. (Dikatakan kepada mereka pada hari kiamat): "Pergilah kamu mendapatkan azab yang dahulunya kamu mendustakannya.
30. Pergilah kamu mendapatkan naungan yang mempunyai tiga cabang.
31. yang tidak melindungi dan tidak pula menolak nyala api neraka."
32. Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana.
33. Seolah-olah ia iringan unta yang kuning
34. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.

Tafsir lughawi
Jumhur ulama sepakat bahwa lafadz (انطَلِقُوَاْ) yang kedua berfaedah untuk mengulang (takrir‏) perintah yang pertama. Namun Rawis meriwayatkan dari Ya’kub, lafadz (انطَلقُوَاْ) yang kedua, lamnya dibaca fathah menjadi fi’l madhi sebagaimana dikutip al-Mawardi. Zamkhsyari menyimpulkkan jika lafadz tersebut berupa fi’l madhi maka ayat tersebut berarti mengabarkan perbuatan mereka setelah diperintah untuk pergi kepada adzab yang dahulu mereka dustakan.
“ظِلّ ذِي ثَلاَثِ شُعَبٍ” (naungan yang bercabang tiga). Jalaludin al-Mahalli menafsirkan naungan (ظِلّ) sebagai asap yang bercabang tiga disebabkan saking besarnya asap itu. Al-Alusi menyebutkan cabang-cabang dari asap tersebut mengepung orang kafir, satu diatas mereka, yang lain di kanan dan kiri mereka. Ia melanjutkan, asap tersebut bercabang tiga karena mereka mendustakan tiga hal. Pendustaaan yang secara jelas dimaksudkan dalam ayat itu adalah mendustakan adzab, yang sebenarnya mengandung pendustaan pula kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Ada penafsiran sufistik yang menarik mengenai naungan/bayangan (ظِلّ ) ini. Sebagaimana yang diterangkan Ibnu ‘Arabi dalam tafsirnya, (ظِلّ) dalam ayat ini berarti bayangan/ naungan dari pohon zaqqum. Ia adalah nafsu tercela dan terlaknat yang ada dalam diri manusia. Jika nafs (hati) ini telah terhijab oleh sifat-sifatnya (zaqquum) dan terputus dari nur al-wahdah (nur tauhid/ penyatuan) sebab gelapnya entitas zaqqum, maka tercemarlah manusia oleh kotoran yang tumbuh dan berkembang dalam neraka karakter (tabiat)-nya. Neraka tabiat yang mempunyai tiga cabang hawa nafsu, bahimiyah (kebinatangan), sabu’iyyah (keliaran/ kebuasan), dan syaithaniyyah (nafsu syetan).
Penggunaan kata (ظِلّ) juga menunjukkan bahwa mereka mengira bahwa bayang-bayang tersebut akan meneduhkan dan menyelamatkan mereka dari panasnya neraka. Namun kenyataannya tidak seperti yang mereka inginkan. Karena ternyata bayang-bayang itu adalah asap neraka yang maha panas. Alih-alih melindungi dan menduhkan, asap tersebut justru semakin menyiksa mereka sebagaimana digambarkan pada ayat selanjutnya.
(اللّهَبِ) adalah bagian dari api yang keatas ketika api sedang berkobar (lidah api). Ia bisa berwarna merah, kuning atau hijau.
(بِشَرَرٍ) adalah apa yang terbang (memercik) dan terpisah dari api (percikan api). Dalam ilmu balaghah kalimat (بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِ) termasuk tasybih mursal mujmal karena nilai kesamaan dari dua benda tidak disebutkan. Dalam ayat tersebut langsung menyebutkan bahwa percikan api neraka diumpamakan seperti istana atau gedung. Nilai kesamaannya adalah dalam hal besar dan tingginya. Percikan api yang besar seringkali disebut bunga api.
(جِمَالَةٌ صُفْرٌ) banyak ulama sepakat bahwa lafadz (جِمَالَةٌ) adalah bentuk jama’ dari (جمَلَ). Wahbah Zuhaili mengatakan boleh juga dibaca (جمالات) bentuk jama’nya dari (جِمَالَةٌ), maka ia menjadi jam’ul jama’. Al-Mawardi dalam tafsirnya menyebutkan dua alasan kenapa dinamakan (جمالات). Pertama karena kecepatan percikan api tersebut. Kedua karena percikan api itu selalu disusul dengan percikan api berikutnya, dan seterusnya begitu. Kalimat (كَأَنّهُ جِمَالَةٌ صُفْرٌ) termasuk tasybih mursal mufashol. Bunga api tadi diserupakan seperti iringan unta kuning. Nilai kesamaan antara keduanya adalah terletak pada besarnya, tingginya dan warnanya.

Tafsir ijmali
Setelah menyebutkan nikmat-nikmat-Nya dan hujjah yang Dia ajukan untuk menggugat kaum kafir, Allah memerintahkan mereka untuk merasakan adzab yang dahulu mereka dustakan. Mereka digiring menuju sebuah naungan bercabang tiga yang mereka kira dapat meneduhkan dan melindungi mereka dari panas api neraka. Namun ternyata naungan tersebut adalah asap api neraka yang mengepung mereka sehingga membuat mereka semakin tersiksa. Maka kecelakaan besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Mendustakan akan adanya adzab, Allah dan rasul-Nya.

Tafsir Surat Al-Mursalat (ayat 25-28)

بسم الله الرحمن الرحيم

أَلَمْ نَجْعَلِ الأرْضَ كِفَاتاً * أَحْيَآءً وَأَمْواتاً * وَجَعَلْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ شَامِخَاتٍ وَأَسْقَيْنَاكُم مّآءً فُرَاتاً * وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لّلْمُكَذّبِينَ *

25. Bukankah Kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul?
26. Orang-orang hidup dan orang-orang mati?
27. Dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi, dan beri Kami minum kamu dengan air tawar?
28. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.

Tafsir lughawi
Banyak ulama yang memberi makna lafadz (كِفَاتاً) sama dengan (ضامة/جامعة) yang berarti yang mengumpulkan. Atau bermakna (الوعاء) yakni wadah. Maksudnya, bumi adalah wadah atau tempat berkumpulnya orang-orang hidup dan mati. orang yang hidup berjalan di atasnya sedang yang mati terkubur di dalammnya, sebagaimana yang dikatakan Qatadah, al-Syu’bi, al-Mahalli dan muffassir lain. Zamakhsyari mengatakan bahwa tidak hanya sebatas manusia yang hidup dan mati saja. Karena lafadz (أَحْيَآءً وَأَمْواتاً) berupa ism nakiroh sehingga maknanya pun umum. Senada dengan apa yang dikutip al-Mawardi dari salah satu qaulnya Mujahid, ayat tersebut bisa juga berarti tumbuh-tumbuhan dan bangkai-bangkai lainnya.
(رَوَاسِيَ شَامِخَاتٍ) para mufasir sepakat memberinya makna gunung yang tinggi. Zamakhsyari berkata penggunaan ism nakiroh pada (رَوَاسِيَ شَامِخَاتٍ) dan (مّآءً فُرَاتا) berfaedah tab’idh (menyebutkan sebagiannya saja). Karena di langit terdapat gunung-gunung -sebagaimana disebutkan surat al-Nur (24): 43- dan air tawar pula.
Dalam segi hukum, berdasarkan ayat ini para ulama beristimbath bahwa hukum menguburkan mayit adalah wajib. Ulama Syafi’iyah juga mendasarkan ayat ini sebagai dalil potong tangan bagi pencuri kain kafan mayit yang sudah dikubur.

Tafsir Ijmali
Setelah memperingatkan dan menakut-nakuti orang kafir dengan keadaan kiamat, menyiksa mereka sebagaimana umat-umat pendusta yang terdahulu, dalam ayat ini Allah memperlihatkan contoh kenikmatan-kenikmatan yang telah Dia curahkan kepada mereka tapi mereka mengingkari dan mendustakannya. Allah mengingatkan betapa banyaknya Allah melimpahkan anugrah-Nya, namun kenapa juga mereka masih mendustakan keberadaan-Nya?

Senin, 24 Januari 2011

aforisme status update part 6


demi mentari pagi yang menghangatkan sisa dinginnya malam sunyi.
sungguh dia tidak meninggalkanmu apalagi membencimu.
dan yakinlah bahwa yang kekal itu pasti lebih baik.
bukankah ketika kau sendirian dia yang menemanimu?
ia juga yang menunjukkanmu saat kau tersesat
dia bahkan mencukupimu saat kau serba kekurangan.
dia hanya ingin kau menemani mereka yang kesepian
tidak menghardik mereka yang kekurangan
untuk berbagi atas apa yang pernah kau dapatkan darinya.

(sepenggal pesan bidadari)



aku melihat hadirmu dalam setiap warna-warni kehidupan. bagaimana mereka tak menyucikan-Mu, meski diam pun mereka tetap meneriakkan keagungan-Mu karena adanya mereka telah cukup mentasbihkan ke-Akbaran-Mu.

pada kenyataannya ada 1:a=a dan a tidak harus satu. ini adalah rumus berbagi. sehingga setiap pembagi bisa merasakan semua yang dimiliki penyebut tanpa mengurangi apa yang penyebut miliki. contoh riilnya adalah sistem upload dan download

menyerahkan diri diterpa suara kebenaran. aku ragu kita tak kunjung bertemu, aku takut jangan-jangan kau tak wujud, atawa aku yang terselubung gelap ego yang bersekat-sekat tanpa sedikit caya kesadaran mengurai adamu.

tak ada teriak memekak bahkan sekedar sendu mengisak, mesin-mesin lelah mendaras rutinitas, dengkur-dengkur pun malu keluar, senyap kali ini begitu menyekap erat, memeluk membungkus dingin hati yang kian menggigil, tiap kelebat bayangmu memaksa memeras kelenjar untuk menitikkan tetesnya. aku tak tahan merindukanmu.

semenjak bising tak lagi ramai semenjak hening kian menggebyar sejak kata tak lagi menyapa sejak diam sungguh membahasa ketika itu aku tak bisa tahu bahwa kamu tidak ada

طاَلَماَ أَكْتُمُ عِشْقِي أَيْنَمَا جَاءَتْ بِدَوَاءِ قَلْبِيْ فَاهْتَرَبَتْ مُصِيْبَاتُ جَنَانِيْ

jika kau lihat aku menangis itu bukan karena rasa sakit yang kuderita, namun karena aku membayangkan kesakitan yang lebih sakit yang dulu pernah ia rasakan.

dalam hatiku cahyamu menggema-memantul berulang-ulang tak bisa keluar meruntuhkan dinding-dinding kesadaran hingga hilang adaku terlebur cahyamu oh andai cahyamu akhirnya membias kepada mereka...

cinta dan perpisahan itu bukan dua hal yang harus dipermusuhkan.

ku-uploadkan segala ibadahku (meski tak banyak) dan kupersilah kan siapa saja untuk men-download pahalanya :)

meski kau tak tahu dan aku pun sepertinya tak mau [kau] tahu sungguh setiap getar mataku mendoakanmu.

setiap entitas (yang mewujud) memiliki peran tersendiri dalam kesatuan realitas universal.

dimanakah letak ujung bumi paling timur, sehingga ia merasakan pagi pertama kali? dimanakah ujung bumi paling barat, sehingga ia adalah bagian bumi terakhir yang merasakan malam? lalu siapakah yang memegang kuasa untuk mengklaim atas penamaan hari, bulan dan tahun? sehingga pengaturan waktu dunia ada di tangannya? yang kutahu kaulah yang menguasi sadarku untuk selalu merindu.

kembali buram mengikis sebagian dosa

naik mengangkat beban, turun menahan beban, diam menjadi beban

kadang-kadang aku merasa sangat muak sekali dengan diriku sendiri tetapi di lain waktu aku bisa begitu jatuh cinta kepadanya.

biarlah kuusap pusar sadarmu, kukecup saripati rasamu, kujamah setiap napak tilas jejakmu, kuhirup getir-hangat nafasmu, biarlah aku menjadi keris yang manjing kedalammu, warangkaku.

tersedak air mata saat tiba-tiba tersadar dari pertemuan tak terduga denganmu di kedalaman bawah sana. lalu pendengaran dan suaraku menyatu mendengar dan membisikkan "betapa aku sungguh merindukanmu."

setiap getaran dari kulit-kulit kering terentang mengajariku tentang makrifat setiap hentakan bunyinya adalah gelombang berakselerasi yang menuntunku menyingkap hijab-hijab tajaliyyah-Nya bilamanakah mungkin indra kuasa bertahan menerima ketelanjangan-Nya selain pasti akan binasa kedalam-Nya (sakaw spiritual)

Sesekali ingin kubaringkan tubuh di atas tanah telanjang tanpa alas. Membiarkan kulit badan bersentuhan langsung dengan induknya. bernostalgia dan bercengkrama menggerus ego dan keangkuhan. Sementara sang hati dapat bebas meluncur terhambur menguntal jagad.

wahai sang induk dari segala induk dekaplah diriku dalam hangat kasihmu kusambut kau dengan rentangan rindu.

ketika kata tak mampu lagi mengungkap bahasa, maka keheningan melebihi segalanya

atas ketidak berdayaanku maafkanlah aku. engkaulah yang maha berdaya.

salam, salam, salam. ramadhan menjelang. kami disini akan berpuasa. menahan apa yang tak tertahan. kerakusan, kebrutalan, kecongkakan, kebinatangan, kemanusiawian. katanya untuk berakhlak tuhan. salam, salam selamat berpesta menyantap daging-daging doa, menyeruput segar luapan air mata. salam ziarah.

sungguh hening itu lebih luas dan mutlak dari sekedar seluas-luasnya ruang. dan ketika mata terbelalak aku kembali terperosok pada batas-batas luas yang mereka bangun.

kini aku dapat merasakan apa yang mungkin dulu kau selalu rasakan setiap malam meremang. mengusap anak-anakmu yang tidur pulas, dengan harap dan cemas yang berkecamuk dalam kalbu. lalu beribu doa meluncur dari ruang hatimu bekejar-kejaran dengan air mata yg meleleh deras dari mata cantikmu. salam rindu dariku untukmu.

Kulihat ronamu meredup terhijab bahak tawa, aku rindu raut teduh mukamu berlinang dosa. Tiap tetesnya meleburkan gelap mencahya binar purnama. Kapan kau kembali bersenandung mengeja kidungku?

Kutilang atau apalah, mengerjap mataku menatap kepak sayap bertebar membelah udara. Membelai halus sukma menghentak benak, untuk apa ia sesekali merentangkan kedua sayapnya tanpa kepak. Setidaknya bagiku itu telah memukau kalbu.

mereguk kenikmatan ilusi. dikejar maut dalam petualangan ilusi. hingga matinya pun sekedar maya. namun ilusi yang paling indah adalah saat kau menjengukku. maka ilusi itu akan berasa sangat nyata.

"jangankan Tuhan, iblis pun sayang dan terpesona kepada dan olehmu. tak percaya? buktinya mereka memperebutkanmu." kata nafsu kepada kalbu.

tadi entah kenapa badan bisa bergidik agak keras dibanding sebelumnya. bukan karena jijik seperti biasanya entah apakah karena berbarengan dengan sedikit getar yang padahal mungkin masih dibawah 20khz sehingga tak terdengar oleh telinga, tepatnya dibalik dada ini. namun kering mengejan yang kini sering kutelan.

apa kabar rindu? lama tak singgah sejenak menengok lelap. ini kukirim rangkaian uban yang ternyata telah mulai bercokol di kepalaku. ah pasti ubanmu telah menghitam kembali. ya semoga lebih hitam memekat dan memikat biarlah nanti ubanku bersinar terang mengenang tiap untaian uban yang pernah kucabut dari indah mustakamu.

langit, bumi dan gunung-gunung pun enggan mnerima beban kekhalifahan. bagaimana bisa manusia yang bodoh dan lalim ini dengan pongah menyerobotnya. kapan dia menawarkan kepadaku? aku masih lupa tentang perjanjian nirwaktu itu. bahkan dejavu yangg sering kualami belum sempat menjamah batas kesadaran tentangnya. allahumma j'alnaa mimman yadzkuru qaulanaa 'balaa syahidnaa.' amien

aforisme status update (part 5)


seorang pelupa berkata 'saya lupa sejak kapan saya mulai lupa, parahnya saya terkadang juga lupa kalau saya ini pelupa, maka lupakanlah perkataan saya ini karena saya juga lupa pernah mengatakannya. jadi kapan kamu membayar hutangmu? ah hampir lupa saya menagihnya, soalnya saya lupa kalau saya berpura-pura menjadi pelupa.' (bangsa yg mengidap lupa pada stadium ...(maaf lupa))

ia memang tak setegak alif. tapi kuharap ia bisa bersifat hanif.

mendadak jagad raya diam tercekat menyaksikan seorang anak terhuyung menggendong emaknya

allahku... ah punya hak apa aku sehingga berani mengklaim bahwa dirimu milikku? yang benar aku milikmu apakah bisa dikatakan sebuah mobil itu memiliki tuan-nya karena biasanya kata milik itu identik dengan kekuasaan dan penguasaan sang pemilik kepada yang dimilikinya. entah apakah bisa dibalik dengan silogisme atau bentuk logika lainnya hal yang semacam ini? karena pada kenyataanya aku sering tak mentaatati titahmu.

oh malamku meremang tanpa bintang, menggulita tanpa cahya. namun seulas senyummu melelapkanku terbuai mimpi.

Ia mencari suara lirih yang mungkin sedang menyenandungkan kidung surga di pojok kamarnya. Pikiran ini merekam setiap dengung suaranya dan meng-capture setiap gurat lekuk parasnya, juga merasakan degup jantungnya, siapa tahu terselip sekelebat namaku di sana.

menggembok kunci. membakar api. mengguyur hujan.menyembah sembah. menyiakan sia.

bocah-bocah bergunjing berisik mengusik nilai-nilai moral dan kemapanan sementara bapak-bapak mereka berebut darah, menegakkan bendera. (menyelesaikan sepenggal kalimat yang sempat terseok di Balekambang, Tirtonadi)

kuuikirkan untukmu pagi tadi sebait rindu di ujung mimpi. sudah terbacakah olehmu?ambillah ia di sela-sela embun yang menggelayut mesra di lentik daun bunga matahari.

maaf belum sempat kuseka kedua sudut matamu yang selalu menitikkan harapan dan kecemasan saat mendoakanku.

tarian sejuta cahya... aurora, masih saja engkau memukau mempesona. bagaimana tidak? berlaksa-laksa keindahan Tuhan menitis dalam jelma cahyamu. andai dapat kupungut dan kugenggam sepijar saja... sekedar menerangi kelam derita negeriku. agar ia bisa kembali berpendar menebar senyum kebahagiaan. bolehkah?

'tidak' tidak akan selalu sama dengan 'bukan.' pada kondisi tertentu ia mengada dan lebih tegas tanpa bisa digantikan oleh bukan. maka dialah negasi sejati bukan 'bukan' bukan?

jika aku mengingat lambaian tanganmu, ternyata sungguh menyesakkan dada.

sungguh aku masih dan selalu menginginkan bagaimana indah dan nikmatnya terhanyut tanpa daya dalam dahsyat pusarannya yang membinasakan. oh binasakan adaku, sadarku terlarut dalam pusaranmu

"kuhancurkan sangkar ego. luluh lantaklah semua hasrat. kutebar semua rahasia dosa. kusebarkan virus-virus cinta dalam udara kehidupan. kupaksa mereka menghirup kamuflse kesengsaraan."

tak pernahkah kau berfikir tentang kebahagiaan. kesedihan tak lain hanyalah ketiadaan akan ia. carilah jejak-jejak rasa dalam hidupmu. sedihmu ternyata hanya bagian dari sekelebat ego. napak tilas langkahmu tak pernah berhenti menghantuimu. jika tak segera membunuhnya kau akan terabsen dari ketidaksedihan.

miliki hati yang menyamudra sehingga bahkan bangkai-bangkai dengki, iri, fitnah, hujatan, cercaan, celaan jenis apapun dan darimana pun takkan mampu walau hanya sekedar mengeruhkan, apalagi menajiskan. maka ia akan tetap memancarkan kesucia dari dasar lubbnya hingga kulit kalbunya. berhati-hatilah dalam menghati-hati hati.

menurut matahari malam telah hilang. namun rembulan masih ingin berpose menarikan cahya dalam pekat. milik siapakah pekat? mesti kutanya kau nanti jika meraba mimpi. karena dalam pekat hatiku kau menari anteng sekali. selamat bermimpi kasih. biarlah matahari dan rembulan berebut pagi dan malam. dan kau tetap menari tanpa kenal malam dan pagi.

sejak kapan engkau berpenghuni sepi? siapa yang tak sopan berani menyergapkan sepi bersinggasana dalam tahta hatimu? sudahkah kuwanti-wantikan kepadamu untuk mengendalikan kesenyapan dan kesendirian agar tidak menjadi kesepian? sehingga ia hanya boleh diduduki oleh pangeran keheningan. (sesaat menengok peradaban hati ketika ia telah lelah merindu)

sebenarnya aku ingin segera melihat cahayamu berpendar menghajar pongahnya sinar kunang-kunang yang angkuh dalam keremangan. maaf bukan menghajar, hanya memberi mereka cahaya yang lebih terang. karena aku tahu cahaya tidak kasar seperti halnya sinar. namun aku harus tetap sabar menanti hinggat kau menebarkan cahaya. ya cahaya cinta

wahai yang tersesat dalam peradaban rindu... wahai yang menyesatkannya dalam kerinduan... wahai yang menyesatkan rindu wahai yang merindukan kesesatan wahai rindu yang menyesatkan wahai sesat yang merindukan. wahai rindu wahai sesat..apakah kalian saling merindukan? apakah kalian saling menyesatkan?

di batas benang tipis antara sadar dan tidakku aku melihat mereka meneriakkan namamu sementara aku tercekat membisu. hanya saja geletar dzikir mereka mampu menerbangkan sukmaku menghambur kepadamu.

tiba-tiba langit berduka mendesahkan kegetirannya. curahnya menebas kerentaan tanah-tanah lemah. seekor burung yang tersesat berteduh sesaat dalam rerimbunan dahan pohon. mataku menyisir rintik-rintik air hujan. siapa tahu kau menyisipkan salam rindumu di sela-sela rinainya.

saat kenangan-kenangan bersamamu tiba-tiba menyeruak di antara galau resahku, sungguh seketika itu aku benar-benar sakaw merindu.

terkadang aku merasakan mimpiku itu kasunyatan dan kenyataan dalam hidupku berlalu seperti mimpi. terkadang aku juga mempertanyakan kasunyatan bahwa jangan-jangan ia juga adalah mimpi panjang yang aku tersesat di dalamnya. tolong bangunkanlah aku dari mimpi-mimpi ini agar aku dapat merasakan bagaimana kehidupan hakiki tanpa mimpi-mimpi.

mungkin memang engkau tak butuh alif untuk sekedar menegakkan namamu. engkau sudah benar-benar maha bernama yang merajai nama-nama dan menamai yang tak punya nama sebelumnya sehingga mereka bisa menjadi terdefenisi. maka benamkanlah aku ke dalam samudra namamu agar aku bisa tenggelam binasa dalam sejuta pesona namamu.

rindu bisa tersenggal menyebut namamu.

ibu, air mata, telanjang



seorang ibu menjejalkan kata

dalam tangis bayinya

air mata muncrat memandikan sang ayah

yang terkapar telanjang berpeluh nikmat



25122010;0738