Pages

Senin, 10 Desember 2012

memori tentang mubadzir

 
apakah anda selalu menghabiskan makanan dan minuman anda? ketika saya melihat di pesta-pesta, atau suguhan tamu-tamu, seringkali saya melihat mereka tidak menghabiskan makanan atau minumannya. saya teringat kejadian semasa sekolah aliyah dulu. saya mengamati beberapa teman, entah apa motifnya sering memubadzirkan makanan dan atau minuman. kalau pas jajan, seringkali makanan/ minuman tidak dihabiskan. pernah saya melihat seorang teman makan gorengan baru beberapa gigit, langsung ia buang. yang paling parah sewaktu pulang sekolah, saya lihat kakak kelas, setelah makan sambil membawa es teh yang belum habis, ia menuju ke belakang warung yang langsung tembus ke sungai. dia kencing di sana. setelah melepas hajatnya dia pamerkan ke teman-temannya bagaimana ia cebok pake es teh.
"bajingan, wong edan tenan iki, bocah aliyah kok ga paham fikih." batinku.
hingga suatu hari, saat istirahat, saya menemani teman saya jajan di kantin sekolah. dia jajan beberapa makanan ringan dan es minuman instan. baru beberapa sedot dia telan minuman itu, dia sudah sia-siap membuangnya ke tempat sampah. dengan gaya robot, akhirnya dia lepaskan minuman dalam plastik itu. beberapa detik sebelum minuman itu benar-benar jatuh ke tempat sampah, tangan saya menyambarnya. minuman itu selamat berada di genggaman saya.
"daripada kamu buang, mending tak minum aja." kata saya kepadanya.
teman saya malah muji-muji saya, "wuiizz edyan, gerakanmu kaya jetli ngono mas."

saat ini saya berpikir, gerakan itu kalau dibuat slow motion bagus kali ya. saya sendiri lupa caranya. disuruh mengulanginya lagi mungkin saya ga bisa. atau itu mungkin karena sangking hausnya saya saja. hahaha...

Selasa, 04 Desember 2012

Tafsir atas Sandaran Hati – Letto; “Tawakal dalam Ke-Tawhid-an”*


Menurut saya letto adalah salah satu dari sedikit band Indonesia yang punya idealisme. Pemilihan nama letto tidak dimaksudkan merujuk pada arti apapun. Letto adalah kata yang tidak punya arti/ makna. Pemilihan nama tanpa makna merupakan langkah tidak populer dalam arus mainstream. Letto mendekosntruksi tatanan nama dan makna. Dimana makna menjadi logosentrisme dari sebuah nama. Letto tidak memilih nama berdasarkan kata yang sudah terdefinisi. Para personilnya justru ingin membuat makna Letto dengan apa yang mereka lakukan. Singkatnya, Letto berarti apa dan bagaimana mereka berkreasi.
Dalam kesempatan kali ini saya hanya mencoba menafsirkan lirik lagu sandaran hati. Saya tidak membahas kualitas musikalitas mereka, karena saya belum paham musik :). Menariknya, penulis lirik lagunya (Sabrang Mowo Damar Panuluh/ Noe) tidak ingin memonopoli makna atas lagunya. Dia membebaskan setiap penikmat lagu memberi arti berdasarkan pengalamannya sendiri. Hal ini mengingatkan saya pada pemikiran para filosof postmodern, seperti Heidegger dan Derrida. “Matinya” sang pengarang (author) menjadi trend baru dalam memahami teks.



Sandaran Hati:

Yakinkah ku berdiri/ Di hampa tanpa tepi/ Bolehkah aku/ Mendengarmu
Terkubur dalam emosi/ Tanpa bisa bersembunyi/ Aku dan nafasku/ Merindukanmu
Terpuruk ku di sini/ Teraniaya sepi/ Dan ku tahu pasti/ Kau menemani/ Dalam hidupku/ Kesendirianku

Teringat ku teringat/ Pada janjimu ku terikat/ Hanya sekejap ku berdiri/ Kulakukan sepenuh hati/ Peduli ku peduli/ Siang dan malam yang berganti/ Sedihku ini tak ada arti/ Jika kaulah sandatan hati/ Kaulah sandaran hati/ Sandaran hati

Inikah yang kau mau/ Benarkah ini jalanmu/ Hanyalah engkau yang ku tuju/ Pegang erat tanganku/ Bimbing langkah kakiku/ Aku hilang arah/ Tanpa hadirmu/ Dalam gelapnya/ Malam hariku

Teringat ku teringat/ Pada janjimu ku terikat/ Hanya sekejap ku berdiri/ Kulakukan sepenuh hati/ Peduli ku peduli/ Siang dan malam yang berganti/ Sedihku ini tak ada arti/ Jika kaulah sandatan hati/ Kaulah sandaran hati/ Sandaran hati

-----

Yakinkah ku berdiri/ Di hampa tanpa tepi/ Bolehkah aku/ Mendengarmu
Terkubur dalam emosi/ Tanpa bisa bersembunyi/ Aku dan nafasku/ Merindukanmu
Terpuruk ku di sini/ Teraniaya sepi/ Dan ku tahu pasti/ Kau menemani/ Dalam hidupku/ Kesendirianku

Lirik ini mengajak kita mempertanyakan keberadaan diri. Mempertanyakan menjadi jurus jitu dalam hal menanam gagasan. Pendengar tidak disuguhi bahasa yang langsung jadi. Dia harus mengolahnya lagi melalui kontemplasi. Dimanakah kita saat ini? Dalam filsafat emanasi, ruang dan waktu adalah mutlak. Segala sesuatu bereksistensi dalam keduanya. Ukuran adalah keterbatasan manusia memahami fenomena. Lirik ini tidak memaksa kita mempercayai emanasi, justru mengajak kita mempertanyakannya kembali. Benarkah kita dalam hampa yang tak bertepi? Lalu dimana engkau Tuhan, asal segala kejadian, sebab setiap akibat? Bolehkah aku mendengar [kabar] tentang-Mu?
Terkubur dalam emosi/ Tanpa bisa bersembunyi/ Aku dan nafasku/ Merindukanmu.... 
Menghadapi  realitas kehidupan, berbagai perasaan seperti senang, sedih, gembira, takut, cemas, galau mengisi hati silih berganti. Seringkali kita tak mampu mengendalikan semua emosi itu. Kita terkadang merasa ingin lepas dari segala kepenatan itu. Namun, adalah kepastian bahwa kita terlahir di dunia dibekali dengan emosi (perasaan). Kita tak bisa bersembunyi menghindarinya. Di saat seperti inilah betapa setiap kerinduan membuncah kepada Dia yang selalu memberi ketentraman.
Terpuruk ku di sini/ Teraniaya sepi/ Dan ku tahu pasti/ Kau menemani/ Dalam hidupku/ Kesendirianku.
Dalam keterpurukan kita mengarungi kehidupan, dimana sebagian besar manusia memilih menghalalkan segala cara demi memperturutkan nafsunya, kesepian-lah yang kita tempuh karena memilih berjalan sesuai aturan-Nya. Namun yakinlah, selama kita berada dalam jalan-Nya, Dia selalu menemani kita di setiap kita melangkah.

Teringat ku teringat/ Pada janjimu ku terikat/ Hanya sekejap ku berdiri/ Kulakukan sepenuh hati/ Peduli ku peduli/ Siang dan malam yang berganti/ Sedihku ini tak ada arti/ Jika kaulah sandaran hati/ Kaulah sandaran hati/ Sandaran hati

Pada zaman azali, Tuhan meminta persaksian diri “alastu birabbikum (bukankah Aku ini Tuhanmu)?” kita bersama semua manusia serentak menjawab “iya.”  Bukankah itu berarti kita sudah terikat perjanjian dengan Tuhan? Berjanji untuk mengakui Dia sebagai satu-satunya tujuan, sebagai satu-satunya yang berkuasa. Dunia sekedar jalan yang kita tempuh, yang meski sebentar harus tetap kita lalui dan lampaui dengan sungguh-sungguh. Apalah artinya penderitaan jika hati telah bersandar hanya kepada-Nya yang akan menebus setiap sedih dengan segala kasih.

Inikah yang kau mau/ Benarkah ini jalanmu/ Hanyalah engkau yang ku tuju/ Pegang erat tanganku/ Bimbing langkah kakiku/ Aku hilang arah/ Tanpa hadirmu/ Dalam gelapnya/ Malam hariku

Dalam lirik ini terdapat pembedaan antara mau (kehendak) dan jalan. Kehendak Allah, menurut Ibnu Arabi terbagi menjadi dua: amr tawqify, amr taklify. yang pertama adalah perintah (baca: kehendak) Allah yang telah dia tetapkan sejak zaman azali berkaitan dengan hukum alam yang kemudian dalam istilah arab kita sebut sunnatullah. contoh Allah membuat setiap makhluk itu berpasang-pasangan. ada baik ada buruk, ada iman ada kufur, ada aksi dan reaksi. Yang kedua adalah kehendak (perintah) Allah yang dibebankan kepada manusia melalui nabi-nabi-Nya. Kehendak Allah ini sering juga disebut dengan syari'at-Allah. Dan amr taklify inilah berkonsekuensi pahala dan dosa.
Dalam al-Qur'an terdapat ayat “walillahi yasjudu man fis-samawati wal-ardhi thaw'an wa karhan wa zhilaa-luhum bil-ghuduwwi wal-ashaal.” ini artinya semua ciptaan Tuhan bersujud kepada-Nya dengan ta'at ataupun terpaksa. Jadi walaupun orang kafir menentang Allah dan tidak mau tunduk dalam syari'at-Nya, sebenarnya dia tunduk patuh kepada perintah Allah yang pertama (amr tawqify). Sebagai orang yang mengaku beriman, kita harus tawakkal berserah dan memasrahkan diri menuju pada jalan Allah yang kedua (hanyalah engkau yang ku tuju). Pasrah pada syari'at-Nya. Bukan sekedar pasrah pada hukum alam (amr tawqify)
Jika sudah demikian maka berkenanlah cinta Tuhan jatuh kepadanya seperti disebutkan dalam hadits qudsi, “fa-idzaa ahbabtuhu kuntu sam’ahu alladzi yasma’u bihi kuntu ‘ainahu allati yubshiru biha kuntu lisaanahu alladzi yanthiqu bihi kuntu rijlahu allati yabthisyu biha.” Ketika Aku sudah mencintainya, maka telinganya adalah telngakku, matanya mataku, lidahnya lidahku, kakinya kakiku.
Tanpa hadirnya Tuhan dalam jiwa, bagaimana bisa kita berada dan mengada? Apa yang tidak mengabarkan tentang Dia? Setiap gerak adalah energi dari pancaran quwwah-Nya. La haula wala quwwata illa billah. Maka absennya Tuhan dalam kehidupan diibaratkan gelapnya malam. Karena Dial ah yang menerangi setiap sudut langit dan bumi. Allahu nurus-samawati wal-ardhi...
Ketika engkau sudah pasrah total, maka kehendakmu sendiri lenyap, aku-mu hilang. semua menyatu dalam kehendak dan keakuannya. seperti daun yang hanyut di alir air, daun itu memang tampak bergerak tapi gerak sejati adalah gerak aliran air. daun tak mampu bergerak tanpa didorong oleh arus air. Maka tawakkal sejati adalah pasrah ber-Tawhid kepada-Nya.

Teringat ku teringat/ Pada janjimu ku terikat/ Hanya sekejap ku berdiri/ Kulakukan sepenuh hati/ Peduli ku peduli/ Siang dan malam yang berganti/ Sedihku ini tak ada arti/ Jika kaulah sandatan hati/ Kaulah sandaran hati/ Sandaran hati

Siapakah sandaran hati kita selama ini?


"ketika kau terus mencari tetapi tak kunjung ketemu. Kalau kau telah lelah berusaha namun berhasil nihil. jika kau senantiasa berdoa dan merasa tak pernah dikabulkan. Kau pun sudah tabah menahan derita berkepanjangan. Pasrahlah. seperti pasrahnya dawai yang dipetik, seperti seruling yang ditiup, seperti biola yang digesek, seperti drum yang digebuk. Lalu dengarlah betapa indah melodi yang Dia mainkan."


*tulisan yang pernah disampaikan dalam diskusi bersama remaja masjid at-Taqwa, Sekayu, Semarang Tengah.

Jumat, 30 November 2012

Simulasi Filosofis "Mempertanyakan Realitas"


“Informasi hanyalah data semata dan takkan pernah menjadi pengetahuan jika kau enggan mempertanyakannya.” [Diancuk Modarsono dalam cerpen Sashtra Jinendra Vijnana]

Di sini kita akan mencoba mempraktekkan kutipan di atas dengan mempertanyakan beberapa hal tentang kehidupan kita. Saya mulai dengan pertanyaan, Apakah keputusan-keputusan yang kita ambil selama ini murni pilihan kita? Apakah free will itu ada? Kalau kata Jean Paul Sartre, filosof Perancis, hell is other people. Kitalah yang mengendalikan semua keputusan kita. Tak peduli kita mengikuti perintah, saran dari orang lain atau meninggalkannya. Apakah yang terjadi sebenarnya memang begitu?
Coba kita simulasikan. Misalnya kita mau menentukan definisi, apa itu cantik dan tampan? Bagaimana menurut kebanyakan orang, cantik dan tampan itu? Berkulit putih, berambut hitam-lurus, berhidung mancung. Lalu apakah cantik dan tampan itu benar murni pendapat mereka, atau [meniru] hasil bentukan iklan-iklan?
Keputusan ini mempengaruhi barang yang kita konsumsi. Kalau cantik/ tampan adalah seperti yang didefinisikan itu, maka agar saya cantik/ tampan saya harus menggunakan kosmetik merk ini. Harus memakai shampoo ini, harus oprasi plastik untuk memancungkan hidung. Pernahkah kita bertanya siapa yang memproduksi barang-barang yang kita konsumsi setiap hari? Jadi siapa yang menentukan cantik dan tampan?
Kita maju lagi, oke kita mau pakai barang kosmetik, shampoo, dll. Di mana kita bisa mendapatkannya? Apa yang membuat kita memilih tempat belanja? Kenapa kita lebih memilih mall, swalayan daripada pasar atau sebaliknya? Sekali lagi apakah pilihan kita ini murni pendapat kita atau kita terbujuk trend?
Kita coba lebih sedikit serius. Tentang pemilu, misalnya pemilihan gubernur dan wakil gubenur jakarta beberapa waktu yang lalu. Kenapa Jokowi bisa menang mengalahkan Foke? Apa yang membuat rakyat jakarta lebih memilih Jokowi ketimbang Foke? Apakah itu murni karena rakyat tahu bahwa jokowi itu lebih layak jadi pemimpin mereka atau jangan-jangan karena bosan kepada kumis birokrasi saja? Akhirnya rakyat lebih simpatik kepada Jokowi yang datang dengan tampang yang tampaknya berbeda?
Kalau kita naikkan lagi, kita bisa mempertanyakan juga, kenapa kita memilih agama Islam sebagai agama kita? Apa karena kita ini benar-benar memilihnya atau karena memang kita dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan Islam sehingga kita mau tidak mau harus beragama Islam? Apakah anda bisa menjamin anda akan beragama Islam seandainya anda dilahirkan dan dididik dalam lingkungan non-muslim.
Lalu kalau islam kita gara-gara keturunan, sahkah Islam kita? Padahal termasuk rukun islam itu harus syahadat? Apakah kita benar-benar sudah menyaksikan kebenaran Islam atau asal manut saja? Saya tidak tahu apa yang terjadi dalam konteks kehidupan anda. Anda sendiri yang bisa menjawabnya dan mempelajarinya kembali. Saya hanya membantu membuat anda gelisah.
Boleh tidak mempertanyakan keimanan sendiri? menjadi murtadkah kita? Lho emangnya kita sudah mu’min/ beriman, lha wong pertanyaan tadi belum bisa kita jawab? Sekalipun kita sudah beriman, kita tetap harus mempertanyakan kembali iman kita. Nabi bersabda “jaddiduu imanakum” (al-hadits). Selalu perbaharui iman kalian. Bukankah syarat untuk memperbaharui itu menganggap yang lama tidak berlaku? Contohnya dalam teori sains. Dahulu kala orang beranggapan bumi itu datar. Kemudian anggapan dimentahkan oleh teori bahwa bumi itu bulat. Karena ketika seorang penjelajah berjalan lurus terus akan kembali ke tempat semula. Lalu muncul lagi teori geosentris bahwa seluruh benda langit itu mengitari bumi didasari oleh penafsiran dari injil. Ternyata itu pun disalahkan lagi karena menurut teori heliosentris sebenarnya bumi lah yang mengitari matahari. Adapun matahari yang terbit bergerak dari timur dan tenggelam ke barat, adalah gerak semu matahari. Bukan matahari yang bergerak tapi karena bumi yang berputar pada porosnya.
Semakin dewasa, seharusnya semakin menambah pemahaman baru dan semakin mengerti bahwa apa yang selama iini diyakini benar adalah sementara. Kalau mau radikal seperti kata Nietzsche “kebenaran adalah semacam kekeliruan yang harus ada.” Begitu juga seyogyanya kita dalam beragama. Kita harus tinggalkan semua kepercayaan lama kita. Berhijrah menuju iman yang baru. Dan harus selalu begitu. Nah masalahnya adalah banyak di antara kita berhenti untuk selalu mempertanyakan. Kemudian dia merasa apa yang dia percayai itu adalah satu-satunya yang benar. Maka yang lain adalah salah dan sesat sehingga harus diluruskan.
Saya ajukan pertanyaan lagi, Islam itu tujuan atau jalan? Islam adalah jalan dan satu-satunya tujuan hanyalah Allah. Kalau begitu kita tidak boleh menyalahkan orang yang menempuh jalan yang berbeda dengan kita. Karena toh kita juga belum tentu sampai kepada tujuan. Hati saya terkadang miris melihat orang-orang yang dengan yakin-seyakin-yakinnya menganggap dirinya yang paling benar dan atas nama Tuhan meng-kafir-kafirkan, bahkan melakukan tindakan anarki kepada orang lain. Apakah orang yang mengkafir-kafirkan itu benar-benar murni patuh pada perintah Tuhan atau merasa terancam kehilangan identitasnya? Kalau saya sih tidak masalah dituduh kafir, memang saya masih kafir (ingat kita belum jawab pertanyaan tentang islam keturunan).

“jangan-jangan kita ini terlalu takut untuk tegak berdiri sehingga perlu motivasi-motivasi.
jangan-jangan kita ini tidak percaya diri sehingga butuh kosmetik-kosmetik untuk mempercantik diri.
orang-orang berebut ingin diakui sedangkan mereka sendiri kehilangan jati diri.
mereka memuja kebebasan, sehingga mereka terseret derasnya arus kehancuran.
apa masih disebut bebas jika pilihannya sudah ditentukan?
[si]apa yang mengendalikan saat kita membuat keputusan?
kesadarankah, akal pikirankah, hatikah, perasaankah, terpaksakah?
jangan-jangan kita telah didekte iklan-iklan?
lalu dimana kita “letakkan” Tuhan?”


#tulisan yang disampaikan dalam diskusi bersama remaja masjid at-Taqwa, Sekayu, Semarang Tengah.

Selasa, 20 November 2012

Imagine - John Lennon (The Beatles) - Cover by 9 year old DOMINIQUE


Imagine there's no heaven
It's easy if you try
No hell below us
Above us only sky
Imagine all the people
Living for today...


Imagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace...

You may say I'm a dreamer
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And the world will be as one

Imagine no possessions
I wonder if you can
No need for greed or hunger
A brotherhood of man
Imagine all the people
Sharing all the world...

You may say I'm a dreamer
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And the world will live as one

---

Bayangkan surga itu tidak ada
Sangat mudah jika kau coba
Tidak ada neraka di bawah kita
Di atas kita hanya langit
Bayangkan semua orang
Hidup untuk hari ini ...

Bayangkan tidak ada negara
bukanlah hal yang sulit sulit untuk dilakukan
Tidak ada yang membunuh atau mati demi apapun
Dan bayangkan agama juga tidak ada
Bayangkan semua orang
Menjalani hidup dalam damai ...

Kau mungkin mengatakan bahwa aku seorang pemimpi
Tapi aku bukan satu-satunya
Kuharap suatu hari nanti kau akan bergabung dengan kami
Dan dunia akan menjadi satu

Bayangkan tidak ada rasa memiliki
Aku ingin tahu apakah kau bisa
Tidak perlu lagi ada keserakahan atau kelaparan
Sebuah persaudaraan sesama manusia
Bayangkan semua orang
Saling berbagi di seluruh dunia ...

Kau mungkin mengatakan bahwa aku seorang pemimpi
Tapi aku bukan satu-satunya
Kuharap suatu hari nanti kau akan bergabung dengan kami
Dan dunia akan hidup bersatu.

-----

semoga lagu ini tidak hanya berhenti di imajinasi...

Sabtu, 17 November 2012

Sashtra Jinendra Vijnana*


cerpen Warih Firdausi

Persepsi I: Perkenalan itu…
Facebook bagiku bukan dunia maya. Hanya orang yang kurang kerjaan saja yang menganggapnya begitu. Banyak bisnis yang terjadi melalui facebook, pernikahan yang bermula dari facebook. Mencari teman atau bahkan anggota keluarga yang hilang pernah juga terjadi dengan bantuan facebook. Meskipun ada juga kasus pemerkosaan, penipuan akibat berhubungan dengan orang tak dikenal di facebook. Menurutku semua itu merupakan bagian episode dari dunia yang sebenarnya. Maka aku pun menuliskan info di profilku sebagaimana adanya diriku.
Aku termasuk orang yang selektif menerima pertemanan di facebook. Aku hanya menerima permintaan teman orang yang secara pribadi aku mengenalnya, dan mereka yang update postingnya kurasa bermanfaat. Kau mungkin sudah tahu, banyak profil di facebook yang menggunakan nama-nama account yang aneh, nyleneh, lebay, alay, bahkan jorok. Dalam kasus ini aku berpendirian untuk tidak berteman dengan mereka. Dari namanya saja sudah tidak mampu menghargai dirinya sendiri, apalagi menghargai orang lain? Biasanya aku langsung ignore permintaan mereka.
Suatu saat, ada satu account facebook yang meminta pertemanan dengan nama Diancuk Modarsono dengan cover photo seorang wanita berpose nyaris telanjang. Tubuh polosnya hanya berbalut air susu yang ia tuangkan dari atas mulutnya mengalir membentuk rompi sampai kedua pahanya. Dengan angle dari belakang 30° ke kanan, gambar itu tampak sensual, eksotis dan artistik. Entah kenapa aku tertarik dengan account yang satu ini. Aku buka timeline-nya. Aku tak bisa melihat dia berteman dengan siapa saja. Pengaturan privacy-nya boleh juga. Tidak mencantumkan tempat, tanggal lahir dan jenis kelamin. Semoga saja masih punya kemaluan dan rasa malu. Pendidikannya alam semesta. Sama sepertiku juga, pembelajar sejati. Pekerjaannya pelayan keseimbangan. Aku belum faham. Dalam infonya ia menulis bio tentang dirinya,
“Aku seperti bawang yang terus dikuliti, dimana segala nama dan atribut adalah kulit bawang yang berlapis-lapis. Apa yang kalian ketahui dan kenali tentang diriku hanyalah kulit yang kalian kupas sendiri. Semakin kalian mengupasnya, kalian akan tahu bahwa aku yang sejati sebenarnya tiada.”
Aku suka kalimat mistikus ini. Setelah membaca tulisan itu tanganku tak tahan lagi untuk mengklik link accept friend request. Untuk pertama kali aku mengkhianati prinsipku sendiri. Ah, tidak juga, yang ini kan beda, unique, sepertinya akan banyak bermanfaat kalau aku berteman dengannya. Beginilah kebiasaanku bila sudah jatuh hati pada pembacaan pertama, aku teruskan menjelajahi timeline-nya.
Status update terbarunya “Tuhan, izinkan aku sejenak merasakan betapa indahnya memandang kecantikan wajah-Mu dari neraka.”
Aku tulis komentar, “hanya orang gila yang meminta  neraka.“
Tidak beberapa lama masuk satu notifikasi baru, Diancuk Modarsono commented on their status, “saya memang orang gila. :)
”“Selera humor anda bagus juga."
”Sayangnya, saya sedang tidak melawak."
“Hha. saya suka gaya anda.”
“Karena Alhamdulillahi (segala puji hanya milik Allah), maka sudah seharusnya saya berdoa a’udzubillahi minal-hamdi (saya berlindung kepada Allah dari segala pujian).”
“Senang berkenalan dengan Anda.”
“Senang, sedih jika datangnya dari luar diri sama seperti rasa lainnya, manis, pahit, asin, dll. Mereka bersifat sementara.”
Aku semakin penasaran dengannya. Aku lihat di chatroom tak tercantum namanya. Aku ingin melakukan percakapan secara pribadi dengannya.



Persepsi II: Terpukau oleh cermin Tuhan
Aku suka dunia maya. Dia tak pernah berbohong atas kesemuan dan kesementaraannya. Karena bagiku tidak ada yang namanya dunia nyata. Tak salah bila orang Hindu menyebut dunia sebagai mayapada, semuanya semu dan sementara. Fakta adalah sandiwara fiktif sebuah perspektif. Oleh karena itu aku suka karya sastra dan seni. Selain seni, tidak ada yang mampu melampaui sekat realitas dan imajinasi. Sastra merupakan gagasan ketuhanan yang dibalut dengan seni menyusun kata dan cerita. Bahasa sastra juga tak pernah berdusta bahwa ia metafora. Dalam facebook pun aku menyukai halaman-halaman “artist” (pekerja seni, bukan selebritis) dan bergabung dalam grup-grup sastra.
Dalam sebuah grup sastra, tak sengaja kutemukan sebuah nama akun facebook yang menarik perhatianku, Sintha Kesini. Aku langsung teringat dua tokoh perempuan dalam Ramayana. Sintha, wanita setia nan jelita, istri Rama. Dan Kesini, ibunda Rahuvana, perempuan yang haus akan pengetahuan sejati. Ah, apalah arti sebuah nama. Orang dikenang bukan karena makna harfiah dari namanya. Namun, nama seseorang akan terpatri abadi di hati orang-orang yang mengenalnya sebab sikap dan perilakunya.
Aku lihat foto profilnya, sesosok wanita cantik. Kau tahu kan, banyak orang memasang foto wanita cantik sebagai foto profilnya. Untuk membuktikan kejujurannya (atau konsistensi sandiwaranya?), aku telusuri semua album fotonya. Foto wajahnya mendominasi. Ku cermati status-statusnya, menurutku, ia tipikal camera obscura, menyampaikan sesuatu sama dengan apa yang direkam oleh indranya. Akhirnya kuputuskan menambahkannya sebagai teman. Aku suka wanita cantik. Wanita adalah cermin dari citra kecantikan (jamaliyah) Tuhan.


Persepsi III: Usaha melepas ke[te]la[n]jangan
Ada satu pesan baru masuk, dari Diancuk Modarsono. Dia membalas pesanku,
“Apalah arti sebuah nama, nama hanyalah penanda dari pribadi seseorang, untuk menandai satu sama lain.
Aku menukas, “bukankah nama itu sebuah doa dan harapan?”
“Benar. Itu harapan bagi yang menamainya. Padahal harapan orang lain adalah beban bagi penyandang nama.”
“Lalu apakah dengan nama yang kau sandang itu, lantas kau merasa bebas dari beban? Bukankah kau malah menanggung beban lebih berat? Tentu butuh waktu cukup lama untuk terbiasa rela menerima caci-maki dari mereka yang menganggap nama sebagai representasi pribadi.” Entah kenapa aku sudah merasa dekat dengannya sehingga mengganti kata Anda dengan kau.
“Kata Newton, “and to every action there is always an equal and opposite or contrary.” Setiap aksi pasti bekonsekuensi reaksi, ada yang mendukung, ada pula yang beroposisi. Kalau sudah tahu dan faham rumusnya kenapa harus sakit hati? Bagi mereka yang sudah mampu mengatasi segala caci-maki, namaku adalah pujian atas kejujuran yang selama ini hilang. Kejujuran akan naluri manusia yang selalu rindu untuk urakan. Namaku adalah sayup-sayup keberanian untuk merendahkan dan meremehkan diri di tengah bisingnya ketakutan orang-orang yang bersembunyi di balik image building/ pencitraan.”
Kata-katanya seperti anak panah yang menghujam jantung kesadaranku. Jangan-jangan aku termasuk orang yang takut. Takut dianggap bodoh, takut tak terlihat cantik, takut terbongkar semua kelemahan dan sifat burukku. Aku semakin suka orang ini. Aku ingin mengenalnya lebih jauh lagi. “Kalau boleh tahu, berapa usiamu? Dengan pengetahuanmu yang luas, aku tidak yakin kau masih muda." :)
“Hahaha. Kesempatan orang untuk memperoleh informasi itu sama. Di hadapan pengetahuan, tua-muda sama saja. Informasi hanyalah data semata dan takkan pernah menjadi pengetahuan jika kau enggan mempertanyakannya. Seperti kata Einstein, pembagian waktu: masa lalu, kini, dan yang akan datang itu ilusi. Pernahkah kau mempertanyakan, kenapa sekarang hari kamis, jam delapan, malam? Waktu yang sebenarnya itu absolute, tak berpangkal, tak berujung. Namun, untuk menguasainya manusia membuat kesepakatan dengan mengiris-irisnya hingga menjadi kalender. Tak sadarkah kau bahwa setiap individu punya ukuran masing-masing, mengenai ruang dan waktu? Betapa indahnya jika sejenak melebur dalam kemutlakan waktu, sehingga masa silam dan masa depan bisa terjadi sekarang.”
Gila, dia memporak-porandakan pola pikirku selama ini. Di hadapannya, aku selalu merasa kerdil. Kecerdasanku tumpul tak berdaya. Kecantikan yang kubanggakan tak mampu menyihirnya. Aku mulai berfikir, jangan-jangan dialah sebenarnya yang kucari-cari selama ini. Orang yang telah lama kurindukan. Orang yang menilai sesuatu tidak sebatas lahiriyah semata. Orang yang dapat menyingkapkan padaku misteri-misteri yang tak kunjung kufahami.


Persepsi IV: Tuah sashtra jinendra vijnana
Sejak menangkap adanya indikasi dia punya perasaan kepadaku, aku bingung. Dia selalu meminta untuk kopi darat denganku. Biar kuberitahu padamu salah satu rahasiaku, berbincang-bincang secara tatap muka langsung dengan perempuan secantik itu, bagiku seperti melihat penampakan wajah Tuhan. Mungkin aku bisa seperti Musa yang langsung jatuh pingsan akibat meminta melihat wajah Tuhan. Aku belum siap. Aku selalu mencari alasan untuk terus menunda pertemuan itu.
Hingga suatu saat, di beranda facebookku muncul satu permintaan. Shinta Kesini mengajukan permintaan untuk menjalin hubungan denganku. Diancuk, modar aku. Sudah kukatakan padanya aku ini tidak istimewa. Kau bisa cari ratusan orang sepertiku. Di dunia maya tak ada yang namanya copy right. Kini sudah zamannya right to copy. Nothing of me is original, I’m just a copy of a copy of a copy.
Kau tahu kan, cinta memang selalu rumit. Aku hanya bisa memberinya status hubungan: complicated. Aku berusaha tak lagi menjawab komentar, pesan, ataupun kiriman dindingnya. Bahkan aku takut update status lagi.Aku merasa sangat bersalah. Aku sudah membiarkan dia terlalu dalam mengupas kulit bawang. Aku khawatir sekali dia akan amat kecewa karena terlalu percaya. Maukah kau berjanji menjaga rahasia ini jika kuberitahu kepadamu hal yang sebenarnya? Aku mohon jangan pernah kau katakan hal ini kepadanya. Sesungguhnya akun facebook dengan nama Diancuk Modarsono adalah fake profile (akun palsu) yang kubuat-buat. Diancuk Modarsono tidak pernah ada sosoknya. Kini aku sudah menon-aktifkannya. Aku tidak mau Diancuk Modarsono menjadi sesuatu yang nyata bagi Sintha Kesini.


Semarang, 15092012/1111


*) Sashtra jinendra vijnana adalah istilah dalam agama Hindu untuk menyebut pengetahuan rahasia yang menyingkap hakikat segala realitas di dunia. Dalam dunia tasawuf Islam dikenal dengan wahdatul wujud. Keyakinan akan adanya satu wujud semata yang nyata. Segala yang tampak (mawjud) hanyalah medium penampakan citra yang bersifat maya dan sementara dari Dzat Tunggal Tuhan Yang Maha Tak Bertepi, Yang Maha Tak Terperi, Maha Tak Terpikirkan, Maha Segala Maha.

Kamis, 01 November 2012

Keranda Waktu



dalam keranda berendra
satu tubuh membujur
muka-muka berbaris di beranda
melepas kata-kata
garis waktunya
benar-benar berhenti berbagi
bersama perginya senyum sinis seringai juga tangis sunyi
kenangan kehilangan jaraknya
meninggalkan jejak yang tak ikut beranjak
apakah keberhasilan mengharuskan haus kemasyhuran?
apakah menjadi, mumbuatmu dikasihi?
di manakah kebanggaan yang meluap-luap
menguap membelah keriput-keriput usia?
kemana birahi yang tak terkendali
senyuman jalang dan ciuman-ciuman panjang
kerinduan tak lagi meruang
aku melompat dari keranda
panggung sandiwara tak seluas belantara
keabadian selalu dihantui kejenuhan
muka-muka masih berbaris
mulut-mulut terus berdesis
aku dan waktu telah bersatu.

Senin, 29 Oktober 2012

My Project: (AP)PL[A]YING SOUS RATURE IN AL-QUR’ÂN



In this title i wrote word Applaying with strike out letter “a” and “p.” So this title could be read “playing.” And i also put “second a” in two brackets. It means this title can be read “applying.” Then this title has ambigous  meaning, between applying and playing sous rature in al-Qur’an. Well, what i did to this title is the little sample of sous rature.
Sous rature was first introduced by Heidegger. He always gives "a cross" (Überqueren) the word whose meaning is considered to be inadequate, but still useful. Meanwhile, Husserl, in the same spirit, also introduces a method to put words in brackets (einklamerung). The purpose of einklamerung is suspending while the word or object that is not adequate. This method is used by Derrida radically. Derrida crossing out what he thinks leads to a certain presence.
Hereinafter, The Qur'an which is believed to be the truth (haqq) of God must be exploited in order to produce meaning. In treating the text of Qur’an, many Muslims tend to interpret it according to their ideological interests. The verses of the Qur’an that literally defend them will be swallowed whole. But if the verses contradicted with their ideology, they interpret (doing ta’wil toward) them. So they produce meaning of the Qur'an in accordance with their "ideological passion". This is where the word of God "Nobody touches the Qur'an except the sacred"[1] found its momentum.
People often feel satisfied with the meanings they have acquired, including the Quran. The satisfaction makes them shut out the possibility of another meaning. Meaning that they hold tight became the only presence behind the text. Certainty of meaning is a must for the seeker of truth. Therefore, the truth becomes a major problem of the philosophical discourse.
Many people dispute about what the meaning behind a text. They insisted on their each opinion and blaming each other. Because the thirst for meaning, interpreters often "raping" the text to produce meaning through his thoughts. People too often "read" so that they forgot to "do not read." People too often think that they forget to stop thinking. They argue too much that they forget to be quiet.
As expressed by Heidegger, in silence, we could hear the sound of "Being" (Sein) reveals itself. Silence means "strike out" any pre-understandings that covering our thinking. So, quietly allowing us to feel how the “word moment” happened, like an experience of 'Umar bin Khattab when he read a fragment of surah Thaha.
By sousrature-ing all of our pre-understandings, we try to purify ourselves from the interests of some ideologies before "touching" the Qur’an. To effort gaining something as such (das ding an sich), we should also give a cross to several temporal phenomena which envelop it. Thus, the meaning is not result of our subjectivity, but it’s gained by allowing text (al-Qur’ân) speak itself.
Even as a consequence of sous rature, we also have to "write off" our own meaning that we've gained. Thus, the meaning is not the final outcome. By applying sous rature on the text, it means that we have been involved in neverending games. Because every meaning has a possible of right and wrong, then the interpretation must respect the other interpretations.
Sous rature also help us to find —using Arkoun’s term— "the unthinkable" things in ['Ulumal-Qur'ân. Because according to Arkoun, there must be something reduced each time the text (al-Qur’ân) is transforming.
A little sample indication of sous rature can be applied in al-Qur’ân is at part of seventh verse of surah Ali ‘Imran (3):
وَما يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللَّهُ  وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنا 
In our mushhaf, there is sign of waqf lazim (symbolized by ” ﻤ”) after word “illa-Llâh.” In al-‘ilmu al-tajwid (knowledge that regulate how to recite al-Qur’ân), waqf lazim means we must stop our reciting. Then the word after, that’s “wa al-râsikhûna” must became a new mubtada’ (subject). Based on this reciting, Asy’ariyyah people argue that no one knows the meaning (ta’wîl) of mutasyabihât verses (ambiguous verses) but only Allah ‘azza wa jalla. Well, by applying sous rature on that waqf sign, we should give a cross on that sign. Therefore, word “wa al-râsikhûna” need not to be mubtada’, but it could be ma’thuf (conjuncted word). Consequently, the meaning changes to be “no one knows ta’wîl of mutasyabihât verses but Allah and some people who have very deep knowledge.” And this course was allowed by Wahbah al-Zuhayli in his book, al-Tafsîr al-Munîr.
If so, it means there are some punctuation marks of al-Qur’ân that have character of ijtihady and still debatable. Then. I propose question, in al-Qur’ân, what things that sous rature could be applied on? Is it limited just in waqf sign or can spread to other punctuation marks like dot and harakah or even  ‘Ulum al-Qur’ân as studies to learn al-Qur’ân?


[1] لا يمسّه إلاّ المطهّرون see: QS. Al-Waqi’ah (56): 79

Rabu, 24 Oktober 2012

Almost – Letto


Does it all make sense
Or make you go insane
Do you really need a pain
To have what you gain

You try hard and try harder
You never stop
Or pause on whatever
Do you know what you want to be

Money gives you ALMOST Everything need
Love gives you ALMOST all The peace you`ll ever seek
Fame gives you ALMOST Every pride you can crave
Freedom gives you the illusion Of being brave
How far will you go for almost
We all know in a few years

We are all connected
I think you can feel it
Why do you keep denying The inevitable thing
lirik dari MelOn.co.id
Where are you
That`s you and me
Is everything fine
Is it the right on line
and you know what you want to be


Money gives you ALMOST Everything need
Love gives you ALMOST all The peace you`ll ever seek
Fame gives you ALMOST Every pride you can crave
Freedom gives you the illusion Of being brave
How far will you go for almost
We all know in a few

-----

Hampir – Letto

Apakah semua itu masuk akal
Atau membuatmu gila
Apakah kau benar-benar membutuhkan luka
Untuk memiliki apa yang kau raih

Kau berusaha keras dan berusaha lebih keras
Kau tidak pernah berhenti
Atau memberi jeda pada apapun
Apakah kau tahu kau akan jadi apa

Uang memberimu HAMPIR Semua yang kau butuhkan
Cinta memberimu HAMPIR semua kedamaian yang kau akan pernah cari
Ketenaran memberimu HAMPIR Setiap kebanggaan yang kau dapat dambakan
Kebebasan memberimu ilusi tentang keberanian
Sampai kapan kau terus mengejar sesuatu yang sekadar “HAMPIR”?
Kita semua tahu sebentar lagi

Kita semua terhubung
Saya pikir kau bisa merasakannya
Kenapa kau terus menyangkal hal yang tak terelakkan

Dimana kamu
Ya kamu dan aku
Apakah semuanya baik-baik saja
Apakah sejalan pada garis yang benar
dan kau tahu kau akan menjadi apa

Uang memberimu HAMPIR Semua yang kau butuhkan
Cinta memberimu HAMPIR semua kedamaian yang kau akan pernah cari
Ketenaran memberimu HAMPIR Setiap kebanggaan yang kau dapat dambakan
Kebebasan memberikanmu ilusi tentang keberanian
Seberapa jauh lagi kau mengejar sesuatu yang sekedar “HAMPIR”?
Kita semua tahu sebentar lagi.

----

"what you seek is seeking you."
apa yang kau cari, mencarimu.
~ Rumi

kalau begitu, kenapa kita tidak mengalihkan tujuan kepada sesuatu yang melampaui batas ke-Hampir-an?

> maaf. karena saya cari videonya tidak ketemu-ketemu, terpaksa hanya berbentuk suara saja.
silahkan menikmati . . .



klik link ini untuk mendengarkan atau mendownload lagu Almost. - letto

Selasa, 23 Oktober 2012

Rendra: Nyanyian Angsa






Majikan rumah pelacuran berkata kepadanya:
“Sudah dua minggu kamu berbaring.
Sakitmu makin menjadi.
Kamu tak lagi hasilkan uang.
Malahan kapadaku kamu berhutang.
Ini beaya melulu.
Aku tak kuat lagi.
Hari ini kamu harus pergi.”

(Malaikat penjaga Firdaus.
Wajahnya tegas dan dengki
dengan pedang yang menyala
menuding kepadaku.
Maka darahku terus beku.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang sengsara.
Kurang cantik dan agak tua).

Jam dua-belas siang hari.
Matahari terik di tengah langit.
Tak ada angin. Tak mega.
Maria Zaitun ke luar rumah pelacuran.
Tanpa koper.
Tak ada lagi miliknya.
Teman-temannya membuang muka.
Sempoyongan ia berjalan.
Badannya demam.
Sipilis membakar tubuhnya.
Penuh borok di klangkang
di leher, di ketiak, dan di susunya.
Matanya merah. Bibirnya kering. Gusinya berdarah.
Sakit jantungnya kambuh pula.
Ia pergi kepada dokter.
Banyak pasien lebih dulu menunggu.
Ia duduk di antara mereka.
Tiba-tiba orang-orang menyingkir dan menutup hidung mereka.
Ia meledak marah
tapi buru-buru jururawat menariknya.
Ia diberi giliran lebih dulu
dan tak ada orang memprotesnya.
“Maria Zaitun,
utangmu sudah banyak padaku,” kata dokter.
“Ya,” jawabnya.
“Sekarang uangmu brapa?”
“Tak ada.”
Dokter geleng kepala dan menyuruhnya telanjang.
Ia kesakitan waktu membuka baju
sebab bajunya lekat di borok ketiaknya.
“Cukup,” kata dokter.
Dan ia tak jadi mriksa.
Lalu ia berbisik kepada jururawat:
“Kasih ia injeksi vitamin C.”
Dengan kaget jururawat berbisik kembali:
“Vitamin C?
Dokter, paling tidak ia perlu Salvarzan.”
“Untuk apa?
Ia tak bisa bayar.
Dan lagi sudah jelas ia hampir mati.
Kenapa mesti dikasih obat mahal
yang diimport dari luar negri?”

(Malaikat penjaga Firdaus.
Wajahnya iri dan dengki
dengan pedang yang menyala
menuding kepadaku.
Aku gemetar ketakutan.
Hilang rasa. Hilang pikirku.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang takut dan celaka.)

Jam satu siang.
Matahari masih dipuncak.
Maria Zaitun berjalan tanpa sepatu.
Dan aspal jalan yang jelek mutunya
lumer di bawah kakinya.
Ia berjalan menuju gereja.
Pintu gereja telah dikunci.
Karna kuatir akan pencuri.
Ia menuju pastoran dan menekan bel pintu.
Koster ke luar dan berkata:
“Kamu mau apa?
Pastor sedang makan siang.
Dan ini bukan jam bicara.”
“Maaf. Saya sakit. Ini perlu.”
Koster meneliti tubuhnya yang kotor dan berbau.
Lalu berkata:
“Asal tinggal di luar, kamu boleh tunggu.
Aku lihat apa pastor mau terima kamu.”
Lalu koster pergi menutup pintu.
Ia menunggu sambil blingsatan dan kepanasan.
Ada satu jam baru pastor datang kepadanya.
Setelah mengorek sisa makanan dari giginya
ia nyalakan crutu, lalu bertanya:
“Kamu perlu apa?”
Bau anggur dari mulutnya.
Selopnya dari kulit buaya.
Maria Zaitun menjawabnya:
“Mau mengaku dosa.”
“Tapi ini bukan jam bicara.
Ini waktu saya untuk berdo’a.”
“Saya mau mati.”
“Kamu sakit?”
“Ya. Saya kena rajasinga.”
Mendengar ini pastor mundur dua tindak.
Mukanya mungkret.
Akhirnya agak keder ia kembali bersuara:
“Apa kamu – mm – kupu-kupu malam?”
“Saya pelacur. Ya.”
“Santo Petrus! Tapi kamu Katolik!”
“Ya.”
“Santo Petrus!”
Tiga detik tanpa suara.
Matahari terus menyala.
Lalu pastor kembali bersuara:
“Kamu telah tergoda dosa.”
“Tidak tergoda. Tapi melulu berdosa.”
“Kamu telah terbujuk setan.”
“Tidak. Saya terdesak kemiskinan.
Dan gagal mencari kerja.”
“Santo Petrus!”
“Santo Petrus! Pater, dengarkan saya.
Saya tak butuh tahu asal usul dosa saya.
Yang nyata hidup saya sudah gagal.
Jiwa saya kalut.
Dan saya mau mati.
Sekarang saya takut sekali.
Saya perlu Tuhan atau apa saja
untuk menemani saya.”
Dan muka pastor menjadi merah padam.
Ia menuding Maria Zaitun.
“Kamu galak seperti macan betina.
Barangkali kamu akan gila.
Tapi tak akan mati.
Kamu tak perlu pastor.
Kamu perlu dokter jiwa.”

(Malaekat penjaga firdaus
wajahnya sombong dan dengki
dengan pedang yang menyala
menuding kepadaku.
Aku lesu tak berdaya.
Tak bisa nangis. Tak bisa bersuara.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang lapar dan dahaga.)

Jam tiga siang.
Matahari terus menyala.
Dan angin tetap tak ada.
Maria Zaitun bersijingkat
di atas jalan yang terbakar.
Tiba-tiba ketika nyebrang jalan
ia kepleset kotoran anjing.
Ia tak jatuh
tapi darah keluar dari borok di klangkangnya
dan meleleh ke kakinya.
Seperti sapi tengah melahirkan
ia berjalan sambil mengangkang.
Di dekat pasar ia berhenti.
Pandangnya berkunang-kunang.
Napasnya pendek-pendek. Ia merasa lapar.
Orang-orang pergi menghindar.
Lalu ia berjalan ke belakang satu retoran.
Dari tong sampah ia kumpulkan sisa makanan.
Kemudian ia bungkus hati-hati
dengan daun pisang.
Lalu berjalan menuju ke luar kota.

(Malaekat penjaga firdaus
wajahnya dingin dan dengki
dengan pedang yang menyala
menuding kepadaku.
Yang Mulya, dengarkanlah aku.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur lemah, gemetar ketakutan.)

Jam empat siang.
Seperti siput ia berjalan.
Bungkusan sisa makanan masih di tangan
belum lagi dimakan.
Keringatnya bercucuran.
Rambutnya jadi tipis.
Mukanya kurus dan hijau
seperti jeruk yang kering.
Lalu jam lima.
Ia sampai di luar kota.
Jalan tak lagi beraspal
tapi debu melulu.
Ia memandang matahari
dan pelan berkata: “Bedebah.”
Sesudah berjalan satu kilo lagi
ia tinggalkan jalan raya
dan berbelok masuk sawah
berjalan di pematang.

(Malaekat penjaga firdaus
wajahnya tampan dan dengki
dengan pedang yang menyala
mengusirku pergi.
Dan dengan rasa jijik
ia tusukkan pedangnya perkasa
di antara kelangkangku.
Dengarkan, Yang Mulya.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang kalah.
Pelacur terhina).

Jam enam sore.
Maria Zaitun sampai ke kali.
Angin bertiup.
Matahari turun.
Haripun senja.
Dengan lega ia rebah di pinggir kali.
Ia basuh kaki, tangan, dan mukanya.
Lalu ia makan pelan-pelan.
Baru sedikit ia berhenti.
Badannya masih lemas
tapi nafsu makannya tak ada lagi.
Lalu ia minum air kali.

(Malaekat penjaga firdaus
tak kau rasakah bahwa senja telah tiba
angin turun dari gunung
dan hari merebahkan badannya?
Malaekat penjaga firdaus
dengan tegas mengusirku.
Bagai patung ia berdiri.
Dan pedangnya menyala.)

Jam tujuh. Dan malam tiba.
Serangga bersuiran.
Air kali terantuk batu-batu.
Pohon-pohon dan semak-semak di dua tepi kali nampak tenang
dan mengkilat di bawah sinar bulan.
Maria Zaitun tak takut lagi.
Ia teringat masa kanak-kanak dan remajanya.
Mandi di kali dengan ibunya.
Memanjat pohonan.
Dan memancing ikan dengan pacarnya.
Ia tak lagi merasa sepi.
Dan takutnya pergi.
Ia merasa bertemu sobat lama.
Tapi lalu ia pingin lebih jauh cerita tentang hidupnya.
Lantaran itu ia sadar lagi kegagalan hidupnya.
Ia jadi berduka.
Dan mengadu pada sobatnya
sembari menangis tersedu-sedu.
Ini tak baik buat penyakit jantungnya.

(Malaekat penjaga firdaus
wajahnya dingin dan dengki.
Ia tak mau mendengar jawabku.
Ia tak mau melihat mataku.
Sia-sia mencoba bicara padanya.
Dengan angkuh ia berdiri.
Dan pedangnya menyala.)

Waktu. Bulan. Pohonan. Kali.
Borok. Sipilis. Perempuan.
Bagai kaca
kali memantul cahaya gemilang.
Rumput ilalang berkilatan.
Bulan.

Seorang lelaki datang di seberang kali.
Ia berseru: “Maria Zaitun, engkaukah itu?”
“Ya,” jawab Maria Zaitun keheranan.
Lelaki itu menyeberang kali.
Ia tegap dan elok wajahnya.
Rambutnya ikal dan matanya lebar.
Maria Zaitun berdebar hatinya.
Ia seperti pernah kenal lelaki itu.
Entah di mana.
Yang terang tidak di ranjang.
Itu sayang. Sebab ia suka lelaki seperti dia.
“Jadi kita ketemu di sini,” kata lelaki itu.
Maria Zaitun tak tahu apa jawabnya.
Sedang sementara ia keheranan
lelaki itu membungkuk mencium mulutnya.
Ia merasa seperti minum air kelapa.
Belum pernah ia merasa ciuman seperti itu.
Lalu lelaki itu membuka kutangnya.
Ia tak berdaya dan memang suka.
Ia menyerah.
Dengan mata terpejam
ia merasa berlayar
ke samudra yang belum pernah dikenalnya.
Dan setelah selesai
ia berkata kasmaran:
“Semula kusangka hanya impian
bahwa hal ini bisa kualami.
Semula tak berani kuharapkan
bahwa lelaki tampan seperti kau
bakal lewat dalam hidupku.”
Dengan penuh penghargaan lelaki itu memandang kepadanya.
Lalu tersenyum dengan hormat dan sabar.
“Siapakah namamu?” Maria Zaitun bertanya.
“Mempelai,” jawabnya.
“Lihatlah. Engkau melucu.”
Dan sambil berkata begitu
Maria Zaitun menciumi seluruh tubuh lelaki itu.
Tiba-tiba ia terhenti.
Ia jumpai bekas-bekas luka di tubuh pahlawannya.
Di lambung kiri.
Di dua tapak tangan.
Di dua tapak kaki.
Maria Zaitun pelan berkata:
“Aku tahu siapa kamu.”
Lalu menebak lelaki itu dengan pandang matanya.
Lelaki itu menganggukkan kepala: “Betul. Ya.”

(Malaekat penjaga firdaus
wajahnya jahat dan dengki
dengan pedang yang menyala
tak bisa apa-apa.
Dengan kaku ia beku.
Tak berani lagi menuding padaku.
Aku tak takut lagi.
Sepi dan duka telah sirna.
Sambil menari kumasuki taman firdaus
dan kumakan apel sepuasku.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur dan pengantin adalah saya.)

Senin, 22 Oktober 2012

[Melawan] Amorfati Nietzsche



Menulis membuatku kehilangan imajinasi. Setiap kata yang kutuliskan mewujud dalam kasunyatan. Aku tulis sendok muncul sendok. Aku tulis bidadari, datanglah wanita cantik bagai peri. Aku tuliskan cerita peperangan, berkobarlah pertempuran persis seperti yang kutuliskan. Lalu apakah masih disebut imajinasi jika semua telah terealisasi?

Aku sudah hancurkan segala berhala. Sehingga tak perlu lagi manusia menyembah apa dan siapa. Aku sudah bakar surga dan neraka. Kini tinggal bumi yang kau huni. Jika tak ada yang abadi maka tak ada pula yang tak kembali. Semua berulang dan terus berulang, bereinkarnasi. Sejarah mengalir seperti sirkulasi darah. Lama dan baru hanya ilusi persepsi, mengenai masa yang merentang, tentang ruang yang terbentang.



Apa yang kau harapkan dari hamparan lautan yang tak berdaratan? Maka cintailah semua bagian dari samudra itu sebagaimana panglima mencintai tiap inchi peperangan. Seperti matematikawan yang menikmati kerumitan setiap hitungan. Tak ada kehidupan seindah perang. Manusia tak boleh mengalah pada ketenang-tentraman. Ketenang-tentraman adalah berhala paling berbahaya. Ia melemahkan segala daya kemampuan yang dimilki manusia.

Suatu saat kutulis Tuhan sudah mati. Tiba-tiba semilir angin menancapkan dingin yang menusuk sampai sumsum tulang. Gelap menyergap. Aku hilang ditelan bayang hitam.


Minggu, 21 Oktober 2012

Pertanyaan-Pertanyaan Tentang Pendidikan


Menurut anda, apakah pendidikan itu penting? Kalau penting, sepenting apakah pendidikan dalam kehidupan kita sehari-hari? Apakah anda mendapat manfaat dari hasil pendidikan anda? Baiklah, kita anggap, kita sepakat pendidikan itu penting dan bermanfaat. Setidaknya, dunia pendidikan menyediakan lapangan pekerjaan yang lumayan banyak. Saya ajukan pertanyaan lagi, Apa bedanya pendidikan dengan pengajaran? Kenapa juga harus dibedakan?


Menurut saya selama ini yang terjadi di Indonesia kebanyakan hanyalah pengajaran (transfer of knowledge/ ta’lim) belum sampai pada taraf pendidikan (tarbiyyah/ education) yang seharusnya lebih banyak berkecimpung dalam ranah akhlak. Jujur, saya mendapatkan pendidikan yang sebenarnya bukan dari sekolah formal, tapi dari pesantren. Di pesantren tempat saya mondok dulu, seluruh aktivitas santri diawasi paling tidak oleh pengurus kamar. Ada ma’murat-manhiyyat (perundang-undangan) yang sanksinya jelas. Misalnya meninggalkan shalat jama’ah, tidak ngaji, atau pacaran, maka dita’zir (dihukum) sujud hingga beberapa menit. Jadi, diantara kami kalau ada yang keningnya hitam itu belum tentu dia rajin sembahyang, bisa jadi rajin ta’ziran. Ini bukan berarti saya mengharuskan setiap anak masuk pesantren. Tradisi di pesantren itu hanya salah satu kearifan lokal saja.
Tak bisa dipungkiri tujuan orang tua yang menyekolahkan anaknya sekarang adalah agar kelak ia mendapat kehidupan ekonomi yang layak. Pola pikir masyarakat seperti ini merupakan hasil dari standardisasi ijazah pendidikan formal sebagai syarat melamar pekerjaan. Jika ingin mendapat pekerjaan yang layak minimal lulus SMA atau S1 lah. Dengan demikian, sistem pendidikan telah menyimpang dari tujuan asal, yakni mencerdaskan dan membangun moral bangsa. Sehingga saya tidak heran kalau hasil “pendidikan" di Indonesia menjadi sekacau ini. Tidak hanya murid yang saling mecontek saat ujian nasional, para guru pun berkolusi menghalalkan segala cara agar sekolahnya tidak menanggung malu. Jika pada tingkat pelajar saja sudah diajari berlaku korup, maka jangan heran kalau lembaga-lembaga negara menjadi sarang para koruptor.
Bangsa kita sekarang ini memang sedang menderita yang namanya syndrome kesesatan. Kesesatan ini menjangkiti pola pikir kita. Kalau dari cara berfikirnya saja sudah sesat, pasti melahirkan pemikiran yang sesat, tidakan yang juga sesat. Contoh, buatlah angket yang menanyakan, apa pelajaran yang paling anda benci semasa sekolah? Jawaban terbanyak pasti matematika. Saya tidak paham bagaimana kebanyakan pelajar bisa benci pelajaran matematika. Maka timbul pertanyaan lagi, ini yang salah gurunya atau cara pengajarannya, atau memang muridnya? Padahal matematika mengajarkan kepada kita konsistensi logika. Tidak ada pelajaran yang sekonsisten matematika. Opini siapa pun tidak bisa berpengaruh  terhadap teori-teorinya.
Mungkin karena banyak yang benci matematika, logika bangsa kita ini jadi tidak konsisten. 1 juta + 1 juta seharusnya 2 juta, tapi karena saking canggihnya pemikiran bangsa Indonesia tidak mesti dua juta, tergantung anda maunya berapa, nanti bisa lah kita rundingkan rumusnya sendiri.
Beberapa minggu lalu kakak saya pergi ke kantor kecamatan mengurus KTP bapak saya yang hilang. Namun ternyata dia “diusir” gara-gara pake celana pendek ¾. Batin saya yang ngusir ini matematikanya jelek. Wong dia saja pake rok mini ¾. Bukannya saya mendukung ketua DPR yang melarang wanita pake rok mini. Yang saya persoalkan sama sekali tidak masalah aurat. Karena banyak perdebatan pendapat mengenai hal itu. Saya malah lebih senang kalau dia tidak pake rok, hehe. Namun masalahnya adalah bagaimana pegawai kecamatan itu berlaku adil dan konsisten cara berfikirnya.
Inkonsistensi logika/ kesesatan berfikir yang sedemikian parahnya ternyata juga menjangkiti sikap keberagamaan. Bukan karena banyaknya muncul aliran sesat, tetapi justru karena sikap umat beragama dalam menghadapi mereka yang dianggap sesat. sudah tahu orang tersesat kok malah digebukin? Orang mencoba berfikir menggunakan akalnya dalam menfsirkan naskah-naskah agama malah dianggap kafir. Padahal bukankah anjuran berdzikir dan berfikir dalam kitab suci itu berbanding lurus?

Lalu apa yang harus kita perbuat?
Kalau boleh saya menganalogikan, ibarat air dalam sebuah gelas, negara ini telah berisi air yang mutanajjis. Moral manusia-manusianya telah tercemar. Dalam ilmu fiqh, untuk mensucikan air yang mutanajis itu ada beberapa opsi. Pertama, kita buang seluruh isinya, kita cuci gelasnya dan menuangkan air suci yang baru. Jika kita menerapkan opsi ini berarti kita harus "membunuh" generasi-generasi tua yang telah tercemar dan menggantinya dengan generasi baru yang masih bersih. Berarti harus ada revolusi. Pada tahun 1998 kita sudah melakukannya. Tapi apa hasilnya? Sama saja. Kita gagal revolusi karena ternyata bangsa ini belum betul-betul siap untuk berubah. Bangsa kita belum menyiapkan generasi pengganti yang benar-benar bersih.
Opsi kedua adalah mengubah air tersebut dengan alat bantu, penyulingan misalnya. Dengan syarat alat bantu itu juga suci. Alat bantu apa kira-kira yang mampu membuat koruptor-koruptor dan para pelaku kejahatan benar-benar bertobat? Penjara ternyata tidak efektif untuk membuat jera. Panti rehabilitasi baru tersedia bagi pecandu narkoba. Padahal kita perlu merehabilitasi moral bangsa. Ceramah-ceramah keagamaan, termasuk training ESQ terasa seperti orang jualan. Padahal alat bantu itu harus suci dari kepentingan-kepentingan duniawi.
Mungkin kita hanya bisa mengandalkan pilihan pamungkas. Kita tuangkan air yang benar-benar suci kedalam gelas itu secara kontinyu. Sehingga air lama yang mutanajjis tumpah tergantikan oleh air suci yang baru sampai hilang segala sifat najis yang disandangnya. Dengan demikian, mulai sekarang kita harus memproduksi generasi yang bersih. Biarlah generasi tua yang kotor mati dengan sendirinya. Dan kita tidak boleh menjadi penerus lingkaran setan. Kita harus tetap bersih dan terus memproduksi generasi yang bersih. Bila perlu kita dandani dan cuci alat bantu yang masih rusak dan kotor tadi.
“Mungkin sumber dari perubahan itu berasal dari salah satu, dua, atau tiga orang dari kita... Namun, dia bagai virus yang gampang sekali menyebar bak virus flu di musim pancaroba... Mulai dari diri sendiri. Mulai dari hal yang paling kecil. Mulai dari sekarang.”

*) Sebagian ide dari tulisan ini pernah disampaikan dalam diskusi bersama IKRIMAT (Ikatan Remaja Masjid at-Taqwa) Sekayu, Semarang Tengah.

Status Facebook [Quotes/ Kutipan-Kutipan]



Kutipan-kutipan yang pernah kukutipkan dalam status facebook.
-----------
"Setiap atom menari di darat atau di udara
Sadari baik-baik, seperti kita, ia berputar-putar tanpa henti di sana
Setiap atom, entah itu bahagia atau sedih,
Putaran matahari adalah ekstase yang tak terperikan."
[Mawlana Rumi]
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/123634064380899
:: وَقَدِّمِ الْأَخَصَّ فِي اتِّصَالِ
وَقَدِّمًا مَّا شِئْتَ فِي انْفِصَالِ ::
"dahulukan yang lebih khusus [saya, kamu lalu dia dan mereka] jika dalam sebuah kolusi. dahulukan sesuka hatimu kalau tidak sedang dalam koalisi." [Ibnu Malik, Alfiyah]"
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/217376624940119
.... you are the air that i breath/ you're the ground beneath my feet/ when did i stop believing?....
[kaulah udara yang kuhirup/ kaulah tanah di bawah kakiku/ kapan aku berhenti percaya?]
:: josh groban - my confession ::
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/230101060334342
your story may not have such a happy begining, but that does not make who you are. it is the rest of your story who you choose to be. (riwayat hidupmu mungkin tak bermula bahagia, tapi itu tidak membuat siapa dirimu. itu hanyalah rehat/ jeda dari ceritamu supaya kau memilih menjadi [si]apa dirimu sebenarnya).
:: old goat dalam kungfu panda 2 ::
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/231480130196435
only after the last tree is cut down, the last of the water poisoned, the last animal destroyed... only then will you realize you cannot eat money. (cree indian prophecy)
hanya setelah pohon terakhir ditebang, air terakhir tercemar, hewan terakhir dibunuh... maka baru kamu sadar kamu tidak bisa memakan uang. (ramalan yang diyakini orang india).
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/241604292517352
Famaa nazharat 'ainayya ilaa ghairi wajhihi/ walaa sami'at udzunii khilaafa kalaamihi.
Maka kedua mataku tidak memandang kepada selain wajahnya/ dan telingaku tidak mendengar selain ucapannya. [ibnu arabi].
Saat setiap sesuatu adalah dirimu/ pada bagian mana bisa kutemukan aku? [tn]
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/267653459912435
the more a man knows god, the more is he lost in him (semakin seseorang mengenal tuhan makin sering ia hilang didalamnya) -dzunnun
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/303296689681445
there has to be evil so good can proof its purity above it.
harus ada yang jahat supaya yang baik terbukti kemurniannya."
~ budhist
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/329949273682853
pegang erat tanganku
bimbing langkah kakiku
aku hilang arah tanpa hadirmu
dalam gelapnya malam hariku
letto_sandaran hati
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/330224170322030
sunlight entering houses through many windows is split up by spatial barriers but remains essentially the same.
sinar matahari yang masuk ke dalam rumah melalui banyak jendela terpecah oleh dinding penghalang tetapi pada dasarnya adalah sama (satu)
~ mawlana rumi
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/331274303550350
karena alhamdu lillahi (segala puji hanya bagi allah) maka sepatutnya kita berdoa 'audzubillahi minal hamdi (aku berlindung kepada allah dari segala pujian). [deadman walking]
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/332318176779296
- kenapa paman meninggalkan saya?
+ aku tak ingin menjadi hijab antara dirimu dengan diri-Nya.
:: percakapan antara raden syahid dan abdul jalil dalam novel "suluk malang sungsang."
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/341136949230752
Seekor rajawali yang dibiasakan tinggal bersama kawanan bebek tidak akan pernah bisa terbang mengepakkan sayap sebagai pengarung kesunyian angkasa. Karena itu, sebagai rajawali muda, engkau harus ditendang dari atas bukit agar jatuh ke jurang sehingga nalurmu untuk mengepakkan sayap akan muncul dengan sendirinya. [abdul jalil saat akan meninggalkan raden syahid, dalam novel "suluk malang sungsang"]
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/341139909230456
diantara sifat tawadhu (rendah hati) adalah mau makan/ minum satu piring/ gelas dengan saudaranya. (durrotun nashihin)
---
tak ada penyakit yang menular melalui ludah. kalau ludahku dan ludahmu sudah bersatu, apakah lidah kita akan melukai satu sama lain?
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/346126105398503
kecil sebenarnya berarti besar. ia terlempar dalam panggung hidup yang kasar. [bondan prakoso feat. fade 2 black_waktu]
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/347445361933244
kita bisa memandang orang lain sebagai kelompok yang bathil karena memuja al-mudhil (yang maha menyesatkan). sebaliknya, orang juga bisa memandang dari sudut lain dengan mengatakan kitalah sebagai kelompok batil pemuja al-mudhil. padahal, baik al-haqq maupun al-mudhil sejatinya adalah asma', af'al dan shifat dari zat yang maha tunggal: allah. karena itu, barangsiapa yang menganggap al-mudhil dan al-haqq dua zat yang berbeda maka dia musyrik. [abdul jalil dalam novel "suluk malang sungsang"]
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/348140668530380
squidward, kita tak butuh televisi, karena kita punya imaginasi. [spongebob]
---
kutipan yang sebenarnya bagus dan saya suka, tapi ia menjadi lucu dan satire karena publikasinya juga melalui melalui televisi.
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/349464605064653
be like melting snow, wash yourself on yourself.
jadilah bak butiran salju, basuh dirimu dengan dirimu.
[mawlana rumi]
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/355079951169785
do not look back my friend. no one knows how the world ever began. if you dwell on the past or future, you will miss the moment.
jangan lihat ke belakang kawan. tak ada yang tahu bagaimana dunia bermula. bila kau (terjebak) tinggal pada masa lalu atau masa depan, kau akan kehilangan momen.
[mawlana rumi]
---
selamat tahun baru imlek. indonesia terlalu banyak punya tahun baru dan hari besar. :)
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/357928694218244
There is no secret ingredient. To make something special, you just have to believe it's special.
Tak ada resep rahasia. Untuk membuat sesuatu istimewa, kamu hanya harus yakin ia benar-benar istimewa.
[ayah po dalam film kungfu panda I, "the legend of po"]
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/359468530730927
i can sense your presence in my heart although you belong to all the world.
aku bisa merasakan hadirmu dalam hatiku walaupun kau milik semesta alam.
[mawlana rumi]
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/382617565082690
di saat hampa harimu
di saat hampa hatimu
ku kan ada, ku di sana
menemanimu selalu
dalam duka
[letto_dalam duka]
:: yang saya suka dari lagu-lagu letto: religi tidak [di]jadi[kan] komoditi, tetapi ruh di setiap karyanya yang mengandung spritual universal.
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/383241895020257
kumengira hanya dialah obatnya
namun kusadari bukan itu yabg kucari
kuteruskan perjalanan panjang yang begitu melelahkan
dan kuyakin kau tak ingin aku berhenti.
[letto_lubang hati]
jadi teringat imam ghazali ketika meragukan semua ilmu yang ia pelajari.
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/387351051276008
Kalau kau pernah takut mati, sama. Kalau kau pernah patah hati, aku juga iya. Dan seringkali sial datang dan pergi tanpa permisi kepadamu. Suasana hati. tak peduli. Kalau kau kejar mimpimu, slalu. Kalau kau ingin berhenti, ingat tuk mulai lagi. Tetap semangat. Dan teguhkan hati di setiap hari, sampai nanti, sampai mati. [letto_sampai nanti]
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/388597264484720
inikah yang kau mau? benarkah ini jalanmu? hanyalah engkau yang kutuju. pegang erat tanganku, bimbing langkah kakiku. aku hilang arah tanpa hadirmu. dalam gelapnya malam hariku. [letto_sandaran hati]
adakah sandaran yang lebih kuat dari allahush shamad?
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/389949727682807
dari sudut mata
jantung hati mulai terjaga bisik di telinga
coba ingat semua
dan bangunkanlah aku dari mimpi-mimpiku
sesak aku di sudut maya dan tersingkir dari dunia nyata
[letto_sebenarnya cinta]
ingatkah dari mana kau berasal? kesanalah kau kan kembali.
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/390058341005279
take away what i want. take away what i do. take away what i need. take away everything what take me from you.
ambillah apa yang kuinginkan. ambillah apa yang kulakukan. ambilah apa yang kubutuhkan. ambillah semua yang mengambilku darimu.
[mawlana rumi]
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/390544094290037
money is a fine servant, but dangerous master.
uang adalah pelayan yang baik, tapi tuan yang berbahaya.
~prof. ellis
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/401223833222063
be slow in choosing, but slower in changing.
pelan saja dalam memilih, lebih pelan lagi dalam berubah.
~prof. ellis
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/401256173218829
fastaghatsa ahlul-jannah bil-jannah kamastaghatsa ahlun-nar bin-nar.
penghuni surga pun meronta-ronta sebagaimana penghuni neraka meronta-ronta karena siksaannya.
~bayazid al-busthami
apa yang kau nikmati dari surga jika tak dapat bertatap muka dengannya?
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/404948682849578
cinta adalah landasan penciptaan, sedang nalar dan hukum datang belakangan ~mawlana rumi
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/406548849356228
ketika belum kepingin sudah
ketika sudah kepingin tambah
sesudah ditambahi kepingin lagi
kepingin lagi lagi lagi dn lagi
~caknun_tak sudah-sudah
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/407895499221563
tidakkah tuan tahu bahwa kebenaran di dalam islam adalah pribadi sifatnya? tidakkah tuan tahu bahwa ketakwaan orang-seorang tidak bisa diukur dengan paham, firqah, madzhab, jama'ah? tidakkah tuan tahu bahwa pertanggungjawaban manusia di hadapan allah adalah bersifat pribadi dan bukan jama'ah?
~abdul jalil kepada syaikh kepada maulana maghribi dalam novel suluk malang sungsang.
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/416303895047390
jika suatu saat nanti kalian mendapati tubuh jasadku terbujur tanpa nyawa karena ruhku telah kembali kepadanya. hendaknya kalian kuburkan jenasahku tanpa tanda apapun yang bersifat bendawi. jangan biarkan siapapun diantara manusia mengetahui kuburanku. jangan buat manusia datang menziarahiku. aku tidak ingin menjadi hijab setitik noktah pun bagi manusia dalam berhubungan dengan penciptanya. biarkan aku terkubur sebagai tanah yang diinjak-injak manusia. biarkan jasad tubuh anak adam ini kembali menjadi tanah
~ wejangan syekh lemah abang kepada murid-muridnya
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/416308508380262
Sebagian besar gadis-gadis lebih suka kelihatan cantik daripada cerdik. Karena sebagian besar laki-laki lebih pandai melihat daripada berfikir. ~george bernard show
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/428333087177804
kau seperti udara yang kuhela. kau selalu ada. ~dealova_once
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/466734993337613
Hidup terlalu singkat untuk tak berbuat. Hidup terlalu indah untuk tak berubah. ~letto_yang kusebut sayang
ibda' binafsik (mulailah dari dirimu sendiri) ~al-hadits
oh bagaimana [aku] bisa merubah dunia jika merubah diri saja tak bi[a]sa?
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/471230652888047
sekarang buku laku dan buku bagus sudah rancu karena kurangnya budaya kritik dalam tradisi kita. ~putu wijaya.
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/471305522880560
luangkan sejenak detik dalam hidupmu.
berikanlah rindumu pada denting waktu.
luangkanlah sejenak detik dalam sibukmu.
dan lihatlah warna kemesraan dan cintaa
yang tak semu
yang tak semu
yang tak semu....dah itu
~letto_sejenak
----
hayya 'alash-shalaah. selamat menunaikan ibadah shalat maghrib bagi anda yang menjalankannya. :)
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/474131852597927
apapun mimpi kita, realitanya adalah kita sedang tidur. ~noe letto
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/498254083519037
Rindu itu belum hilang/ walau pertemuan itu terkenang/ dalam hati kuberdoa/ jangan sampai aku pernah terlupa/ padamu, penjaga hidupku/ tak pernah meninggalkan aku.
Bunga menebar sejuk wewangian malam itu/ ku tak mampu menahan rasa yang tak menentu/ lalu muncullah rasa dh dalam benakku/ ku tak pantas memandangi wajahmu. ~letto_bunga di malam itu.
man ra'a wajhaka yas'ad, ya karimal walidaini.
Betapa beruntung orang yang memandang wajahmu ya nabi.
meski dalam mimpi, akan berjumpa denganmu aku malah melarikn diri.
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/504206452923800
semua orang di planet ini adalah kanak-kanak, kecuali sedikit sekali. tak ada yang tumbuh dewasa selain mereka yang terbebas dari hasrat. ~mawlana rumi
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/298417020271527
aku ingin bernyanyi seperti burung bernyanyi, tak perlu khawatir tentang siapa yang mendengarkan dan apa yang mereka pikirkan. ~ Rumi
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/453658141351705
kenapa kau mengetuk setiap pintu orang lain? ayo, ketuk pintu hatimu sendiri.
http://www.facebook.com/tirta.nirwana/posts/399605620104871
hidup tanpa cinta adalah kesia-siaan. "haruskah aku mencari cinta material, fisikal, atau spiritual?", jangan bertanya demikian. sebuah pemisahan menyebabkan pemisahan yang lain. cinta tak butuh nama, kategori, atau definisi apapun. cinta adalah dunia itu sendiri. tak peduli apakah kau berada di dalam, di tengah, ataupun di luar kerinduan.
~ Syams Tabrizi