Pages

Sabtu, 27 Juni 2015

Keledai Membaca Al-Qur’an


رُبَّ تَالٍ لِلْقُرْآنِ وَالْقُرْآنُ يَلْعَنَهُ
“Banyak orang yang membaca al-Qur’an, sedangkan al-Qur’an melaknatnya.”
Dua kali saya mendengar atsar (tapi seringkali dianggap hadits) yang disandarkan kepada sahabat Anas bin Malik ra. ini diartikan sebagai pentingnya membaca al-Qur’an dengan ilmu tajwid. Pertama, saya dengar dari bapak saya setelah mendengar bacaan al-qur’an seorang yang shalat di mushalla sebuah SPBU. Kedua dari taushiyyah seorang ustadz setelah tadarusan tadi malam. Akibat pemahaman seperti ini adalah jika membaca al-qur’an tanpa tajwid bisa-bisa al-qur’an malah melaknat pembacanya. Mungkin maksud mereka mengartikannya demikian adalah untuk memberi motivasi (walau dengan menakut-nakuti?) agar orang mau belajar al-qur’an.
Dalam memahami sesuatu, saya lebih suka mengaitkannya dengan hal lain yang berkaitan. Jadi, setiap teks adalah clue untuk teks lainnya. Walau dalam menyusun pemahaman mungkin belum sempurna, minimal sebuah potongan puzzle telah menemukan pasangan terdekatnya. Sehingga kita bisa melihat gambarnya dengan lebih jelas. Bagi saya, ini menjadi seperti game yang mengasyikkan.
Arab dan  Indonesia itu jauh jaraknya. Bahasa dan dialeknya pun pasti berbeda. Rasulullah saw. pernah bersabda “saya adalah orang yang paling fasih melafadzkan huruf dhad (ض).” Ini menjadi bukti bahwa bahkan bacaan al-Qur’an orang Arab pun tidak semuanya bagus. Maka bayangkan bagaimana kesulitan orang bukan Arab? Kalau setiap orang harus fasih dan benar bertajwid dalam membaca al-Qur’an, maka bukankah hanya Rasulullah saja yang tidak dilaknat? Terus buat apa baca al-Qur’an kalau malah mendapat laknat?
Adalah terburu-buru menyimpulkan bahwa atsar tersebut berkaitan dengan tajwid. Karena tidak ada qarinah  yang mengarahkan maksud ke sana. Apalagi ada hadits yang berbunyi
الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ، وَالَّذِى يَقْرَؤُهُ وَيَتَعْتَعُ فِيْهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ
“Orang yang mahir membaca Al-Qur’an, dia berada bersama para malaikat yang terhormat dan orang yang terbata-bata di dalam membaca Al-Qur’an serta mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala,”
Sabda Rasul ini semakin meyakinkan saya bahwa perkataan sahabat Anas ra. bukan tentang tajwid. Bagaimana mungkin orang yang Allah memberinya penghargaan dua kali bisa mendapatkan laknat al-Qur’an?
Lalu apakah perkataan sahabat Anas ra. salah karena bertentangan dengan hadits Rasul atau bagaimana? Menganggap sahabat Anas salah itu juga terburu-buru. Tidak ada pertentangan di sini. Sebab jika kita membaca surat al-Jumu’ah ayat 5, mungkin kita akan lebih memahami maksud sahabat Anas ra.
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“ Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Saya merinding membacanya. Orang-orang yang membawa kitabullah tapi tidak mengamalkannya dihina Allah seperti keledai. Bagaimana nasib saya yang membaca al-Qur’an masih kulitnya saja, betapa jauh dari memahaminya, apalagi sampai mengamalkannya. Apa bedanya saya dengan keledai Nasruddin Hoja ketika disuruh tuannya membaca kitab tetapi cuma menjilati dan membolak-balik lembarannya? Lalu mau ditaruh ke mana muka saya ketika membaca al-Qur’an sampai pada ayat “ ألا لعنة الله على الظالمين , (sesungguhnya laknat Allah diberikan kepada orang-orang zalim(, “ ألا لعنة الله على المكذبين (sesunguhnya laknat  Allah ditimpakan  kepada para pendusta). Modar aku... betapa masih sering saya menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Betapa masih sering saya meninggalkan kewajiban dan melanggar perintah-perintah yang Allah sampaikan dalam al-Qur’an?
Sekarang Ramadhan memasuki hari ke 10. Tadarusmu sudah dapat berapa juz? Atau malah sudah khatam berapa kali? Setelah membaca al-Qur’an, saya malah jadi takut bercermin.




Senin, 15 Juni 2015

Jendela Kamar



Rintik hujan yang menciumi jendela
Taktik taktik mengetuk hati yang tak berkutik
ngengat dipermukaannya
entah bodoh atau buta
sayapnya berisik
mengutuki kaca
krakkrik krakkrik

bila dunia adalah semesta rintang
aku kah serangga yang tersesat
jendela kaca bukanlah sekat sayang
ketololan yang congkak lah
penyebab hijab berlipat-lipat

seperti jarik drupadi yang dilucuti
keindahanmu tak kunjung habis kutelanjangi
walau berbagai jenjang pengetahuan telah tergapai
masih saja kebenaran punya ratusan tirai

dalam sunyi keheningan memekak
hingga kesepuluh kepala dasamuka meledak
duhai kasih, kian kau kupelajari
kenapa kau semakin tak kumengerti?

sayang, aku ingin menjadi jendela kamar
saat melihat matahari tenggelam
padaku kamu besandar
ketika malam telah meremang
biar aku menjelma bantal

merasuki mimpimu yang binal