Pages

Kamis, 30 Desember 2010

KOMUNISME AGAMA-AGAMA, AGAMA-AGAMA KOMUNIS


Judul buku : Madilog, Materialisme, Dialektika dan Logika

Penulis : Tan Malaka

Penerbit : Narasi, SumberanYogyakarta

Tebal : 568 halaman

Cetakan : pertama, 2010

Peresensi : Warih Firdausi*



Gurita kapitalismedi Indonesia, walaupun telah terbukti borok-boroknya, selama kurang lebih 45 tahun semenjaktumbangya orde lama seolah semakin menggedibal. Agaknya pemegang kuasa negeriini sudah benar-benar ekstase tercandu oleh faham ini. Dengan kepongahan kuasa,mereka menghalalkan segala cara untuk melayani hasrat perut mereka sendiri. Akhirnyakapitalisme mencipta kelas-kelas kasta baru. Borjuis (pemegang modal) danproletar (kaum buruh/ rakyat jelata).

Sesuai prinsip kapitalisme, siapa punya modal dia yang berkuasa. Sadar atau tidak, sebenarnyamereka, para pemimpin negeri ini juga sedang dipermainkan oleh tangan kuasayang lebih besar dari mereka. Bagaimana tidak? Berapa persen penghasilan Negara kita yang katanya gemah ripah loh jinawi,tukul kang sarwo tinandur, sehingga mendapat gelar sebongkah tanah surga, lari ke kantong investor asing? Inilah akibat dari kertergantungan terhadap modal luar negeri. Jika mereka tidak sadar berarti Negara kita ini sedang dipimpin oleh orang-orang yang tolol. Dan parahnya lagi jika mereka melakukan hal tersebut dengan penuh kesadaran, sungguh bejat sekali orang yang tega menjual negaranya demi kepentingan nafsu pribadi.

Dalam kitab (ia menyebutnya begitu) Madilog ini, sebenarnya Tan Malaka (tahun 1942-1943, ketika menulis buku ini) me"ramal"kan bahwa Indonesia kita akan bangkit dan merdeka jika terjadi ledakan kekuatan tersembunyi kaum proletar. Kekuatan tersembunyi ituseperti gaya potensial yang tersimpan dalam pegas yang terus menerus tertekanoleh kebengisan dan ketidakadilan. Maka tatkala pegas ini telah mencapai titik puncak daya tahannya, ia akan meledakkan gaya kinetiknya sekuat-kuatnya yangakhirnya melahirkan revolusi peradaban. Dia percaya Indonesia telah lamamengandung kekuatan tersembunyi itu, sayangnya masyarakat kita masih banyakyang terbuai oleh takhayul dan ilmu akhirat yang tercampur aduk (hal17). Mereka belum insaf untuk melek filsafat dan berfikir logis. Bahkan hingga zaman modernini, mental mistis bangsa Indonesia masih terasa kental sekali. Bagi Tan Malakaselama masyarakat masih berfikir menggunakan "logika mistik" maka ia takkanpernah maju.

Dengan gayabahasa laiknya orang yang sedang bertutur cerita, Tan Malaka membawa pembacamenjelajah pelbagai ilmu pengetahuan dari matematika, logika, fisika,astronomi, sejarah sampai filsafat yang beraliran dialektika materialis yang banyak dipengaruhi oleh Frederich Engel dan bapak Sosialisme, Karl Marx. Inilahyang menjadi kelebihan sekaligus kelemahannya (untuk zaman sekarang). Di satusisi hal ini menegaskan kemahirannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Tetapidi sisi lain terkadang pembaca (zaman sekarang) merasa tak jauh beda denganmembaca buku pelajaran sekolah, hanya saja dengan contoh yang berbeda dan lebihkonkrit. Yang patut dihargai dan mungkin disayangkan pula, penyunting buku inihanya sempat membenahi ejaan hurufnya saja, sedangkan gaya bahasa dan diksikitab Madilog masih seperti gaya bahasa jadul sehingga terkadang membuatpembaca harus membaca berulang kali agar mendapatkan pemahaman yang sempurna.

Di bagian akhir buku ini, Tan Malaka menyinggung sejarah agama-agama, khususnya monotheis. Iamenjelaskan bagaimana agama-agama tersebut saling berseluk-beluk,masuk-memasuki dan saling membawa pengaruh satu sama lain. Sehingga tak adagunanya memperuncing perbedaan yang mengakibatkan konflik berkepanjangan. Bahkan imbuhnya, tiga agama monotheis,Yahudi, Nasrani dan Islam yang nota bene paling kerap berkonflik menurutnyaadalah tiga sejiwa. Karena mereka lahir dari satu bangsa, bangsa Semit (Yahudidan Arab) yang mempunyai ujung yang sama yakni Nabi Ibrahim. Ketiganya jugamempunyai persamaan jiwa dan persamaan sari yang berinti pada satu Tuhan (hal460).

Dia jugamenganggap bahwa ketiga agama tersebut memiliki unsur-unsur pembebasan,egaliter, dan kominisme. Ia menggambarkan bagaimana ketegaran Nabi Musamemperjuangkan dan membela hak kaum budak bani Israil melawan tirani Fir'aunyang maha kejam. Bahkan dalam agama Kristen yang sekarang menjadi pengamal kapitalismeterbesar di dunia, menurut Tan Malaka mereka mengamalkan teori komunismesederhana ketika dulu Yesus masih hidup (hal478). Nabi Isa dengan berlandaskan ajaran kasihnya terhadap sesama tetap teguh memegang asasnya sampai nafas terakhir.

Begitu puladalam agama Islam, bagi Tan Malaka Nabi Muhammad adalah Rasul terbesar danparipurna bagi monotheisme yang menyempurnakan ajaran keesaan agama-agamasebelumnya sebagaimana Einstein menyempurnakan teori pamungkas Relativitas.Maka pesan ke-egaliteran Islam sebagai agamanya pun paling jelas. Islam mengajarkan persamaan semua manusia di mata Tuhan. Setiap manusia bisa langsung berhubungan dengan Tuhannya tanpa melalui kasta rabi atau pendeta sebagaiperantara atau cukong dan tengkulak antara hubungan manusia dengan Tuhan. Danprinsip ini seharusnya juga berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.

Namun, tetapsaja setiap zaman mempunyai metode tersendiri untuk menghadapi problematikanya.Meminjam istilah Ayu Utami, apa yangmendesak sekarang belum tentu penting di kala lampau dan kala depan. Melihat kuasa logika dan teknologi yang pada kenyataannya juga membawa dampak negatif,seperti mutlaknya kebenaran dan dekadensi moral, lantas apakah paradigmaMadilog cocok untuk kondisi bangsa Indonesia saat ini? Untuk mendapatkan jawabannya silakan membaca Kitab Madilog secara sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...