Pages

Tampilkan postingan dengan label muhammad. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label muhammad. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 Desember 2015

Kalau Engkau Marah Padaku, Lalu Mau Apa Aku?

Cobaan apa yang belum pernah dialami Rasululah saw dalam berdakwah? Beliau dihina, disiksa sampai diboikot segala. Ditambah dengan meninggalnya pamanda Abu Thalib dan Khadijah istrinya. Dua orang tercinta yang senantiasa berkorban dan menemaninya.
Masih dalam suasana duka baginda Nabi ditemani budaknya, Zaid bin Haritsah pergi ke Thaif, siapa tahu dakwahnya disambut baik oleh bani Tsaqif. Sesampai di sana Rasulullah saw mendatangi para pemuka suku. Beliau beranggapan dengan tergugahnya hati para tokoh, pengaruh dakwahnya akan lebih signifikan.
Namun yang terjadi jauh panggang daripada api. Alih-alih menerima, justru Rasullah saw dihina, dicacimaki, disuruh agar lekas angkat kaki. Bahkan mereka memprovokasi penduduk untuk mengusir beliau. Baginda Nabi lari dengan dihujani tidak cuma dengan pisuhan bahkan batu sungguhan. Sampai-sampai telapak kaki mulia beliau berdarah membasahi terompahnya. Zaid mati-matian pasang badan menjadi tameng hidup kanjeng Nabi. Bukan main pengorbanannya hingga harus rela kepalanya terkena lemparan mereka. Penduduk Thaif terus meneriaki dan mele mpari keduanya. Hujan makian dan lemparan baru reda setelah beliau berdua masuk kebun milik 'Utbah dan Syaibah, dua anak Rabi'ah.
Jarak kebun itu dari tempat awal beliau dilempari tak kurang dari 5 km. Beliau berdua menempuh jarak itu dengan jalan kaki atau bisa jadi harus merangkak tak hanya sesekali. Dengan tubuh penuh luka, dan entah bagaimana hatinya, di kebun itu beliau berteduh di bawah pohon anggur. Kalau hal ini terjadi pada selain baginda Muhammad, mungkin inilah saat yang tepat untuk sambat dengan mengumpat-umpat. tapi manusia satu ini bukan sembarang manusia. dia laksana berlian di antara bebatuan. memang beliau sambat tapi tanpa mengumpat:
 "اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ ! أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي ؟ أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك ، أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ، لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك"[ابن هشام 1/ 420]
 “Ya Allah, kepadaMu lah aku mengadukan kelemahan diriku, kekurangan siasatku, dan kehinaanku di hadapan manusia. Wahai Yang Maha Pengasih di antara para pengasih, Engkau adalah tuhan kaum yang lemah, Engkaulah Rabbku, kepada siapa lagi Engkau akan menyerahkan diriku? Kepada orang jauh yang bermuka masam kepadaku, atau kepada musuh yang Engkau kuasakan kepadanya urusanku? asalkan Engkau tidak murka kepadaku, (apapun yang terjadi) aku tidak peduli. sungguh teramat luas afiat yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung dengan cahaya WajahMu yang menyinari segala kegelapan, yang karenanya urusan dunia dan akhirat menjadi baik, agar Engkau tidak menimpakan kemurkaanMu kepadaku. Hanya Engkaulah yang berhak menegurku hingga Engkau ridha, tidak ada daya dan kekuatan selain dengan Engkau ….!!!"
Beberapa saat kemudian malaikat Jibril turun. dia mengabarkan kalau Kanjeng Nabi mau, Allah sudah menyiapkan malaikat untuk menimpakan dua gunung kepada penduduk Thaif. Pribadi agung ini menjawab dengan doa yang masyhur itu: اللهم اهد قومي فإنهم لا يعلمون ya Allah berilah petunjuk pada kaumku karena sesungguhnya mereka belum mengerti." ---- innallaaha wa malaaikatahu yushalluuna 'alan-naby yaa ayyuhal-ladziina aamanuu shalluu 'alaihi wasallimuu tasliimaa...

Sabtu, 04 Agustus 2012

Satire Kebenaran, Kebenaran Satire


menyimak lamat-lamat kanjeng Nabi Muhammad mengawali diskusi tentang kebenaran. "qul al-haqqa walaw kaana murra[n]" (katakanlah kebenaran meski pahit). kemudian semuanya pun urun rembuk.
plato: kebenaran itu universal berada di alam ide.
aristotle: ow tidak bisa rama, kebenaran itu harus empiris.
gadamer: ngeten mawon para buyut, kebenaran meniko hasil kompromi antara horizon subyek kalian obyek.
heideger: lebih baik menyimak suara "ada" biar kebenaran tersingkap dengan sendirinya.
derrida: apa itu kebenaran? yang ada hanya teks dan jejaknya
al-hallaj: ayyuhal ikhwah ana al-haqq (para sederek akulah sang maha kebenaran)
sejenak semua terdiam. lalu kanjeng nabi ndangu saya, lha menurutmu pie tn? kok meneng terus???
saya dilirik semua hadirin. mungkin mereka berharap saya mendukung pendapat yang telah mereka ajukan.
karena bingung mau dukung yang mana, kayaknya kok mantep semua. mau mendukung salah satu kok ya pekewuh dengan yang lain, akhirnya saya jawab saja "kebenaran itu...... WANI PIRO?????"

Memori tentang Lapar



aku teringat salah seorang kawanku yang agak
nggento.
yang membuatku kagum padanya adalah pada suatu saat ketika kami makan
bersama. mungkin karena hal inilah ia tak pernah makan banyak dan suka
mentraktir. ia berkata kepadaku "aku teringat anak-anak jalanan yang tak
mampu makan hingga kenyang."
aku terperangah, merinding dan malu cukup dengan satu kalimatnya. suatu hal yang
belum pernah kulakukan dalam setiap makan kenyangku. entah betapa
nikmatnya makan dengan lauk membayangkan anak-anak kelaparan, aku belum
pernah dan ingin sekali merasakan dzauqnya.
ia mengingatkan kepadaku tentang sabda Nabi Muhammad SAW "bukan termasuk umatku orang
yang pada malam hari dapat tidur dalam keadaan kenyang sedangkan ada
tetangganya yang bermalam dengan perut keroncongan." saat itu juga dalam
hati aku menggumam "ya Allah jika nanti tak Kau selamatkan ia dari api
nerakamu aku rela menjadi saksi baginya bahwa dalam sejarah hidupnya ia
pernah dan selalu ingin merasakan penderitaan umat-Mu."
kawan, itu baru seorang temanku gento amatiran, bayangkan seandainya para
gento berdasi di negeri kita ini semuanya punya hati seperti temanku...
kau mau bertaruh berapa kawan untuk menjadi saksinya????


Letto - Mutiara

Mendengar lagu ini, saya teringat sebuah syair arab "muhammadun basyarun laa kal basyari. bal huwa kal yaquuti bainal hajari." (muhammad itu manusia tapi bukan manusia biasa. dia laksana mutiara yaqut diantara bebatuan).

Saya kira penciptanya (Sabrang Mawa Damar Panuluh/ Noe) menceritakan perjumpaan dengan Kanjeng Nabi Muhammad sebagaimana dalam lagu Bunga di Malam itu.
Silahkan mendengarkan dengan khidmat.

Letto - Mutiara

Semilirnya angin di pagi yang dingin
Bersama cahaya dan heningnya suara
Menenangkan hati yang lama sunyi
Mengingatkanku kepada sesuatu

Reff:
Mutiara yang begitu indah
Murni tak bercela oh kilaunya
Oh indahnya bercerita dirimu
Yang ada dan sempurna
Hanyalah karena benih hati dan cinta

Dan setelah itu akupun terjaga
Bersama hatiku lidahpun bersuara
Takkan pernah aku melupakannya
Sebutir debu yang menjadi cahaya

Repeat reff

Sebuah cerita tak pernah ku kira
Terbentuknya cinta pantas dipuja

Judul Lagu   : Mutiara
Penyanyi     : Letto
Pencipta     : Noe & Widi
Album        : Cinta... Bersabarlah
Produksi     : Musica Studio

Jumat, 03 Agustus 2012

Dewa 19 Once - Dealova


aku ingin menjadi mimpi indah dalam tidurmu
aku ingin menjadi sesuatu yang mungkin bisa kau rindu
karena langkah merapuh tanpa dirimu
oh karena hati tlah letih

aku ingin menjadi sesuatu yang selalu bisa kau sentuh
aku ingin kau tahu bahwa ku selalu memujamu
tanpamu sepinya waktu merantai hati
oh bayangmu seakan-akan

kau seperti nyanyian dalam hatiku
yang memanggil rinduku padamu
seperti udara yang kuhela kau selalu ada

hanya dirimu yang bisa membuatku tenang
tanpa dirimu aku merasa hilang
dan sepi
dan sepi

kau seperti nyanyian dalam hatiku
yang memanggil rinduku padamu
seperti udara yang kuhela kau selalu ada

kau seperti nyanyian dalam hatiku
yang memanggil rinduku padamu
seperti udara yang kuhela kau selalu ada

selalu ada, kau selalu ada
____

:: vokal: once
:: lirik: opick

*) lagu implisit seperti ini menurut saya lebih baik daripada lagu yang berlabel religi tapi tak menyentuh hati. saya lebih suka lagu-lagu implisit seperti ini. dulu grup band dewa sering bikin, tapi sekarang sepertinya sudah tidak seintens dulu lagi. menurut saya yang masih istiqamah dengan lagu-lagu implisit yang punya ruh spiritual adalah lagu-lagunya letto.
saya kira mungkin opick dan ahmad dhani sudah merasa menemukan jawabannya sehingga lagu-lagu ciptaan mereka kini terasa hambar dan tak tampak haus spiritual lagi. padahal orang yang merasa telah sampai kepada-Nya adalah maghrur (orang terbujuk/ tertipu). wallahu a'lam.

  • "zidnii fiika tahayyuran" ([tuhan] tambahkanlah padaku kebingungan atasmu) ~Nabi Muhammad SAW
  • "jaddiduu iimanakum"... ([selalu] perbaharui imanmu!) ~al-hadits
  • "Ku mengira hanya dialah obatnya/ Tapi ku sadari bukan itu yang kucari/ Ku teruskan perjalanan panjang yang begitu melelahkan/ Dan ku yakin kau tak ingin aku berhenti/ Apakah itu kamu apakah itu dia/ Selama ini ku cari tanpa henti/ Apakah itu cinta apakah itu cita/ Yang ’kan mengisi lubang dalam hati." ~letto_lubang di dalam hati.

selamat menikmati

Kamis, 02 Agustus 2012

Konsep Insan Kamil Al-Jili (versi bahasa Indonesia)

Oleh: Warih Firdausi

Lawlaaka lawlaaka lamaa khalaqtu al-aflaak, walawlaaka, lamaa azhhartu ilaahi rububiyyati.
(Al-hadis al-Qudsi)

A. Biografi Singkat al-Jili
Abd al-Karim Qutbuddin bin Ibrahim al-Jīlī lahiri pada 1365/1366 AD, dan mungkin dia wafat kira-kira 1406 sampai 1417M, tapi beberapa sumber mengatakan dia meninggal pada 1424M. Dia juga Syeikh, seorang keturunan Abdul Qadir Al-Jilani. Ia belajar di Yaman 1393-1403 dan menulis lebih dari tiga puluh karya. Tulisannya sangat dipengaruhi oleh Ibn al-Araby, seoarang mistikus Spanyol dari abad ke-13. tulisan Jili telah mempengaruhi banyak orang di dunia Muslim termasuk Allama Iqbal, seorang penyair muslim dari India. Yang paling terkenal dari opus-nya adalah al Insan Kamil Fima'rifat al-Awaakhir wa al-Awaail. Sebenarnya, Insan Kamil (Manusia Sempurna) adalah kontinuitas dari ajaran Ibnu al-Arabi pada struktur realitas dan kesempurnaan manusia meskipun usia gagasan ini setua tasawwuf itu sendiri.(1) Ini dianggap salah satu karya sastra sufi yang menjadi haknya sendiri.
Dalam bukunya, lebih dari sekali ia menyebut 'Abd al-Qadir sebagai "tuan kami" (Syaikhuna). Hal ini mengindikasikan bahwa Al-Jili adalah salah satu anggota thariqah-nya. Para penulis biografi Muslim tidak memberikan banyak perhatian untuk dia, tapi dia menyatakan dia tinggal di Zabid, Yaman bersama dengan gurunya, Syaraf al-Din Ismail bin Ibrahim al-Jabarti, dan sebelum itu ia mengunjungi India.
Sebagai penulis, dia tidak bisa dikatakan tidak berbakat, meskipun karya-karyanya lebih mirip dengan karya mistik daripada literatur sastra. Selain beberapa puisi yang dia suka, dia juga memperkenalkan maqaamas dalam prosa lirik dan perumpamaan (mitsaal) tentang mitologi Plato.

B. Konsep Insan Kamil (Manusia Sempurna)
1. Definisi
Nabi bersabda "Khalaqa al-Rahmanu Adama bishuratihi" Tuhan menciptakan Adam (manusia) menurut citra-Nya." Dan Alam semesta diciptakan dalam citra manusia.(2) Pernyataan ini adalah argumentasi akan adanya Manusia Sempurna. Kata Insan berasal dari berbagai turunan kata. Ada yang mengatakan ia berasal dari uns (cinta), mungkin juga berasal dari nas, (lupa), karena kehidupan di bumi dimulai pada lupa dan berakhir pada lupa. Ada yang mengatakan berasal dari 'Ayn san, (seperti mata), Manusia adalah mata yang melaluinya Allah dapat melihat sifa-sifat dan Asma-asma-Nya dalam batasan-batasan tertentu. Insan al-Kamil, dengan demikian merupakan cermin di mana sifat-sifat Allah dan Asma-Nya sepenuhnya tercermin.(3) Mudahnya, Insan Kamil adalah manusia yang mencerminkan semua nama Allah dan sifat-sifat-Nya dalam segala aspek kehidupannya.

2. Penjelasan lebih lanjut
Al-Jili termasuk ke dalam golongan yang memiliki pemikiran dan keyakinan bahwa yang ada adalah satu (wihdatul wujud), dan semua variasi yang tampak adalah modus, aspek dan aktualisasi realitas, bahkan fenomena adalah ekspresi eksternal dari "ada yang nyata." Ia mendefinisikan esensi sebagai sesuatu dimana atribut dan nama dinisbatkan kepadanya. maka esensi bisa berwujud (maujud) atau non-wujud (mumtani 'al-maujud) yang ada hanya namanya seperti burung al-Anqa'.(4) Kemudian, esensi yang memiliki wujud dibagi menjadi dua macam. Yang pertama adalah wujud murni (Pure Being/ Wajib al-maujud), yaitu Tuhan, dan yang kedua adalah ada yang bercampur kemungkinannya dengan ketiadaan (mumkin al-maujud), yaitu dunia makhluk.
Al-Jili hampir mengulangi apa yang Ibnu 'Arabi dan al-Hallaj katakan, bahwa esensi inti dari Tuhan adalah Cinta. Sebelum penciptaan, Tuhan mencintai diri-Nya dalam kesatuan mutlak. Dan melalui cinta Ia membuat diri-Nya terlihat dari ketiadaan (al-'Amaa) tanpa asma 'dan sifat. Proses ini adalah apa yang al-Jili sebut dengan langkah Ahadiyyah/ tajalliyatuLlah pertama. Kemudian, karena kehendak-Nya untuk melihat bahwa cinta dalam kesendirian tidak memerlukan keserbalainan dan dualitas sebagai subjek eksternal,(5) Dia munculkan citra-Nya dari ketiadaan yang padanya Dia berikan semua atribut-Nya dan nama-Nya (Huwiyyah / langkah kedua). Allah menunjukkan Asma-Nya 'dan sifat bagi semua makhluk-Nya. Di antara seluruh makhluk-Nya, citra Allah yang terbaik adalah Adam (manusia) yang merupakan tempat dan sarana manifestasi Allah. maka sifat ke-ilahian terobyeksikan dalam kemanusiaan. Namun demikian, tajalli-Nya untuk manusia bervariasi, dan tajalliyatuLlah yang paling sempurna adalah Insan al-Kamil (Aniyah / langkah terakhir).
Semua makhluk adalah cermin, tempat untuk mencerminkan Kecantikan Absolut. Apa yang kita sebut dunia tidak lain hanyalah manifestasi Allah. hanya yang Allah hadir dan ada dalam kekekalan ('Azali) di Dark Mist/ kabut kegelapan ( Amaa ') yang juga disebut dengan Realitasnya realitas, harta Tersembunyi dan Putih (Murni) cempaka, jadi sekarang Dia hadir dalam segala hal tanpa inkarnasi (hulul ) dan campuran (imtizaj). Ia mewujud kedalam setiap bagian atom dari fenomena dunia tanpa menjadi banyak.(6)
keburukan mempunyai tempat yang sama di struktur eksistensi sebagaimana keindahan, keduanya sama-sama berada dalam kesempurnaan ilahi. Dengan demikian, kejahatan juga relatif. Kafir dan dosa adalah dampak dari kegiatan Allah dan bahkan merupakan sesuatu yang memperkuat kesempurnaan-Nya. Bahkan, setan juga memuliakan Allah, karena pemberontakan itu berada dalam kekuasaan Allah. Namun, Allah menunjukkan diriNya kurang sempurna dalam beberapa aspek dalam Iblis seperti Keagungan dan Kemarahan yang bertentangan dengan sifat-Nya yang lain seperti Kecantikan dan Kasih.(7)
Al-Jili menyebut Insan Kamil sebagai wali (penjaga) alam semesta, Qutb atau poros orbit dimana ada (being) berputar dari awal sampai akhir. Dia adalah penyebab utama penciptaan, ia adalah media Tuhan untuk melihat-Nya, karena nama-nama ilahi (Asma ') dan atribut (sifat) tidak bisa dilihat sepenuhnya kecuali dalam Insan Kamil. Karena itu, ia menjadi mediator dan kuasa kosmis yang menyatukan antara The Plural (yang jamak) dan The One (Maha Tunggal). Oleh karena itu viabilitas (kelangsungan hidup) alam ada tergantung padanya. Jadi, ia benar-benar menjadi khalifatuLlah fi al-ardh yang mengontrol keseimbangan dunia. Jika tidak ada Insan al-Kamil di dunia, niscaya tibalah waktu akhir sejarah dunia ini.
Semua orang berpotensi menjadi sempurna, tetapi sedikit dari mereka yang benar-benar sempurna. Mereka yang sempurna dalam aktualisasi adalah nabi dan orang suci (wali). Namun, karena variasi kesempurnan yang mereka miliki, masing-masing memiliki kemampuan yang berbeda untuk menerima pencerahan. Jadi, salah satu dari mereka harus ada yang lebih tinggi dari yang lain. Dan Manusia Sempurna yang Absolute menurut Al-Jili adalah Nabi Muhammad SAW. Dia juga menjelaskan bahwa Insan al-Kamil selamanya adalah manifestasi eksternal dari esensi Muhammad (haqiqah al-Muhammadiyyah) yang memiliki kekuatan untuk memiliki bentuk apa pun ia inginkan secara kondisional di setiap waktu. Al-Jili mengakui bahwa ia pernah bertemu dengan Nabi dalam bentuk gurunya Syaraf al-Din Ismail al-Jabarti.

3. Cara untuk mencapai Insan al-Kamil
Bagi Al-Jili, manusia dapat mencapai riil dirinya menjadi Manusia Sempurna dengan melakukan pelatihan spiritual dan pendakian mistis. Dan pada saat yang sama, The Absolute (yang Maha Mutlak) akan turun dalam dirinya melalui beberapa tingkatan. Ada empat tingkat yang harus dilalui oleh seorang Sufi untuk menjadi Insan Kamil:
1. Meditasi dalam aksi/ af'al (pencerahan tindakan). Pada tahap ini, ia merasa bahwa Allah menembus seluruh obyek dunia. Adalah Dia yang menggerakkan mereka dan pada akhirnya Dia juga bertanggung jawab atas istirahat (diamnya) mereka.
2. Meditasi dalam nama (pencerahan nama). Sufi menerima misteri yang disampaikan oleh setiap nama Allah, dan ia sangat menyatu ke nama-nama itu, karena itu ia menjawab setiap doa-doa orang-orang yang memanggil nama itu. sebagaimana jika sang pecinta mendengar nama kekasihnya disebut ia akan menyahut "siapa tadi yang memanggilku?"
3. Meditasi dalam atribut (pencerahan sifat). Ia melebur di dalamnya, dalam esensi ke-ilahiyah-an yang memiliki beberapa sifat seperti: kehidupan, pengetahuan, kekuatan, keinginan dan lain-lain. misalnya apabila ia telah mendapatkan pencerahan sifat berupa pengetahuan, niscaya ia akan mengetahui apapun baik yang telah terjadi dan akan terjadi.
4. pencerahan esensi. Pada tahap ini ia menjadi sempurna mutlak. Semua atribut itu menghilang, dan kemudian Sang Absolute datang ke dalam dirinya sendiri. Kemudian matanya adalah mata Tuhan, kata-katanya adalah kata-kata Tuhan, hidupnya adalah hidup Allah. Dia telah benar-benar menjadi Manusia Sempurna sejati.

C. Penutup
Meskipun begitu, bagi Insan Kamil, Tuhan bukanlah sama dengan makhluk-Nya. begitu juga makhluk bukan persamaan pencipta-Nya.(8) ia hanyalah pengetahuan kita bahwa kita adalah bayangan dari-Nya dan Dia adalah Obyek abadi yang kita cerminkan. Ini bukan persamaan dan inkarnasi. Allah adalah Allah dan hamba adalah hamba. Tuhan tidak pernah menjadi hamba dan hamba tidak pernah menjadi Allah. Bahkan, Insan al-Kamil hanya sebuah kenyataan (haqq) bukan yang Realitas yang sesungguhnya (Al-Haqq). Tapi, ia menunjukkan dirinya di cermin kesadaran sebagai Tuhan dan Manusia.

D. Catatan Akhir
(1) Karena hampir setiap sufi memiliki konsep tertentu tentang Insan al-Kamil seperti Abu Yazid al-Busthami, Abd al-Qadir al-Jailani dan lain-lain. bahkan tokoh filsafat seperti Nietzsche pun memiliki gambaran mansia ideal yang ia sebut sebagai Ubermensch. Lihat: RA Nicholson, Tasawuf Cinta, Studi Atas Ttga Sufi: Ibnu Abi Al-Khair, Al-Jili Dan Ibn Al-Faridh. Terjemahan Studi di Atas Tasawuf Islam. Bandung: Mizan 2003. hal: 115.
(2)Ibid. hal: 161.
(3) Studies in Tasawwuf, Khan Sahib Khan Khaja. Delhi, Idarah-I Adabiyat-I Delli: 1978. hal: 78.
(4) Al-Anqa 'adalah burung mitos Arab. Beberapa orang mengatakan itu raja seluruh burung. Yang lainnya sering mengatakan al-Anqa' mencuri anak-anak untuk makan mereka. Kita bisa membandingkannya dengan Buto Ijo atau Nyi Roro Kidul dalam budaya Jawa.
(5) alasan ini menurut saya bertentangan dengan sumber lain yang diambil dari hadits, Allah adalah "harta tersembunyi" dan Dia ingin dikenal karena itu ia menciptakan makhluk sebagai layar dari Dia sendiri.
(6) a History of Muslim Philosophy hal: 845.
(7) Mungkin, dari pandangan inilah muncul konsep wihdatul adyan (kesatuan agama-agama). Al-Jili mengatakan bahwa orang-orang Paganis (penyembah berhala) sebenarnya juga memuliakan Tuhan. tetapi mereka tersesat ketika melihat potret Tuhan yang terefleksi pada selain-Nya, maka mereka tidak lagi menyembah Tuhan yang sebetulnya melainkan sesuatu yang mereka lihat sebagai cerminan Tuhan. jadi sebetulnya mereka adalah dewa bagi diri mereka sendiri. Namun, Al-Jili masih berpendapat bahwa penyembahan yangi sempurna adalah ibadah agama Islam dan kemudian agama Samawi lainnya.
(8) Dari pernyataan itu jelas menyatakan perbedaan konsep wihdatul wujud dari materialisme dan naturalisme yang menganggap Allah adalah alam semesta itu sendiri.


E. Referensi

- Khaja Khan, Khan Sahib. Studies in Tasawwuf, Delhi, Idarah-I Adabiyat-I Delli: 1978.
- Nicholson, R.A. Tasawuf Cinta, Studi Atas Ttga Sufi: Ibnu Abi Al-Khair, Al-Jili Dan Ibn Al-Faridh. Terjemahan Studi di Atas Tasawuf Islam. Bandung, Mizan: 2003.
- A History of Muslim Philosophy

Rabu, 01 Agustus 2012

Puisi Emha: Muhammadkan Hamba ya Rabbi





Oleh: Emha Ainun Nadjib, 1988



muhammadkan hamba ya rabbi
di setiap tarikan napas dan langkah kaki
tak ada dambaan yang lebih sempurna lagi
di ufuk jauh kerinduan hamba muhammad berdiri

muhammadkan ya rabbi hamba yang hina dina
seperti siang malammu yang patuh dan setia
seperti bumi dan matahari yang bekerja sama
menjalankan tugasnya dengan amat terpelihara

sebagai adam hamba lahir dari gua garba ibunda
engkau tuturkan pengetahuan tentang benda-benda
hamba meniti alif-ba-ta makrifat pertama
mengawali perjuangan untuk menjadi mulia

ya rabbi engkau tiupkan ruh ke dalam nuh hamba
dengan perahu di padang pasir yang mensamudera
hamba menangis oleh pengingkaran amat dahsyatnya
dan bersujud di bawah bukti kebenaranmu yang nyata

sesudah berulangkali bangun dan terbanting
merenungi dan mencarilah hamba sebagai ibrahim
menatapi laut, bulan, bintang dan matahari
sampai gamblang bagi hamba allah yang sejati

jadilah hamba pemuda pengangkat kapak
menghancurkan berhala sampai luluh lantak
hamba lawan jika pun fir'aun sepuluh jumlahnya
karena api sejuk membungkus badan hamba

kemudian ya rabbi engkau ajarkan hal kedewasaan
yakni penyembelihan dan kurban, pasrah dan keikhlasan
tatkala dengan hati pedih pedang hamba ayunkan
sukma hamba memasuki ismail yang menelentang

ismail hamba membisikkan firmanmu ya rabbi
bahwa dewasa tidaklah ditandai kegagahan diri
melainkan rela menyaring dan menyeleksi
agar secara jernih berkenalan dengan yang inti

di saat meng-ismail itu betapa jiwa hamba gemetar
ego pribadi adalah musuh yang teramat tegar
jika di hadapanmu masih ada sejumput saja pamrih
maka leher hamba sendiri yang bakal tersembelih

dan memang kepala hamba tanggal berulangkali
di medan peperangan modern ini ya rabbi
hambalah kambing di jalanan peradaban ini
darah mengucur, daging hamba dijadikan kenduri

tulus hati dan istiqamah ismail ya rabbi
betapa sering lenyap dari gairah perjuangan ini
keberanian untuk bersetia kepada kehendakmu
di hadapan musuh gugur satu demi satu

maka hambamu yang dungu belajar menjadi musa
meniti kembali setiap hakikat alif-ba-ta
belajar berkata-kata, belajar merumuskan cara
harun hamba membantu mengungkapkannya

musa hamba membukakan universitas cakrawala
setiap gejala dan segala warna zaman hamba baca
dengan seribu buku dan seribu perdebatan
hamba tuntaskan makna kebangkitan

tongkat hamba angkat dan tegakkan ya rabbi
memusnahkan iklan-iklan takhayul fir'aun yang keji
ular klenik pembangunan, sihir gaya kebudayaan
karena telah hamba genggam yang bernama kebenaran

ya rabbi alangkah agung segala ciptaan ini
kebenaran belaka membuat hidup kering dan sepi
maka engkau jadikan hamba isa yang lembut wajahnya
dengan mata sayu namun bercahaya, mengajarkan cinta

isa hamba sedemikian runduknya kepada dunia
segala tutur kata dan perilakunya kelembutan belaka
sehingga murid-murid hamba dan anak turunnya terkesima
tenggelam mesra dalam isa hamba yang disangka tuhannya

ya rabbi haruslah berlangsung keseimbangan
antara cinta dengan kebenaran
haruslah ada tuntunan pengelolaan
atas segala ilmu dan nilai yang engkau anugerahkan

karena itu muhammadkan hamba ya rabbi
bukakan pintu kesempurnaan yang sejati
pamungkas segala pengetahuan hidup dan hati suci
perangkum bangunan keselamatan para rasul dan nabi

muhammadkan hamba ya rabbi muhammadkan
agar tak menangis dalam keyatimpiatuan
agar tak mengutuk meski batu dan benci ditimpakan
agar sesudah hijrah hamba memperoleh kemenangan

muhammadkan hamba ya rabbi muhammadkan hamba
agar kehidupan hamba jauh melampaui usia hamba
agar kematian tak menghentikan perjuangan
agar setiap langkah mengantarkan rahmat bagi alam

muhammadkan hamba ya rabbi muhammadkan
di rumah, di tempat kerja serta di perjalanan
agar setiap ucapan, keputusan dan gerakan
menjadi ayatmu yang indah dan menaburkan keindahan

takkan ada lagi sosok pribadi seanggun ia
dipahami ataupun disalahpahami oleh manusia
kalau tak sanggup kaki hamba menapaki jejaknya
penyesalan hamba akan tak terbandingkan oleh apa pun saja

para malaikat sedemikian hormat dan segan kepadanya
bagai dedaunan yang menunduk kepada keluasan semesta
para nabi berbaris menegakkan sembahyang
engkau perkenankan ia berdiri menjadi imam

ya rabbi muhammadkan hamba, muhammadkan hamba
perdengarkan tangis bayi padang pasir di kelahiran hamba
alirkan darah al-amin di sekujur badan hamba
sarungkan tameng al-ma'shum di gerak perjuangan hamba

kalungkan kebenjian abu jahal di leher hamba
sandingkan keteduhan abu thalib di kaki dukalara hamba
payungkan awan cintamu di bawah terik politik durjana
usapkan tangan sejuk khadijah pada kening derita hamba

kirimlah jibril mencuci hati muhammad hamba
lahirkan kembali wahyumu di detak gemetar jantung hamba
dan kucuran darah luka muhammad oleh pedang kaum pendusta
hadiahkan kepada hamba rasa sakitnya

ya rabbi ya rabbi muhammadkan hamba
bersujud dan tafakkur di gua hira' jiwa hamba
berkeliling ke rumah tetangga, negeri dan dunia
menjajakan cahaya


+ sumber: http://sudisman.blogspot.com/2009_02_01_archive.html

+ gambar: hasil cropping dari kitab digital "insan kamil" karya ibnu arabi hal: 3

-----

kanjeng nabi melarang umatnya untuk menggambarnya adalah agar ia tidak dikenang umatnya sebagaimana nabi-nabi terdahulu dikenang, dijadikan sesembahan selain tuhan.
maka jadikan muhammad bukan sebagai idol (berhala), jadikan ia ruh di setiap laku, jadikan dia kata kerja. amien.

Kamis, 30 Desember 2010

KOMUNISME AGAMA-AGAMA, AGAMA-AGAMA KOMUNIS


Judul buku : Madilog, Materialisme, Dialektika dan Logika

Penulis : Tan Malaka

Penerbit : Narasi, SumberanYogyakarta

Tebal : 568 halaman

Cetakan : pertama, 2010

Peresensi : Warih Firdausi*



Gurita kapitalismedi Indonesia, walaupun telah terbukti borok-boroknya, selama kurang lebih 45 tahun semenjaktumbangya orde lama seolah semakin menggedibal. Agaknya pemegang kuasa negeriini sudah benar-benar ekstase tercandu oleh faham ini. Dengan kepongahan kuasa,mereka menghalalkan segala cara untuk melayani hasrat perut mereka sendiri. Akhirnyakapitalisme mencipta kelas-kelas kasta baru. Borjuis (pemegang modal) danproletar (kaum buruh/ rakyat jelata).

Sesuai prinsip kapitalisme, siapa punya modal dia yang berkuasa. Sadar atau tidak, sebenarnyamereka, para pemimpin negeri ini juga sedang dipermainkan oleh tangan kuasayang lebih besar dari mereka. Bagaimana tidak? Berapa persen penghasilan Negara kita yang katanya gemah ripah loh jinawi,tukul kang sarwo tinandur, sehingga mendapat gelar sebongkah tanah surga, lari ke kantong investor asing? Inilah akibat dari kertergantungan terhadap modal luar negeri. Jika mereka tidak sadar berarti Negara kita ini sedang dipimpin oleh orang-orang yang tolol. Dan parahnya lagi jika mereka melakukan hal tersebut dengan penuh kesadaran, sungguh bejat sekali orang yang tega menjual negaranya demi kepentingan nafsu pribadi.

Dalam kitab (ia menyebutnya begitu) Madilog ini, sebenarnya Tan Malaka (tahun 1942-1943, ketika menulis buku ini) me"ramal"kan bahwa Indonesia kita akan bangkit dan merdeka jika terjadi ledakan kekuatan tersembunyi kaum proletar. Kekuatan tersembunyi ituseperti gaya potensial yang tersimpan dalam pegas yang terus menerus tertekanoleh kebengisan dan ketidakadilan. Maka tatkala pegas ini telah mencapai titik puncak daya tahannya, ia akan meledakkan gaya kinetiknya sekuat-kuatnya yangakhirnya melahirkan revolusi peradaban. Dia percaya Indonesia telah lamamengandung kekuatan tersembunyi itu, sayangnya masyarakat kita masih banyakyang terbuai oleh takhayul dan ilmu akhirat yang tercampur aduk (hal17). Mereka belum insaf untuk melek filsafat dan berfikir logis. Bahkan hingga zaman modernini, mental mistis bangsa Indonesia masih terasa kental sekali. Bagi Tan Malakaselama masyarakat masih berfikir menggunakan "logika mistik" maka ia takkanpernah maju.

Dengan gayabahasa laiknya orang yang sedang bertutur cerita, Tan Malaka membawa pembacamenjelajah pelbagai ilmu pengetahuan dari matematika, logika, fisika,astronomi, sejarah sampai filsafat yang beraliran dialektika materialis yang banyak dipengaruhi oleh Frederich Engel dan bapak Sosialisme, Karl Marx. Inilahyang menjadi kelebihan sekaligus kelemahannya (untuk zaman sekarang). Di satusisi hal ini menegaskan kemahirannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Tetapidi sisi lain terkadang pembaca (zaman sekarang) merasa tak jauh beda denganmembaca buku pelajaran sekolah, hanya saja dengan contoh yang berbeda dan lebihkonkrit. Yang patut dihargai dan mungkin disayangkan pula, penyunting buku inihanya sempat membenahi ejaan hurufnya saja, sedangkan gaya bahasa dan diksikitab Madilog masih seperti gaya bahasa jadul sehingga terkadang membuatpembaca harus membaca berulang kali agar mendapatkan pemahaman yang sempurna.

Di bagian akhir buku ini, Tan Malaka menyinggung sejarah agama-agama, khususnya monotheis. Iamenjelaskan bagaimana agama-agama tersebut saling berseluk-beluk,masuk-memasuki dan saling membawa pengaruh satu sama lain. Sehingga tak adagunanya memperuncing perbedaan yang mengakibatkan konflik berkepanjangan. Bahkan imbuhnya, tiga agama monotheis,Yahudi, Nasrani dan Islam yang nota bene paling kerap berkonflik menurutnyaadalah tiga sejiwa. Karena mereka lahir dari satu bangsa, bangsa Semit (Yahudidan Arab) yang mempunyai ujung yang sama yakni Nabi Ibrahim. Ketiganya jugamempunyai persamaan jiwa dan persamaan sari yang berinti pada satu Tuhan (hal460).

Dia jugamenganggap bahwa ketiga agama tersebut memiliki unsur-unsur pembebasan,egaliter, dan kominisme. Ia menggambarkan bagaimana ketegaran Nabi Musamemperjuangkan dan membela hak kaum budak bani Israil melawan tirani Fir'aunyang maha kejam. Bahkan dalam agama Kristen yang sekarang menjadi pengamal kapitalismeterbesar di dunia, menurut Tan Malaka mereka mengamalkan teori komunismesederhana ketika dulu Yesus masih hidup (hal478). Nabi Isa dengan berlandaskan ajaran kasihnya terhadap sesama tetap teguh memegang asasnya sampai nafas terakhir.

Begitu puladalam agama Islam, bagi Tan Malaka Nabi Muhammad adalah Rasul terbesar danparipurna bagi monotheisme yang menyempurnakan ajaran keesaan agama-agamasebelumnya sebagaimana Einstein menyempurnakan teori pamungkas Relativitas.Maka pesan ke-egaliteran Islam sebagai agamanya pun paling jelas. Islam mengajarkan persamaan semua manusia di mata Tuhan. Setiap manusia bisa langsung berhubungan dengan Tuhannya tanpa melalui kasta rabi atau pendeta sebagaiperantara atau cukong dan tengkulak antara hubungan manusia dengan Tuhan. Danprinsip ini seharusnya juga berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.

Namun, tetapsaja setiap zaman mempunyai metode tersendiri untuk menghadapi problematikanya.Meminjam istilah Ayu Utami, apa yangmendesak sekarang belum tentu penting di kala lampau dan kala depan. Melihat kuasa logika dan teknologi yang pada kenyataannya juga membawa dampak negatif,seperti mutlaknya kebenaran dan dekadensi moral, lantas apakah paradigmaMadilog cocok untuk kondisi bangsa Indonesia saat ini? Untuk mendapatkan jawabannya silakan membaca Kitab Madilog secara sempurna.

MENYIBAK DODOT MANUSIAWI*

*cerpen ini pernah dimuat di Surabaya Post


Leyeh-leyeh menghisap mbako lintingan. Merebahkan lelah pada dipan. Bersiul sembari menatap laku zaman yang semakin edan. Menghitung laba mengakali rugi.

“asu asu… uangku lidis untuk menyuap polisi.”

Tiba-tiba benak ini teringat sebuah cincin. Cincin yang kutemukan di samping hape pada ventilasi pintu wc. Kuamati setiap lekuk busurnya. Indah sekali. Satu busurnya dari besi. Busur yang lain dari kuningan mengkilap. Matanya mutiara bundar tergores sepasang segitiga yang saling berpangutan. Sungguh mesranya mereka bercinta gaya 69. Mereka berpadu saling tumpu dan berikatan membentuk heksagram. Bintang simetris bersudut enam. Di kelilingi oleh empat intan permata gemerlap.

Kupasangkan cincin itu ke jari kiri. Kuamati lekat-lekat. Pas sekali. Ah, aku ingin sejenak terlelap, bermimpi menjadi Sulaiman. Raja digdaya nan kaya raya. Kan kuperbudak jin dan manusia, kupersunting beratus ratu sejagad, kujadikan selir beribu miss universe sepanjang zaman.








* * * *



“auuu... wong wong wong…” kudengar asu milik singkek depan langgar menyalak seperti mengejekku.

“wong wong wong…” kudengar asu itu juga memisuh. Menguntabkan kekesalan dan keterzhaliman.

“wong wong wong…“ bahkan kudengar ia memaki kawannya. Menghinakan dan mengumpat sesamanya dengan sebutan “wong”

“Wong wong wong…” itu juga yang kusimak saat pencuri masuk ke rumah tuannya. Tak kudengar umpatan lainnya seperti jancuuk, anjrit, diampuut, bahkan celeng. Lama-lama aku jengkel,

“assuu koe suu…”

“ah tenyata baginda juga sudah tercemar konstruksi budaya pisuhan bangsa ini. Hamba kira baginda Sulaiman tak bisa misuh.”

“eee.. eee… tak ingatkah kau ketika akan kusembelih hudhud? Pisuhan, umpatan itu manusiawi. Bahkan semulia-mulia manusia, kanjeng Nabi Muhammad pun pernah sesekali memisuhi kabilah Lihyan, Ri’l, Zakwan dan ‘Usaiyah.”

“Ya manusiawi tapi bukan insani tuan. Yang membuat hamba serik adalah bangsa ini memisuh dengan nama hamba. Bukan hanya itu, terlebih kami tak lagi menemukan makhluk terbejat yang pantas untuk dijadikan pisuhan selain wong.“Wong wong wong…”

“Beraninya lagi kau memisuhi dan menghina makhluk ahsani taqwiim. Mau kupenggal kau nanti?”

“Ampun baginda, tapi sudah terlalu banyak manusia yang terjerembap ke jurang asfalas safiliin. Kuping mereka budeg, mata mereka picek, tangan mereka sudah buntung. Mereka sudah kehilangan nurani. Setiap hembusan nafas berbau curiga dan prasangka. Akhirnya dada mereka sesak dengan kebencian. Mereka sudah tidak punya tepo slira, tidak tanggap ing sasmita, apalagi rasa tresno. Mereka relakan kemanusiaan mereka untuk menjadi sekedar binatang.”

“Lho, lha kok nglunjak koe su.. Pantes kanjeng Nabi Agung menajiskan dan mengharamkanmu, seperti najisnya celeng titisan yahudi terlaknat. Tak salah bangsa ini menjadikan namamu sebagai pisuhan.”

“Sekali lagi ampun baginda, lupakah baginda akan makna haram itu? Setahu kami, itu karena kanjeng Nabi memuliakan kami. Mungkin beliau tahu nenek moyang kami dulu adalah titisan dewa yang akhirnya dihukum menjadi si Tumang. Ayahanda si Sangkuriang yang bejat karena ingin menikahi ibundanya, Dayang Sumbi. Entah kenapa sepeninggal beliau, tiba-tiba umatnya begitu membenci kami. Jangankan tubuh kami masuk masjid, lha wong hanya nama kami saja yang keluar dari mulut bocah tak berdosa langsung ditampar oleh imam mesjid.”

“Alah su.. su, Masa ada kanjeng Nabi percaya sama yang namanya dewa. Syirik murokkab namanya, kontradiktif sekali bualanmu itu. Kau ini memang minal dobolin wal gedebusin.”

“Memang beliau tidak percaya, tapi beliau sangat menghargai budaya lokal sebuah bangsa.”

“Buss… Lebih baik kau ini nrimo ing pandum wae su.. Takdirmu menjadi asu ya sudah jangan bermimpi jadi dewa.”

“Lho hamba ini nrima tuanku, kurang nrimo bagaimana? Bahkan hamba bangga jadi asu. Menjadi pengawal dan tunggangannya dewa Syiwa.”

“lah wis murtad kamu su…”

“Ampun baginda, tak ada kata murtad dalam kamus kehidupan kami. Murtad hanya berlaku bagi manusia bukan binatang seperti kami. Baginda juga jangan menjustifikasi syirik kepada kami. Kami percaya pada Gusti Allah melampaui wong wong itu. Hanya saja kami bangga menjadi simbol makhluk yang paling taat kepada tuannya. Tidak seperti wong-wong itu. Jangankan keluarga dan Negara, lha wong Pengeran Rabbul ‘izzati saja mereka khianati.”

“Kau ini, pandai berapologi su..”

“Ini bukan apologi, ini kenyataan tuanku. Justru wong-wong itulah yang pandai bersilat lidah. Sampai-sampai alqur’annya kanjeng Nabi secara jelas menyindir mereka aktsaru syai’in jadala. Oh, Baginda mungkin belum kenal lembaga perwakilan rakyat negeri ini. Apalagi kalau pemilu, tidak hanya ngusap dada, hamba sampai ngusap kelamin juga baginda…”

“Halah pikiranmu itu ngeres men to, ….”

“Ampun beribu ampun baginda, salah siapa baginda? Lha wong saya cuma menikmati “wudodari-wudodari” itu ngebor kok. Oh iya, tahukah baginda? Wong-wong itu sekarang tak lagi hanya melacurkan wudodari-wudodari , bahkan mereka telah berani melacurkan Negara dan agama. Asset-aset Negara diselundupkan, hukum dibuat mainan, agama dijadikan komoditas kepentingan. Masih mending onani hamba yang diiringi masturbasi spiritual. Mensyukuri dan menikmati jamaliyah Tuhan yang terpancar dari pupu-pupu mulus dan goyangan erotis para biduan.”

“Elho berani-beraninya kau mencampur adukkan nafsu dengan ibadah. Itu bid’ah dhalalah.”

“Kata siapa baginda? Lha wong hamba ini meniru sunnah baginda.”

“Sunnah yang mana? jangan mengada-ada kau!”

“Bukankah baginda mendakwahkan agamanya Gusti Allah dengan menikahi ratu-ratu sejagad?”

“Lho beraninya kau menghujat Rasul Allah. Utusan Allah itu pengganti Gusti Allah di muka bumi, Khalifatullah fil ardh. Sayyidin panatagama, Satriyaning nagari. Sabdanya titah Pengeran, amarahnya murka Tuhan. Lha kok kamu ngoceh sak enake wudelmu.”

“Ampun baginda, hamba tahu semua itu. Namun setahu hamba tidak ada wudel yang bisa ngoceh selain wudel wudodari-wudodari yang membangkitkan birahi. hihihih”

“Cangkemmu ndak punya sopan santun. Ngomong sama kamu memicu amarah. Mengotori hati. Padahal susah payah aku me-rekso-nya. Aku pamit dulu su, hendak menentramkan hati sembari menggilir ratu-ratuku.”

“Sumonggo baginda, ndherekaken.”



* * * *



Seingatku, ini hari keempat puluh setelah kudapat cincin itu. Angin berhembus mengarak awan. Awan menari menghibur cakrawala pagi. Dari angkasa kulihat elok panorama bumi.

“Subhanallah… indah sangat dunia Panjenengan Gusti. Membuatku semakin berhasrat menjamah nirwana Panjenengan yang maha edi.” Tiba-tiba awan yang kukendarai tersesat dalam gumpalan pekat mendung.

“Gusti Allah nyuwun ngapuro… Hei awan, Bukankah kusuruh kau pergi ke jepang? Lupakah kau jam sembilan tepat jatahku menggilir Miyabi? kenapa pula kau bawa Nabimu ke gumpalan mendung ini? Bukankah bulan ini bukan jadwalmu untuk mengguyur bumi?”

“Ampun baginda, bukan maksud hamba membangkang. Ini diluar kuasa hamba. Sistem sirkulasi dan hidrologi bumi kami dikacaukan oleh wong-wong tengik itu . Mereka telah terlalu melukai atmosfer bumi. Uap dan asap dari mesin-mesin industri canggih mereka mengoyak selimut ozon kami. Bukan hanya itu, mereka membabat habis jantung bumi tanpa melakukan reboisasi. Akibatnya komposisi udara tak terkontrol. Emisi karbon kami membludak menjelma rumah kaca. Terik matahari panasnya makin berlipat kali. Mereka terjebak, terpenjara tak bisa keluar dari atmosfer bumi. Akhirnya ac pendingin bumi di utara dan selatan meleleh membentuk gletser yang sedikit demi sedikit mengikis habis pulau-pulau bumi. Wong-wong bagsat itu benar-benar bejat tak bertanggung jawab.”

“Walah kau ini sama saja dengan asu. Sukanya mengutuki bangsaku. Bisakah kau membelokkan arah, mengambil lajur lingkar menghindari hujan?”

“Ampun tuanku. Jika angin tak bertiup kencang insya Allah akan hamba usahakan tuan.”

“Awan, tahukah kau kenapa akhir-akhir ini petir sering sekali menggelegar memekakkan telinga manusia?”

“Oh itu baginda, mungkin gara-gara saudaraku angin sedang gencar-gencarnya bercinta untuk mereproduksi ozon yang beberapa telah koyak oleh gas-gas beracun ciptaan manusia.”

“Benarkah? Lalu kenapa bumi tetap saja semakin panas?”

“Itulah yang kami takutkan baginda, jangan-jangan saudari angin telah monopouse tak sesubur dulu lagi. Atau barangkali justru saudara angin yang senjatanya telah expired, mejen dan mandul. Ini benar-benar ngalamat akhir zaman baginda.”

“Ee ladalah cilaka baginda?”

“Ada apa wan? Kau membuatku khawatir saja.”

“Gusti kang Murbeng Dhumadi punya kehendak lain baginda.”

“Kehendak yang bagaimana?”

“Tidakkah tuan merasakan suhu daerah ini menjadi anjlok secara drastis?’

“Wah benar, kenapa tiba-tiba di sini menjadi adhem sekali? Sebentar lagi pasti angin dari segala penjuru akan mendorong awan-awan yang mereka arak menuju ke sini. Kita terkepung.”

“Tuanku baginda, ampun beribu ampun tuanku. Hamba sudah tak kuat lagi menopang tubuh gempal baginda. Suhu yang anjlok sebentar lagi akan membuat hamba mencair. Jatuh menyiram bumi.”

Benar saja, tanpa menunggu hitungan menit, awan tempatku bertelekan telah mulai mengembun. Bergegas kujejakkan kaki ke awan lain yang mungkin lebih padat. Percuma, itu pun tak lama. Nasib mereka sama. Percikan kilat menyambar dimana-mana. Diikuti gelegar guruh berteriak memekakkan telinga.

“Duh Gusti nyuwun ngapunten, apa yang hendak Panjenengan pamerkan kepada hamba? Akankah Panjenengan hendak men-tajalli-kan ke Maha Perkasaan-Mu melalui gledek-gledek itu? Sebagaimana yang dulu Panjenengan lakukan kepada simbah Musa di atas bukit Thursina?”

Di luas altar lazuardi, plus minus udara sedang mengejar klimaks persetubuhan. Ah, sebentar lagi pasti mereka akan oragasme memuntahkan air kehidupan. Jauh dibawah sana bumi menggoyangkan lidahnya bersiap sedia menguntalku.

“Bumi gunjang-ganjing, langit klat-klaton….” Bergetar hebat sekujur badan. Hingga cincin mutiaraku terlepas jatuh ke lautan. Bercampur zabarjud, lu’lu’ dan marjan. Mulut bumi semakin bergravitasi kuat menghisap jasad. Buru-buru kupejamkan mata dan kuteriakkan syahadat sebelum benar-benar terlumat.



* * * *



“Gedebuk…” Mataku terbelalak kaget. Dengan nafas memburu kuberusaha menyusun kembali memori-memori yang berserak antara mimpi dan kasunyatan. Syukurlah aku terhindar dari kematian. Hanya saja pinggangku nyeri jatuh dari dipan. Anehnya, cincin mutiaraku benar-benar hilang. Baru saja otakku berhasil menguasai kesadaran, kudengar suara ricuh meraung-raung. Aku diseret keluar oleh aparat berseragam. Kios jamuku diluluh lantakkan. Jamu-jamu daganganku diusungi ke dalam truk bersama barang dagangan orang-orang. Aku berteriak menghadang, malah ditendang.

Kudengar teriakan dan umpatan kawan-kawanku sesama pedagang,

“Kalau begini buat apa saban hari kami bayar karcis dan keamanan? Dasar aparat bajingan… mikerke udele dhewe.”

“Bug..” Bogem mentah melayang menghantam rahang. Ingin kami lempari mereka dengan batu bahkan tahi. Tapi bedil mereka menciutkan nyali. Aku sudah tak tahan lagi. Kupisuhi anjing-anjing kapitalis itu keras-keras. Entah kenapa huruf “s (es)” tiba-tiba menguap lenyap dari pita suaraku. Yang keluar hanya lengkingan panjang bernada sengau,

“auuuu… wong wong wong….”



Semarang, 17082010/07091431





NB: cerita ini hanyalah fiktif belaka. mohon maaf apabila ada kemiripan nama, sifat, karakter atau tingkah laku. karena semua itu sama sekali memang bukan kebetulan.

terima kasih.

Sabtu, 06 Februari 2010

Merefleksi Humor Nabi: Lelucon Sarkatis untuk Penguasa

Oleh: Warih Firdausi

Dalam sebuah perjamuan antara Rasulullah dan para sahabatnya, muncul ide iseng sahabat Ali ibn Abi Thalib kw yang kebetulan duduk disamping Nabi untuk mengerjain beliau. Semua kurma yang dia makan, bijinya dilemparkan ke depan Nabi. Maka menumpuklah biji kurma yang dimakan Nabi dan sahabat Ali di depan Nabi. Kemudian sahabat Ali nyletuk “ ternyata baginda Nabi makannya paling banyak sendiri ya…” sontak tertawalah seluruh sahabat dalam perjamuan itu. Tanpa berpikir panjang Nabi menjawab guyonan sahabat Ali “masih mending saya makan kurmanya saja, lihatlah Ali, ia makan sampai biji-bijinya.” Meledaklah tawa para sahabat melebihi tawa yang pertama tadi.
Mendengar kisah ini saya sangat terhibur, takjub, terharu sekaligus sedih. Terhibur karena humornya sangat lucu sekali. Takjub akan kecerdasan otak beliau yang luar biasa cepatnya membalas “serangan” sahabat Ali dengan jawaban yang tak terduga. Terharu, melihat kedekatan beliau yang nota bene seorang pemimpin dengan rakyatnya. Sedih, karena saya merasa keadaan Negara kita tersindir secara halus oleh humor sarkatis beliau. Nabi benar-benar manusia mulia dan sangat sempurna, sehingga dalam humornya pun sarat akan hikmah kebenaran, sesuai dengan sabdanya “inni laamzahu waushaddiqu (Sungguh saya ini juga bercanda tetapi dalam kebenaran).” Agaknya sunnah Nabi inilah yang diamalkan oleh guru bangsa kita almarhum Gusdur.
Dalam kondisi Negara kita saat ini, sangat sulit menemukan sosok pemimpin yang meneladani sifat-sifat luhur Nabi. Dalam sistem pemerintahan kita saat ini terlihat ada long distance antara masyarakat dan para pemimpinnya. Tampaknya para penguasa kita masih banyak yang menjaga jarak dengan masyarakatnya sehingga terjadi banyak miss-komunikasi antara keduanya. Tak luput presiden kita agaknya juga sedikit sensitif sehingga demo yang tujuannya untuk mengkritik kejumudan programnya dianggap melecehkan kedudukannya. Jika Negara diibaratkan sebuah tim kesebelasan, maka sebuah tim yang tidak memiliki komunikasi yang bagus antara pelatih, kapten dan seluruh anggotanya mustahil akan mencetak sebuah gol.
Ada hal lain yang membuat saya resah dan prihatin, yaitu keserakahan manusia mengeksploitasi alam. Maraknya illegal logging di bumi nusantara ini harus dihentikan. Apakah bencana yang timbul secara beruntun di Negara kita ini tak cukup untuk menyadarkan kita? Jika kekayaan alam kita kuras habis-habisan, mau makan apa anak kita duapuluh tahun kedepan? Mau jadi apa bumi ini limapuluh tahun lagi? Padahal dampak dari global warming saat ini sudah kita rasakan susahnya. Cukuplah Allah SWT mengingatkan manusia dalam surat an-Nisa: 9, “Dan hendaklah takut orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Sebuah realita lagi yang membuat saya malu (jika mereka tidak malu atau memang tak tau malu) adalah kehendak para pejabat yang ingin dinaikkan gajinya, menuntut fasilitas-fasilitas mewah yang sangat kontras dengan kondisi masyarakat dan tanggung jawab mereka terhadap kewajiban yang mereka emban. Saya teringat pesan moral dari humor Rasululllah di atas, makanlah sewajarnya jangan serakah, sampai ke biji-bijinya kau makan pula. Mungkin juga senada dengan falsafah jawa “ngono yo ngono tapi aja semono” (begitu ya begitu tapi jangan sebegitunya).