apa yang pekak,
hening
apa yang kelu,
pekik
apa yang ngilu,
rindu
apa yang nyeri,
sepi
apa yang apa,
bagaimana
apa yang aku,
kamu
apa yang menikam,
ingatan
tentang makan. tentang bagaimana kita berebut warna piring. tentang
piring terbang. tentang tutup ember bekas cat yang saling kita lempar. tentang
koleksi mobil-mobilan, kelereng dan kartu bergambar. kini aku mengoleksi
koneksi. apa yang sekarang kamu koleksi? koreksi!
Aku selalu tersenyum mengenang bagaimana kita saling bersaing. Menghitung
berapa langkah jarak antara rumah dan tempat mengaji. Karena kata ibu, setiap
langkah kaki kanan, mendapat satu pahala, langkah kaki kiri menghapus dosa. Aku
menang, karena langkahku kupendekkan.
Jika salah satu kita ketahuan curang, mulailah saling ejek-mengejek,
mungkin dengan nama “pacar,” atau nama olokan. Kamu memanggilku wedus, aku
memanggilmu gembus. Jika salah satu di antara kita sudah kehilangan kesabaran,
meletuslah pertengkaran, berawal dari pukul-pukulan ringan, saling jambak, hingga
cakar-cakaran tak beraturan.
Aku selalu merasa sangat bersalah, ketika melihat kamu akhirnya
berdarah, kerna kulempar kerikil. Masih ingatkah dahulu ketika kita saling
berebut mainan plastik yang dapat saling disambungkan? Kepala kerasmu itu
membentur lingiran tembok langgar. Darrr...Darah segar bercucuran, kulihat kentalnya
seperti bekas gayung atau hanger yang seringkali kita bakar. Kamu menangis
kencang, aku kebingungan. Seperti bingungku sewaktu pulang sekolah, kita jatuh
dari sepeda yang kamu pinjam dari teman sebab uang saku habis, tak bisa umbal.
kamu pingsan. Katamu kamu tidak makan siang. Ah, kamu memang selalu berkilah
kalau kalah. atau memang kamu mengalah? Entahlah.
Tapi aku juga tidak selalu menang. Aku selalu kalah dalam hal gila-gilaan.
Karena kamu memang gila. Aku kalah saat kamu tantang menghisap tegesan rokok
yang kita pungut di jalanan, menyedot es campur lewat hidung, menelan sobekan
kertas dari buku tulis kita, berlama-lama memandang matahari dengan mata telanjang. Dan beberapa hal yang aku memang takut. Seperti
ketika kau ajak aku berenang. Aku tidak bisa berenang.
“Katanya di sorga banyak kolam-kolam, bagaimana nanti kalau kamu
tidak bisa berenang?”
Waktu itu aku tak bisa menjawab. jika kamu bertanya lagi hal yang
sama, akan kujawab “akan kuminta Tuhan mengeluarkanmu dari neraka, untuk
mengajariku berenang.”
Semoga kamu juga tidak lupa kalau kita pernah nakal bersama. Saat
subuhan yang telat sebab bangun kesiangan. Kita coba buka gembok langgar dengan
biting sapu lidi. Berlagak bak james bond, meskipun aku belum tahu ada tukang
kebon bernama james. Atau james memang sering ngebon nasi rames. Bitingnya
patah di dalam lobang. Ketika waktu bedug tiba tanpa suara beduk, jamaah geger
menjebol gembok langgar.
Oh betapa kenangan terasa begitu dekat. Sedang yang terkenang
ternyata telah jauh terlewat....
Kalau kamu sekarang sedang akan tidur, cobalah tangkupkan kedua
tapak tangan. Buka telapak yang kanan. Biarkan kedua jempol berdiri tegak.
Lihat bayangannya di dinding. Goyang-goyangkan sambil bernyanyi”
Kidang, talung
Mangan kacang talung
Milketemil milketemil
Si kidang mangan lembayung....
Masih ingat kan? itu lagu yang sering dinyanyikan ibu sebelum
mengantar kita tidur. Apakah kamu juga menyanyikannya untuk anakmu?
Betapa mudahnya hubungan kita patah seperti biting dalam gembok.
Kenapa untuk menyambungnya kembali tak semudah menyambung mainan plastik?
Berapa langkah kita telah saling berpisah? Bagaimana pula menghitungnya? James
bond pasti juga tidak bisa.
apa yang retak,
ikatan
apa
yang hilang,
kemesraan
apa
yang haus,
keinginan
apa
yang salah,
amarah
apa
yang bajingan,
diam