Pages

Tampilkan postingan dengan label rabi'ah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rabi'ah. Tampilkan semua postingan

Senin, 25 Februari 2013

Cinta; Dari Perasaan Hingga Keyakinan



Laqad shaara qalbi qaabilan kulla shuurah/ fa mar'an li ghazlan wa diirun li ruhban
Wa baitun li awtsan wa ka'batu Thaif/ wa alwaahu tawrat wa mushhaafu-quran
Adinu bi diinil-hubb anni tawajjahtu/ rakaa'ibahu fal-hubb diinii wa iimanii

Sungguh! Hatiku telah sanggup menerima segala rupa/ ia adalah padang rumput bagi kijang dan biara bagi rahib
Kuil bagi penyembah berhala dan Ka'bah bagi yang bertawaf/ ia adalah lembaran-lembaran taurat sekaligus mushaf Al-Quran
Aku memeluk agama cinta, kuhadapkan dan kuserahkan diriku/ pada perjalanannya, Sungguh! cinta adalah agama dan imanku.
~Ibnu Arabi


Cinta selalu menjadi perbincangan menarik. Ribuan puisi, sajak, buku, lagu, film, selalu tak pernah luput membahas masalah cinta. Tapi ketika ditanya apa itu cinta, banyak orang biasanya terdiam sejenak. Ada yang bingung, dan kalau pun menjawab, jawaban mereka seringkali seputar pengorbanan, kesetiaan, dan hal-hal lain yang terkait dengan perasaan. Bagi orang skeptis, apalagi mereka yang trauma oleh pengkhianatan, perbincangan tentang cinta adalah semacam omong kosong berbau busuk. Bak bunga bangkai tak terbingkai namun orang selalu ingin menjenguk. Setelah melihat film Habibi Ainun, mereka baru percaya cinta sejati itu ada.
Namun sayangnya, cinta sejati dinilai dari sekadar romantisme. Sehingga makna cinta dikebiri menjadi hubungan gombal picisan. Kesetiaan sekarang menjadi satu-satunya kata kunci dalam mengartikan cinta. Nasib cinta kini seperti puisi yang kehilangan permenungan filosofis. Cinta hanya dirasakan tak pernah sampai menjadi keyakinan.

Cinta dan Agama

Setiap agama membawa ajaran tentang cinta. Agama kristen misalnya yang seringkali menggunakan jargon cinta kasih. Konsep ini mendominasi semua ajaran agamanya. Yang paing masyhur adalah ungkapan “kalau kamu ditampar pipi kirimu, berikan pipi kananmu.” Atau dalam kisah orang yang tertangkap berzina kemudian diajukan kepada Yesus agar dihukum rajam. Apa kata Yesus? Bagi yang merasa tidak punya dosa, silahkan melempar duluan. Makanya banyak sekali missionaris yang menyebarkan agamanya melalui pelayanan masyarakat, seperti kesehatan dan pendidikan gratis.
Dalam agama Budha cinta diyakini secara universal kepada seluruh ciptaan Tuhan. Artinya cinta kita kepada hewan, tetumbuhan, dan makhluk lainnya harus sama dengan cinta kita kepada sesama manusia. Bahkan tidak boleh mencintai seseorang lebih dari cintanya kepada yang lain. Kalau cintamu terpenjara hanya pada satu sosok makhluk saja, maka ia menjadi hijab untuk mencapai pencerahan. Keyakinan ini berkaitan dengan hukum karma dan reinkarnasi dalam kepercayaan mereka. Makanya para biksu dilarang makan daging. Jangankan memakan, membunuh hewan saja tidak boleh. Bisa jadi hewan yang kita bunuh dahulu adalah saudara kita di kehidupan sebelumnya.
Islam sendiri mempunyai slogan terkenal, rahmatan lil-‘aalamiin yang dikutip dari ayat al-qur’an wamaa arsalnaaka illaa rahmatan lil-‘aalamiin (Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam) (QS. 21: 107). Kata rahm mempunyai makna yang lebih luas dari cinta yang lumrah kita pahami. Biasanya ia diartikan kasih sayang. Konsep rahmatan lil-‘alamin ini berbeda dengan cinta universal dalam agama Budha. Porsi cinta tidak harus sama, tapi harus terintegralkan dalam dasar cinta kepada Tuhan.

Cinta dalam Sufisme

Membincang cinta dalam agama Islam akan lebih menarik jika kita menilik konsep cinta dalam sufisme. Konsep cinta dalam tasawuf dipopulerkan oleh Rabi’ah al-‘Adawiyyah. Menurutnya hubungan ideal antara hamba dan Tuhannya adalah seperti pencinta dan kekasihnya. Kamu jangan beribadah karena menginginkan surga atau takut siksa neraka. Beribadahlah karena murni cintamu kepada pemilik keduanya. Bahkan dalam sebuah riwayat, Rabi’ah pernah berdoa;

Wahai Tuhanku,
Bilamana daku menyembah-Mu karena takut neraka, jadikanlah neraka kediamanku. Dan bilamana daku menyembah-Mu karena gairah nikmat di surga, maka tutuplah pintu surga selamanya bagiku
Tetapi apabila daku menyembah-Mu demi Dikau semata, maka jangan larang daku menatap keindahan-Mu yang abadi.

Kemudian konsep cinta dalam tasawuf berkembang setelahnya. Muncul para sufi seperti al-Hallaj dengan hulul-nya, Abu Yazid al-Busthami dengan ittihad-nya, Ibnu Arabi dengan wihdatul wujud-nya, Jalaluddin Rumi dengan kosmologi cintanya. Mereka mengenalkan konsep cinta secara lebih filosofis. Secara  global, cinta yang mereka konsepsikan bisa dibilang hampir mirip. Hanya terdapat perbedaan pada  penggunaan istilah dan masalah-masalahl detilnya.
Yang menarik dari konsep mereka adalah cinta tidak lagi difahami sebagai pengorbanan. Cinta bukan lagi tentang romantisme picisan. Cinta adalah segala tentang peniadaan diri untuk “menyatu” dengan sang kekasih. Tidak ada lagi dualitas antara kau dan aku. Karena hubungan antara dua entitas adalah transaksi, bukan cinta sejati. Tidak ada lagi separuh kau dan aku, karena segala aku telah luruh melebur kedalam seluruh kamu. Hal ini bisa kita lihat dari beberapa ungkapan mereka yang terkenal. Al-Hallaj memproklamirkan "ana al-haqq" (akulah Sang Maha Kebenaran, Abu Yazid berseru, “subhaani u’buduuni” (maha suci Aku, sembahlah Aku). Ibnu Arabi bersenandung dalam syairnya, “fama nazhrat ‘ainayya ila ghairi wajhihi/ wama sami’at udzunayya siwaa kalaamihi” (maka kedua mataku tidak memandang selain wajah-Nya/ dan kedua telingaku tidak mendengar kecuali ucapan-Nya).
Semua ungkapan ini rentan untuk disalah-fahami. Bagi mereka yang menelan mentah-mentah akan menganggap para tokoh sufi itu telah kurang ajar bahkan murtad sebagaimana Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan. Ada pula yang mencurigai sebagai paham inkarnasi seperti ajaran kristiani tentang avatar Tuhan yang menitis kepada Yesus Kristus. Namun Jalaluddin Rumi punya pemahaman yang menarik mengenai sathahat-sathahat sufistik tersebut. Menurutnya ungkapan tersebut adalah puncak kerendah-hatian seorang hamba. Mereka telah meniadakan keakuannya. Di sana tak ada lagi dua entitas; aku dan Allah. Jika masih ada dualitas, berarti ia masih menonjolkan keakuannya. Sedangkan mereka telah meniadakan diri dan memasrahkannya kepada Sang Kekasih. Dengan penuh kesadaran mereka mengakui bahwa tiada wujud sejati selain Allah. Aku dengan segala eksistensiku adalah tiada. Aku bukan apa-apa.
Filosofi cinta mereka ternyata juga mempengaruhi beberapa penyair kontemporer. Taufiq Ismail misalnya yang menterjemahkan puisi cinta Rabi’ah. Dia juga menulis lirik lagu “jika surga dan neraka tak pernah ada” yang dinyanyikan oleh Chrisye dan Ahmad Dhani. Kita juga bisa menemukan filosofi Ibnu Arabi dalam penggalan sajak “Satu” Sutardji Calzoum Bachrie di bawah ini

kalau kelaminmu belum bilang kelaminku
aku terjemahkan kelaminku ke dalam kelaminku.
daging kita satu arwah kita satu
walau masing jauh
yang tertusuk padamu berdarah padaku.”

Jika kita mendengar lagu “larut” dan “satu”-nya grup band Dewa, melihat video klip “permintaan hati” dan “senyumanmu”-nya Letto, disana pun kita bisa menemukan nuansa cinta sufistik terasa kental sekali. Dalam dua lagunya itu, Ahmad Dhani cenderung memakai diksi yang banyak diambil dari konsep hulul-nya al-Hallaj. Sedangkan dalam lirik permintaan hati letto lebih bernuansa wihdatul wujud Ibnu Arabi dan menggunakan gaya cinta Rumi dalam lagu senyumanmu.

Cinta dan Keseimbangan Alam

Di antara para tokoh sufi tersebut, yang paling populer pemikirannya tentang cinta adalah Jalaluddin Rumi. Bahkan pasca tragedi WTC, orang barat banyak yang tertarik mempelajari Islam, dan Rumi diklaim sebagai duta Islam di dunia barat. Mereka terkesan dengan syair-syair dan pemikirannya tentang cinta sehingga merubah prejudies/ prasangka mereka tentang Islam.
Konsepnya tentang cinta berkaitan erat dengan kosmologi. Menurutnya cinta adalah yang menjadi dasar segala ciptaan. Cinta mengada mendahului rasionalitas dan hukum. Untuk lebih memasuki teori cinta Rumi, saya akan ajukan beberapa pertanyaan. Apa yang membuat sebuah benda bergerak? Dalam fisika kita akan menemukan jawabannya: Gaya. Apa inti gaya itu? Tarikan dan dorongan. Jika kita membuka pelajaran fisika salah satu macam gaya adalah gravitasi (daya tarik planet). Kalau kita memakai teori cinta Rumi, hal itu menjadi terbalik, karena gravitasi lah yang menyebabkan keseimbangan gerak benda. Semua benda di sekitar kita punya potensi gravitasi, namun ia terkendali oleh daya gravitasi yang lebih besar yakni; bumi. Gerak bumi pun terkendali oleh daya gravitasi matahari. Matahari terkendali oleh gravitasi pusat galaksi. Dan semua galaksi di cakrawala semesta ini pasti bergerak dalam kendali gravitasi yang Maha Kuat (al-Qawiyyu). Apa inti gravitasi? Daya tarik. Itu dia cinta; tarikan. Jadi, seluruh semesta ini dijadikan Tuhan berdasarkan tarikan cinta dari Dzat yang Maha Mencintai. Fenomena ini sesuai dengan hadits Qudsi, kuntu kanzan makhfiyan fa-ahbabtu an u’arrifa. Dahulu Aku adalah harta tersembunyi, lalu aku berhasrat (cinta) untuk dikenali.
Berdasarkan cinta Allah ini, terpancarlah nur muhammad atau haqiqatul muhammadiyyah menurut isltilah al-Hallaj. Sedangkan dalam filasafat faidh (emanasi), dinamakan akal pertama. Kalau teori bigbang benar, bisa jadi itulah manifestasi awal nur muhammad. Maka hadits qudsi “lawlaaka lawlaaka lammaa khalaqtul-aflaak” (kalau tidak ada kamu, kalau tidak karena kamu (Muhammad) tidak akan Aku ciptakan alam semesta), dapat kita temukan relevansinya disini.
Pada nur muhammad inilah tercermin segala sifat Tuhan secara sempurna. Akhirnya makhluk berkembang menjadi banyak, dan sifat-sifat Tuhan pun terbagi sesuai keterbatasan masing-masing. Karena sifat Tuhan yang tercermin dalam nur muhammad telah terpecah dan terbagi ke berbagai bentuk, harus ada satu quthb (poros) yang mewakili keutuhan atribut nur muhammad sebagai penyeimbang kelangsungan hidup alam semesta. Maka Allah mewujudkan esensi nur muhammad ke dalam diri Adam sebagai khalifatullah. Khalifatullah berperan sebagai “wakil” pengganti Allah yang bertugas menjaga keseimbangan dunia. Dia harus menjadi adi manusia, Ibnu Arabi dan Abdul Karim al-Jili menyebutnya al-Insan al-Kamil. Manusia yang mampu menyerap dan memanifestasikan sifat-sifat Tuhan dalam kehidupannya. Nur muhammad terus berpindah dari Adam ke keturunannya. Dan Insan Kamil yang paling sempurna menyerap dan mencerminkan sifat-sifat Tuhan adalah Nabi Muhammad Saw.
Bila datang suatu masa dimana tidak ada satu pun manusia yang mampu merefleksikan sifat-sifat Tuhan, maka terjadilah kekacauan di antara tarikan-tarikan. Karena setiap tarikan di dunia telah kehilangan kutubnya. Semua tarikan itu, Rumi menyebutnya cinta. Bilamana cinta telah sirna maka kiamat sudah tiba waktunya.

Yawma yafirrul-mar’u min akhiihi wa ummihi wa abiihi wa shahibatihi wa baniihi (Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya). (QS. 80: 34-36)
Yawma tarawnahaa tadzhalu kullu murdhi’atin ‘amma ardha’at wa tadha’u kullu dzaati hamlin hamlahaa (Pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil). (QS. 22: 2)
Yawma yakuunun-naasu kal-faraasyil-mabtsuuts, wa takuunul-jibaalu kal-‘ihnil-manfuusy (Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan). (QS. 101: 4-5)
Idzas-samaa`u-(i)nfatharat, wa idzal-kawaakibu-(i)ntasyarat, wa idzal-bihaaru fujjirat (Apabila langit terbelah, dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan, dan apabila lautan dijadikan meluap). (QS. 82: 1-3)

Bukankah semua itu menunjukkan tarikan-tarikan yang telah kehilangan kutubnya? Bukan-kah semua itu merupakan gambaran bahwa cinta sudah lenyap dari hati setiap makhluk-Nya?



This is love: to fly toward a secret sky, to cause a hundred veils to fall each moment. First to let go of life. Finally, to take a step without feet.”

“Inilah cinta: terbang di langit rahasia, menyebabkan seratus hijab luruh setiap saat. Pertama membiarkan pergi kehidupan. Akhirnya, menjangkah tanpa kaki.”
                                                                                   ~Mawlana Rumi



Sabtu, 20 Oktober 2012

Rabi'ah - عَرَفْتُ الهَوىٰ





عَرَفْتُ الهَوىٰ مُذ عَرَفْتُ هواكَ / وأغْلَقْتُ قَلْبي عَلىٰ مَنْ عَاداكَ / وقُمْتُ اُناجِيـكَ يا مَن تـَرىٰ / خَفايا القُلُوبِ ولَسْنا نراكَ / أحِبُكَ حُبَيْنِ حُبَ الهَـوىٰ / وحُبْــاً لأنَكَ أهْـل ٌ لـِذَاكَ / فأما الذي هُوَ حُبُ الهَوىٰ / فَشُغْلِي بذِكْرِكَ عَمَنْ سـِواكَ / وامّـا الذي أنْتَ أهلٌ لَهُ / فَلَسْتُ أرىٰ الكَوْنِ حَتىٰ أراكْ / فلا الحَمْدُ في ذا ولا ذاكَ لي / ولكنْ لكَ الحَمْدُ فِي ذا وذاكَ ... 

aku mengenal cinta karena mengenal cintamukututup pintu hatiku dari semua yang memusuhimudan aku tak henti memanggilmu wahai yang selalu melihatsemua yang dirahasiakan hati, kendati kami tak melihatmuaku mencintaimu dengan dua cinta, satu karena gairah cintakukedua karena hanya engkau yang patut dicintai.karena gairah cintakuia menyibukkanku dari mengingat selainmudan karena hanya engkau lah yang berhak dicintaitiada aku memandang semesta sehingga aku memandangmumaka tiada patut pujian kumiliki atas hal ini dan itunamun hanya milikmu lah segala pujian atas semua ini dan itu.-----puisi Rabi'ah al-Adawiyyah yang dbawakan oleh Ensemble Ibn Arabi

Rabu, 01 Agustus 2012

Doa Rabi'ah dari Basrah







Wahai Tuhanku,
Apapun jua bahagian dari dunia kini yang akan kau anugerahkan padaku, anugerahkan itu pada musuh-musuh-Mu dan apa pun jua bahagian dari dunia akan tiba.

Wahai Tuhanku,
Urusanku dan gairahku di dunia kini dan dunia akan tiba adalah semata mengingat Dikau di atas segalanya. Dari kesegalaan di semesta ini pilihanku adalah berangkat menemui-Mu. Inilah yang akan kuucapkan kelak "Dikaulah segalanya."

Wahai Tuhanku,
Tanda paling permata dalam hatiku adalah harapanku pada-Mu dan kata paling gula di lidahku adalah pujian pada-Mu dan waktu paling kurindu adalah jam ketika aku bertemu dengan Kau.

Wahai Tuhanku,
Aku tak dapat menahankan hidup duniawi ini tanpa mengingat-Mu dan bagaimana mungkin daku hidup di dunia akan tiba tanpa menatap wajah-Mu?

Wahai Tuhanku,
Inilah keluhanku. Daku ini orang asing di kerajaan-Mu dan mati kesepian di tengah-tengah penyembah-Mu.

Wahai Tuhanku,
Jangan jadikan daku kelewang di tengah penakluk perkasa. Jelmakan daku jadi tongkat kecil penunjuk jalan bagi si orang buta.

Wahai Tuhanku,
Jangan jadikan daku pohon besar yabng kelak jadi tombak dan gada peperangan. Jelmakan daku jadi batang kayu rimbun di tepi jalan tempat musafir berteduh memijat kakinya yang lelah.

Wahai Tuhanku,
Sesudah daku mati, masukkan daku ke neraka dan jadikan jasmaniku memenuhi seluruh ruang neraka sehingga tak ada orang lain dapat dimasukkan ke sana.

Wahai Tuhanku,
Bilamana daku menyembah-Mu karena takut neraka, jadikanlah neraka kediamanku. Dan bilamana daku menyembah-Mu karena gairah nikmat di surga, maka tutuplah pintu surga selamanya bagiku

Tetapi apabila daku menyembah-Mu demi Dikau semata, maka jangan larang daku menatap keindahan-Mu yang abadi.

> teks: Taufik Ismail
> original: Rabi'ah al-Adawiyyah

:: cinta tak butuh perumpamaan selain "jika kau air, aku air." cinta [sejati] bukan transaksi (kau jual, aku beli). cinta menolak segalanya selain ia, sang kekasih. adam menjadi mulia bukan hanya karena sujudnya malaikat, tapi juga karena penolakan iblis. cinta juga tak butuh konfirmasi. cinta adalah merelakan "aku" lenyap untuk menjadi dia sang kekasih.

Selasa, 12 Januari 2010

Salam Cinta

SALAM CINTA
Cerpen Warih Firdausi*


“Byuurrr….. “
“Banguunn…!!!” “Males banget sih jadi anak. Kamu tuh dah gede, bentar lagi mo kawin, kerjaannya kok cuma molor terus. Gimana nanti kalo dah punya istri? Mau kamu kasih makan apa dia? Jangan mentang-mentang bapakmu masih mampu kasih kamu duwit, kamu enak-enakkan tidur terus….! Bantuin nyuci, bersih-bersih rumah kek, udah jadi mahasiswa kok males banget sih.!! Kamu mo berangkat kuliah pa nggak?”
Masih terngiang di benakku wajah judes ibu saat melontarkan kata-kata itu beserta sumpah serapahnya ketika beliau marah gara-gara aku susah dibangunin. Kangen juga aku pada suara ibu dan raut mukanya saat beliau memarahi aku habis-habisan. Namun, sayangnya kata-kata itu sekarang takkan pernah lagi kudengar dari mulutnya. Suara ibu musnah bersama jasadnya yang kini telah manunggal ke dalam buwana. Diantara anak-anaknya, mungkin akulah yang sering membuatnya jengkel dan judes. Kini, datanglah sesalku kenapa dulu aku sering membantah perintah-perintahnya. Dan yang paling kusesali adalah tak sempat aku memohon maaf kepadanya. Kini, tak ada lagi bakti yang dapat kulakukan untuknya.
Tanpa kusadari butir-butir air mata telah meleleh dan mengalir, menyapu bersih kukul dan jerawat di pipiku. Karena telah mencapai klimaksnya, aku harus menyudahi ritual melankolis ini. Kuusapkan kedua telapak tanganku ke muka dan bergegas menuju masjid. Aku sudah ketinggalan shalat jamaah bersama teman-temanku.
Disana kudapati seorang temanku yang masih belum selesai shalatnya. Syukur deh masih bisa ikut jamaah. Langsung saja kugelar sajadah dan kupoles kepala temanku itu sambil memonyongkan bibir aku bilang padanya, “jadi imam yang bener ya ndess!”
Terdengar berisik suara jamaah yang menahan ketawa karena melihat tingkahku yang tak wajar. Ah, peduli amat batinku, yang penting tujuannya sama.

***********************

Pada suatu malam setelah makan malam bersama, bapakku mengajakku dan kakakku, Billy bermusyawarah masalah keluarga. Bapakku pun berbasa-basi sebentar. Beliau berkata “Bill, Ary.. Bapak pingin ngomong penting sama kalian. Kalian kan lebih ndolor daripada adik-adik kalian. Tolong kalian pikir baik-baik, gunakan akal jernih kalian, jangan pake emosi dulu.”
“Emang ada apa sih Pak?” tanya kami hampir bersamaan.
“Begini nak, setelah bapak pikir-pikir, pekerjaaan rumah tangga kita ini memang benar-benar berat. Kalian sendiri saja kualahan kan mengerjakan pekerjaan yang biasanya dilakukan ibumu. Lebih-lebih kamu Ry, molor terus aja kerjaannya, kaya’ orang kesawan aja.”
“Terus rencana Bapak gimana?” selidik kakakku.
“Kemarin waktu Bapak ke Salatiga, bapak diajak mampir ke pesantren yang keadaannya sudah memprihatinkan karena ditinggal wafat oleh kyainya. Santrinya tinggal 8 orang aja. Nah, bu Nyainya itu masih mau nikah lagi dengan harapan suanimya itu dapat meramaikan pesantrennya lagi.”
“Jadi Bapak mau nikah sama bu Nyai itu?” kataku dengan nada agak meninggi.
“Eemm,, ya kira-kira begitu.” jawab bapakku hati-hati.
“Aku tak setuju kalau bapak nikah lagi. Baru saja kemarin kita rayakan 40 hari kepergian Ibu, masa sekarang bapak sudah bernafsu ingin nikah lagi dengan wanita lain?” Rasa hormatku pada bapak kini hilang seperti dulu ketika setiap hari dia membangunkanku dengan marah-marah.
“Ry jaga ucapanmu di hadapan bapak!” ujar kakakku menyentak.
“Jadi, mas juga setuju bapak nikah lagi gitu?”
“Kamu jangan egois, lihat adik-adik kita yang masih kecil! Izam, Ninta. Mereka masih butuh kasih sayang seorang ibu. Jangan samakan dengan kamu yang sudah kenyang dengan kasih sayangnya.”
“Lha emang kita tak bisa menyayangi mereka? Toh belum tentu ibu kita yang baru mampu menyayangi dan memperhatikan mereka seperti anaknya sendiri.”
“Tapi paling tidak bapak juga bisa sedikit istirahat, fokus ke pesantren, tidak kesana kemari yang menguras banyak tenaga. Beliau juga sudah letih tenaganya sebagai tulang punggung keluarga.Apa kamu gak kasihan?”
“Sudah-sudah, ini sudah malam, kalau kalian rebut-ribut terus, bisa ganggu tetangga. Kita teruskan kapan-kapan lagi musyawarahnya.” akhirnya bapakku menyela.
Malam pun kian melarut. Kulihat rumah-rumah tetangga kami, lampu utama di ruang tamu mereka sudah dipadamkan. Inilah saatnya para penjahat-penjahat got beraksi. Para tikus dan werok yang kelaparan mencari mangsa. Mereka masuk rumah-rumah penduduk melalui celah-celah ventilasi atau merambat melalui kabel listrik yang terkadang menyambungkan satu rumah dengan rumah yang lain. Tak jarang pula mereka merongrong tanah, membuat jaringan lubang bawah tanah yang menggerogoti pondasi rumah penduduk. Tak salah jika mereka menjadi obyek untuk menganalogikan para penjahat berdasi yang rakus menggerogoti kekayaan negara sehingga mengakibatkan negara bangkrut.
Angin malam pun berhembus melalui celah-celah ventilasi yang baru saja dimasuki tikus tadi, membawa hawa dingin yang perlahan-lahan menurunkan suhu ruangan rumah kami yang masih panas. Terlebih hatiku yang terbakar amarah.
“Bu, maafkan aku telah bersitegang dengan bapak dan mas Billy. Semoga tempatmu di sana tidak panas seperti hatiku ini.” Ya Allah, siramlah dosa-dosanya dengan air taubat-Mu. Sejukkan tempatnya dengan kebun nirwana-Mu. Amien…”

************

Seminggu setelah kami bersitegang, akhirnya keadaan keluarga kami pulih seperti semula. Sampai pada suatu sore menjelang maghrib, ketika aku dan adik-adikku sedang asyik menonton televisi, tiba-tiba…
“Tut..tut, tut..tut..” hp bapak berdering. Ada sms masuk. Bapak sedang mandi. Kubuka langsung smsnya tanpa permisi seperti biasanya.
“nki snten?”
Ternyata dari bu ‘Iffah, nama yang dikenalkan Bapak sebagai calon ibu baru kami. Aku penasaran apa yang sebenarnya ditulis bapak untuknya, lalu, kubuka sent itemnya.
“Acp-x cnta mmg bta, s’untai kta m’f ats klancngan dri, q lygkan sbwh psn krnduan yg tk trkndali olh hti. Bgaimna, apkh bu Nyai tlah mnemukn “bidadari” pja’n hti? Jk sdh, tlg bri thu sypa “bidadari” tsb. q, sbgy dri yg hna, mskin nan ppa hny bsa mnuggu n brhrp kbaikn hti bu Nyai min tahti turabi na’laik . M’f tlh mnagih jnji.”
Saat selesai aku membaca sms itu, bapak keluar dari kamar mandi. Sontak, kuhampiri dia dan kudamprat bapakku sendiri. Aku belum pernah semarah ini sebelumnya.
“Pak…! Aku kecewa sama bapak. Kenapa sih bapak mau-maunya mengemis cinta kepada wanita lain selain ibu?”
Kakakku Billy yang sedang menanak nasi langsung menghampiri kami.
“Ary…! Kerasukan setan apa sih kamu, sampai hatinya kamu bentak-bentak bapak!”
“Mas, bagaimana aku gak marah, bapak ini telah melukai hati ibu, seandainya beliau masih hidup. Baca smsnya bapak ini mas! Masa dengan teganya bapak mengemis cinta pada perempuan lain. Kepada ibu saja bapak tak pernah seperti ini.”
“Pak, jangan mentang-mentang dia itu bu Nyai dan ibu cuma seorang perempuan ndeso, bapak tega membeda-bedakan mereka.”
“Ry, kamu tenang dulu, bapak melakukan ini kan juga untuk kepentingan keluarga kita.” Bapak yang dari tadi diam mematung kini angkat bicara juga.
“Bener Ry, kamu yang tenang, jangan emosi! Denger dulu penjelasan dari bapak.” Sahut mas Billy.
“Allahu akbar Allahu akbar….” Adzan maghrib berkumandang dari corong masjid terdekat dari rumah kami. Suara merdu mu’adzin yang mengalun, secara perlahan mengikis habis gemuruh sesak bisikan iblis di dalam dada ini. Entah kekuatan apa yang terkandung dalam lafadz takbir sehingga dapat menyejukkan hati yang terbakar oleh hembusan nafas si laknat iblis, padahal tak jarang pula membuat orang terpanggang semangat dan amarahnya.
Adu mulut di petang hari itu pun berakhirlah sudah. Kami harus segera mengambil air wudlu dan shalat berjamaah di masjid.

*********

Tiga bulan sudah ibu meninggalkan kami. Kuliahku yang sudah mulai aktif seminggu lalu sungguh menambah bebanku. Setiap hari aku harus berangkat pagi pulang sore, sampai di rumah aku harus berbagi pekerjaan rumah dengan bapak dan kakakku, apalagi sebulan lagi Mas Billy juga akan KKN. Belum lagi si Ninta setelah ibu wafat manjanya minta ampun, mandi minta dimandiin, makan minta disuapin. Semua keinginannya harus dipenuhi, kalau tidak jurus andalannya keluar, merengek-merengek sembari mengadu kepada bapak. Pusing aku dibuatnya. Tak jarang kujitak dan kupoles kepalanya saking jengkelnya.
Si Izam juga tak kalah bandelnya. Setiap hari selalu adu mulut dan bertengkar dengan Ninta sehingga membuat telingaku semakin panas layaknya mendengar para caleg yang bersilat lidah berebut tepuk tangan para pendukungnya. Lama-lama aku bisa stress kalau begini keadaannya.
Tak bisa kubayangkan begitu sabar dan kuatnya Ibu mengarungi hidup bersama bapak. Menghadapi anak-anak yang rata-rata bandel semuanya, menyelesaikan tugas rumah dengan tangannya sendiri. Tak pernah ibu mengeluh kepada bapak untuk mencari pembantu.
Setelah kupikir-pikir, kasihan juga bapak. Setiap siang setelah pulang dari pasar harus memasak untuk anak-anaknya. Ketika pulang dari TPQ, tak ada lagi yang membuatkan segelas teh hangat untuknya. Aku sebagai anaknya malah selalu bersitegang dengannya, menambah beban pikirannya. Padahal aku juga masih minta uang padanya. Ibuku sudah tiada, pada siapa lagi bakti yang kulakukan kalau bukan padanya?
Iseng, aku bertanya pada adikku Ninta, “Nin, kamu mau gak punya ibu lagi?”
“Mau…”
“Tapi bukan ibu kita yang dulu, gimana?”
“ya gak papa...” sahut Izham.
Tersentak batinku mendengar jawaban mereka. Ternyata benar kata mas Billy, mereka masih haus kasih sayang dan belaian lembut seorang ibu, meski bukan dari ibu kandung mereka sendiri. Benar, aku tidak boleh memenangkan egoku sendiri. Aku juga harus memperhatikan bapak dan adik-adikku. Aku harus rela bapak menikah lagi dengan wanita lain. Ya, aku harus merelakannya, aku harus merelakannya?

**********

Setelah mengetahui ketulusan hati dan keseriusan niat bapak, akhirnya bu ‘Iffah pun luluh hatinya dan mau menerimanya. Sehari sebelum pernikahan mereka, kami sekeluarga ziarah ke makam ibu.
Ternyata aku tidak tahu jika semua yang ditulis bapak kepada bu ‘Iffah adalah pelampiasannya karena luapan rasa rindu dan cintanya kepada ibu kami. Tekadnya yang kuat untuk mendapatkan bu “Iffah disebabkan rasa kasihan pada anak-anaknya yang selalu membutuhkan sosok seorang ibu. Bahkan bisa menjadi jaminan prospek anak-anaknya ke depan.
Disepanjang ziarah, tak henti-hentinya hujan air mata mengucur deras dari sepuluh mata kami. Kami hening dan terlarut delam perasaan kami masing-masing. Aku pun hanya bisa berdoa,
“Ya Allah semoga Engkau gantikan bagi ibu tempat yang lebih baik di sisi-Mu bersanding dengan Nabi-Nabi-Mu dan kekasih-kekasih-Mu. Sampaikan maafku padanya. Aku berjanji semua amal baikku akan selalu kuhadiahkan untuknya, dan semoga engkau menyampaikan pahalanya kepadanya. Amien…”
Diantara tangis-tangis kami, tangis bapaklah yang paling pilu. Aku tak tahu, ternyata bapak pun sebenarnya berat hati untuk menikah lagi dengan wanita selain ibu. Tapi demi empat anak yang dititipkan ibu padanya ia harus rela menduakan istrinya. Ya, benar menduakan istrinya, tapi tidak hatinya. Karena dalam hatinya hanya ada ibuku yang sudah menemani hidupnya selama 23 tahun. Sungguh andai aku tahu doa bapakku ini, mungkin aku tak akan pernah berani membentaknya.
“Untukmu yang selalu terukir dalam hatiku. Bagiku engkau Siti Khadijah di antara zaujaatir Rasul. Meski si jelita ‘Aisyah masuk dalam kisah hidupku, tapi engkaulah yang akan tetap memiliki hatiku. Bagaimana kabarmu di sana? Benarkah kata-kataku? Sudahkah kau bertemu dengan Allah dan Nabi kita? Sudahkah kau sampaikan salamku pada mereka? Sabarlah sayang, tunggu aku di sana!”
“Faqad abaa qalbiy an yuhibba siwaaki”[1]


25 April 2009.
Kupersembahkan untuk
almarhumah ibunda tercinta.
Ibu, ternyata bapak selalu mencintaimu.


[1] sungguh hatiku tak mau mencintai selainmu. penggalan syair Rabi'ah al-Adawiyyah yang diadaptasi.