Pages

Senin, 07 Februari 2011

Tafsir Surat Al-Mursalat (ayat 29-34)

انطَلِقُوَاْ إِلَىَ مَا كُنتُمْ بِهِ تُكَذّبُونَ * انطَلِقُوَاْ إِلَىَ ظِلّ ذِي ثَلاَثِ شُعَبٍ * لاّ ظَلِيلٍ وَلاَ يُغْنِي مِنَ اللّهَبِ * إِنّهَا تَرْمِي بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِ * كَأَنّهُ جِمَالَةٌ صُفْرٌ * وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لّلْمُكَذّبِينَ *

29. (Dikatakan kepada mereka pada hari kiamat): "Pergilah kamu mendapatkan azab yang dahulunya kamu mendustakannya.
30. Pergilah kamu mendapatkan naungan yang mempunyai tiga cabang.
31. yang tidak melindungi dan tidak pula menolak nyala api neraka."
32. Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana.
33. Seolah-olah ia iringan unta yang kuning
34. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.

Tafsir lughawi
Jumhur ulama sepakat bahwa lafadz (انطَلِقُوَاْ) yang kedua berfaedah untuk mengulang (takrir‏) perintah yang pertama. Namun Rawis meriwayatkan dari Ya’kub, lafadz (انطَلقُوَاْ) yang kedua, lamnya dibaca fathah menjadi fi’l madhi sebagaimana dikutip al-Mawardi. Zamkhsyari menyimpulkkan jika lafadz tersebut berupa fi’l madhi maka ayat tersebut berarti mengabarkan perbuatan mereka setelah diperintah untuk pergi kepada adzab yang dahulu mereka dustakan.
“ظِلّ ذِي ثَلاَثِ شُعَبٍ” (naungan yang bercabang tiga). Jalaludin al-Mahalli menafsirkan naungan (ظِلّ) sebagai asap yang bercabang tiga disebabkan saking besarnya asap itu. Al-Alusi menyebutkan cabang-cabang dari asap tersebut mengepung orang kafir, satu diatas mereka, yang lain di kanan dan kiri mereka. Ia melanjutkan, asap tersebut bercabang tiga karena mereka mendustakan tiga hal. Pendustaaan yang secara jelas dimaksudkan dalam ayat itu adalah mendustakan adzab, yang sebenarnya mengandung pendustaan pula kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Ada penafsiran sufistik yang menarik mengenai naungan/bayangan (ظِلّ ) ini. Sebagaimana yang diterangkan Ibnu ‘Arabi dalam tafsirnya, (ظِلّ) dalam ayat ini berarti bayangan/ naungan dari pohon zaqqum. Ia adalah nafsu tercela dan terlaknat yang ada dalam diri manusia. Jika nafs (hati) ini telah terhijab oleh sifat-sifatnya (zaqquum) dan terputus dari nur al-wahdah (nur tauhid/ penyatuan) sebab gelapnya entitas zaqqum, maka tercemarlah manusia oleh kotoran yang tumbuh dan berkembang dalam neraka karakter (tabiat)-nya. Neraka tabiat yang mempunyai tiga cabang hawa nafsu, bahimiyah (kebinatangan), sabu’iyyah (keliaran/ kebuasan), dan syaithaniyyah (nafsu syetan).
Penggunaan kata (ظِلّ) juga menunjukkan bahwa mereka mengira bahwa bayang-bayang tersebut akan meneduhkan dan menyelamatkan mereka dari panasnya neraka. Namun kenyataannya tidak seperti yang mereka inginkan. Karena ternyata bayang-bayang itu adalah asap neraka yang maha panas. Alih-alih melindungi dan menduhkan, asap tersebut justru semakin menyiksa mereka sebagaimana digambarkan pada ayat selanjutnya.
(اللّهَبِ) adalah bagian dari api yang keatas ketika api sedang berkobar (lidah api). Ia bisa berwarna merah, kuning atau hijau.
(بِشَرَرٍ) adalah apa yang terbang (memercik) dan terpisah dari api (percikan api). Dalam ilmu balaghah kalimat (بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِ) termasuk tasybih mursal mujmal karena nilai kesamaan dari dua benda tidak disebutkan. Dalam ayat tersebut langsung menyebutkan bahwa percikan api neraka diumpamakan seperti istana atau gedung. Nilai kesamaannya adalah dalam hal besar dan tingginya. Percikan api yang besar seringkali disebut bunga api.
(جِمَالَةٌ صُفْرٌ) banyak ulama sepakat bahwa lafadz (جِمَالَةٌ) adalah bentuk jama’ dari (جمَلَ). Wahbah Zuhaili mengatakan boleh juga dibaca (جمالات) bentuk jama’nya dari (جِمَالَةٌ), maka ia menjadi jam’ul jama’. Al-Mawardi dalam tafsirnya menyebutkan dua alasan kenapa dinamakan (جمالات). Pertama karena kecepatan percikan api tersebut. Kedua karena percikan api itu selalu disusul dengan percikan api berikutnya, dan seterusnya begitu. Kalimat (كَأَنّهُ جِمَالَةٌ صُفْرٌ) termasuk tasybih mursal mufashol. Bunga api tadi diserupakan seperti iringan unta kuning. Nilai kesamaan antara keduanya adalah terletak pada besarnya, tingginya dan warnanya.

Tafsir ijmali
Setelah menyebutkan nikmat-nikmat-Nya dan hujjah yang Dia ajukan untuk menggugat kaum kafir, Allah memerintahkan mereka untuk merasakan adzab yang dahulu mereka dustakan. Mereka digiring menuju sebuah naungan bercabang tiga yang mereka kira dapat meneduhkan dan melindungi mereka dari panas api neraka. Namun ternyata naungan tersebut adalah asap api neraka yang mengepung mereka sehingga membuat mereka semakin tersiksa. Maka kecelakaan besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Mendustakan akan adanya adzab, Allah dan rasul-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...