Pages

Senin, 07 Februari 2011

Tafsir Surat Al-Mursalat (ayat 46-50)

كُلُواْ وَتَمَتّعُواْ قَلِيلاً إِنّكُمْ مّجْرِمُونَ * وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لّلْمُكَذّبِينَ * وَإذَا قِيلَ لَهُمُ ارْكَعُواْ لاَ يَرْكَعُونَ * وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لّلْمُكَذّبِينَ * فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ *

46. (Dikatakan kepada orang-orang kafir): "Makanlah dan bersenang-senanglah kamu (di dunia dalam waktu) yang pendek; sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang berdosa."
47. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.
48. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Rukuklah, niscaya mereka tidak mau ruku'
49. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.
50. Maka kepada perkataan apakah sesudah Al Quran ini mereka akan beriman?

(كُلُواْ وَتَمَتّعُواْ قَلِيلاً إِنّكُمْ مّجْرِمُونَ)
Makan dan bersenang-senanglah, tapi sedikit saja. Menurut Zamakhsyari dalam ayat ini Allah bermaksud menghina para pendusta itu. Amr (perintah) dalam ayat ini bukan berfaedah tahdid (menggertak). Perintah ini lebih cocok berfaedah tahsiir dan takhsiir (celaan, ejekan/ penghinaan). Karena perintah tersebut jatuh setelah Allah memamerkan keadaan orang-orang muttaqiin yang berlimpah nikmat. Karena mereka merasa terhina tak satupun dari para pendusta itu yang melaksanakan perintah tersebut.
Bisa juga kalimat ayat ini menjadi kalam isti’naf (kalimat baru) yang terpisah dari khithob (tujuan pembicaraan/ kata ganti orang kedua) sebelumnya. Menurut yang menganut madzhab ini seperti Abu Hayyan dan Jalauddin al-Mahalli, khitob kallimat ditujukan kepada para pendusta di dunia. Jika demikian maka faedah amr dalam ayat ini boleh sebagai tahdid (gertakan) untuk para pendusta di alam dunia. Jika pada pendapat yang pertama tidak berlaku faedah tahdid adalah karena khitob-nya kepada para pendusta di akhirat dimana faedah tahdid ini tidak cocok untuk susunan dan tujuan kalimatnya. Makan dan bersenang-senanglah sebentar saja di dunia, setelah itu rasakanlah adzab yang pedih selama-lamanya di akhirat. Maka kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.

(وَإذَا قِيلَ لَهُمُ ارْكَعُواْ لاَ يَرْكَعُونَ)
Ketika mereka diperintah untuk ruku’, tunduk, merendahkan diri di hadapan Allah ‘azza wa jalla --dengan menerima kebenaran wahyu-Nya, mengikuti agama-Nya, dan meninggalkan kesombongan dan kecongkakan-- mereka tak mau. Mereka bersikukuh untuk tetap sombong dan congkak.
Wahbah Zuhaili menerangkan dalam tafsirnya bahwa dalam ilmu balaghah, ayat ini termasuk majaz mursal. Yang disebutkan secara sharih (jelas) rukuk tapi yang dimaksud adalah shalat. Ayat ini termasuk contoh dari ithlaqi al-juz wa iradati al-kull (menyebutkan suatu bagian dari apa yang sebenarnya dimaksudkan).
Muqatil mengatakan ayat ini turun berkenaan dengan kaum Tsaqif. Mereka berkata kepada Rasulullah SAW “kami meninggalkan shalat, kami tidak (mau) jungkir balik --jengkang-jengking- bhs jawa-- (rukuk sujud - sujud rukuk), karena itu hanya menjadi bahan umpatan dan olok-olok bagi kami.” Maka Rasul bersabda “tidak ada kebaikan dalam (menjalankan) agama yang di dalamnya tidak ada rukuk dan sujud. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud dan Thabrani.
Menurut Ibnu Abbas sebagaimana yang dikutip al-Alusi dalam tafsir al-Munir, perintah itu ditujukan pula pada para pendusta di hari kiamat. Amr-nya berfaedah lil wujuub (keharusan). Mereka disuruh harus rukuk dan sujud, namun mereka tak mampu karena sebelumnya mereka tak pernah melakukan sujud dan rukuk sewaktu di dunia. Maka kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Mendustakan dan tak mau tunduk ketika diperintahkan untuk tunduk.

(فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ)
Para mufassir sepakat bahwa maksud lafadz “حَدِيثٍ” disini adalah al-qur’an. Penggunaan lafadz ba’da (setelah), menurut al-Alusi menunjukkan keterpautan tingkatan al-qur’an atas kitab-kitab lainnya. Tidak ada perkataan atau berita yang lebih berhak dipercayai mengalahkan al-qur’an. Kata yu’minun (beriman/ percaya) juga ditafsiri yushaddiquun (membenarkan). Surat ini ditutup dengan ayat yang mengungkapkan ekspresi keheranan atas para pendusta itu. Bisa-bisanya mereka tak mempercayai (membenarkan) al-qur’an yang benar-benar telah terbukti kebenaran hujjah-nya. Kalau tidak kepada al-qur’an kepada perkataan (berita) apa lagi sesudahnya yang akan mereka percayai dan benarkan?

Tafsir ijmali
Pada kelompok terakhir dari rangkaian ayat-ayat dalam surat al-mursalat ini Allah seakan-akan membiarkan para pendusta sejenak bersenang-senang sebentar di alam dunia. Namun setelah itu Dia akan menyiksa mereka selama-lamanya di akhirat. Karena ketika diperintahkan untuk tunduk dengan menerima kebenaran wahyu, mereka enggan dan sombong. Maka kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Kemudian surat ini ditutup dengan ayat yang mengekspresikan keheranan atas pendustaan mereka terhadap (berita-berita) al-qur’an yang sudah terbukti kebenarannya. Lalu kepada perkataan (berita) apalagi setelah al-qur’an yang akan mereka percayai?

WaLlahu a’lam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...