Pages

Jumat, 22 Januari 2010

Resume Materi Muhammad Ata al-Sid - Sejarah Kalam Tuhan

Muhammad Ata’ al-Sid

Sejarah Kalam Tuhan; Laku Kritik Terhadap Hermeneutika Baru (Barat)

Eternitas al-Qur’an
Al-Qur’an telah terjaga dalam tablo (lawh mahfuzh), bahkan sebelum peristiwa yang dibicarakan terjadi.
Al-Qur’an bukanlah komentar tentang apa yang terjadi sebelum atau selama risalah Muhammad, sekalipun ini semua membentuk matriks atau substansi wahyu itu sendiri.

Al-Qur’an dalam Lawh Mahfuzh
Bahasa yang tidak autentik tidak mampu menjangkaunya.
Terjadi peristiwa sabda dan bahasa sekaligus.
Teks al-Qur’an yang sekarang adalah wahyu verbatim dari lawh mahfuzh.

Jaminan atas Kesinambungan dan Keabadian Al-Qur’an
Keserasian penuh antara al-Qur’an dan fitrah manusia
Percaya terhadap akal murni dalam memberikan keputusan, dan menyelesaikan kasus-kasus konflik

I’jaz Al-Qur’an atas teks-teks lainnya
I’jaz al-Qur’an meliputi formatnya (struktur dan gaya bahasanya) sekaligus isinya (yang mengandung jaminan visi kenyataan, mengubah kehidupan dan berhubungan antara Tuhan dan manusia) karena keduanya memiliki fungsi hermeneutis.
Dalam ha-hal itulah berlaku tantangan Al-Qur’an terhadap teks-teks lain yang tidak mampu “setara” dengannya.

Konsep Wahyu
Hermeneutika baru --- redefinisi wahyu sebagai proses tiada henti. Maka bahasa dalam konteks wahyu bukan an sich bahasa spiritual, karena semua yang mengkomunikasikan antara Tuhan dan manusia adalah Kalam Tuhan.
Hermeneutika al-Qur’an --- kalam Tuhan bersifat supernatural. al-Qur’an telah tersimpan dalam tablo (lawh mahfuzh) sebelum peristiwa terjadi.

Ketika Peristiwa-Sabda Terjadi
Hermeneutika Baru --- bahasa / teks wahyu (ucapan manusia dalam pikiran) dimaksudkan untuk mencerahkan realitas peristiwa dan menjaganya demi manfaat generasi mendatang.
Hermeneutika al-Qur’an --- teks al-Qur’an merupakan anugerah terbesar Allah. Dia dengan segala kebesaran-Nya melakukannya dengan tepat pada manusia.
Prinsip-Prinsip Hermeneutika al-Qur’an

1. Pentingnya Bahasa Arab
Penguasaan bahasa arab asli ketika wahyu diturunkan, sehingga tidak terjadi kesalahan proyeksi dalam memahami teks.
Kemampuan mengkomunikasikannya dengan kenyataan Islam.

2. Muhkamat dan Mutasyabihat
Bukan konsep yang menyatakan Muhkamat >< Mutasyabihat
Mengambil natijah dari mayoritas opini umat Islam. Hasilnya adalah:
Muhkamat = fondasi Kitab dan fundammental Islam.
Mutasyabihat = bersifat problematis, unsur-unsur yang hanya Tuhanlah yang dapat mengukur dan mengetahuinya secara pasti. Maka sia-sia usaha manusia untuk berspekulasi mengenainya.

3. Kesakralan al-Qur’an
Bukan sekedar bermakna psikis. Wudhu sebagai syarat untuk menyentuhnya.
Setiap penafsir harus “suci” dari isme-isme yang bertentangan dengan keesaan dan transendensi Allah. seperti ateisme atau politeisme.
Bahkan iman terhadap al-Qur’an sebagai wahyu verbatim dari Allah adalah syarat mutlak untuk menafsirkan al-Qur’an.

4. al-Qur’an ayat-ayatnya dijelaskan secara terperinci.
Maka konsekuensinya, al-Qur’an menafsirkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, al-Qur’an menjadi sumber utama yang tak terbantahkan bagi penafsiran.

5. Nasikh Mansukh
Terlepas dari perdebatan tentang definisi keduanya (menghapus-dihapus, mengganti-diganti, atau tidak ada sama sekali), Atha’ al-Shid menyimpulkan “al-Qur’an tidak memberikan ketentuan yang mendetail, dan final bagi peristiwa yang mungkin terjadi di kemudian hari.”

6. Bukan hanya makna yang jelas
Al-Qur’an mempunyai makna harfiah dan makna yang lebih dalam yang muncul melalui refleksi, ketertarikan yang mendalam pada al-Qur’an dan afinitas yang kuat dengannya.
Segala makna esoterik tersebut harus sepenuhnya koheren dengan makna yang jelas dan nilai universal islam. Tidak terjebak kepada dualitas makna.

7. Konteks Situasi Pewahyuan
Meski bersifat verbatim, seseorang tidak dapat menafsirkan al-Qur’an tanpa mengetahui asbabun nuzulnya.
Tetapi tidak semua ayat al-Qur’an mempunyai konteks situasi pewahyuan.

8. Semua yang ada dalam al-Qur’an adalah benar secara literal kecuali ada konteks yang menentangnya dan tujuan utamanya adalah pelajaran keagamaan yang harus ditangkap

9. al-Qur’an melawan keraguan dengan detail-detail yang berguna.

10. Tidak ada penafsir yang terlibat polemik.

11. Israiliyat dan kristianisme ditolak dalam penafsiran.

12. Muhammad: Hermeneut Ilahi. Nabi adalah orang yang mengimplementasikan prinsip-prinsip luhur al-Qur’an kedalam kehidupan nyata.
Misi Kerasulan Muhammad
Sebagai juru bicara dari “Being” (meminjam istilah Heidegger). Maka ia tidak mengucapkan (al-Qur’an) sekehendak hatinya. Ia itu tiada lain kecuali wahyu yang diturunkan.
Sebagai “Dasein”, manusia sejati yang dapat menginterpretasi realitas beings, dan menjadi objek interpretasi itu sendiri. Sehingga semua kata dan perilakunya merupakan realitas dari wahyu Allah dan menjadi teladan bagi umatnya.

That’s all from us….
“Thanks you for being a part of history in this lecture. . . “

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...